Kesemek, Buah Lokal yang Kehilangan Pamor
Salah satu buah yang menyimpan kenangan masa kecil buatku
adalah Buah Kesemek, buah lokal yang kini kehilangan pamor. Kampung halamanku
bukan penghasil aneka buah-buahan. Buah yang selalu ada di kebun tak jauh-jauh
dari pisang, pepaya, dan nangka. Selain buah-buahan itu, semuanya hasil dari
bagian lain di Kabupaten Wonosobo. Misalnya daerah Kaliwiro dan Wadaslintang
yang terkenal sebagai penghasil buah Salak, durian, dan duku.
Kenangan dalam Gigitan Kesemek ‘Berbedak’
Namun bagaimana tepatnya buah kesemek menjadi salah satu
buah favorit dan ada kenangan masa kecil itu, saya sudah tidak ingat. Part yang
masih kuingat hanya sepenggal, misalnya ketika belanja ke warung dan ada
kesemek, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya. Namanya orang desa, makan
kesemek juga kadang tidak dikupas dulu pakai pisau, tapi langsung di-“brakoti”
dengan gigi, kulitnya dibuang.
Pernah juga ketika akan pergi dengan simbah putri, kami
menunggu angkutan desa di pertigaan yang jaraknya kurang lebih 500 meter dari
rumah. Di sana ada penjual, dan saat itu aku melihat buah kesemek khas dengan
“bedak”-nya yang putih-putih. Saya pun membeli si kesemek dan menikmatinya di
jalan di dalam angkutan umum yang jalannya ‘ajluk-ajluk’ karena melewati jalan
batu dan naik/turun berkelok-kelok.
Sekarang, terbilang sangat jarang menemui buah satu ini. Hanya
ada saat musimnya dan tidak banyak yang menjual karena peminatnya semakin
menurun.
Saat musim kesemek di tahun 2025 ini, saya sangat senang
ketika melihatnya teronggok di keranjang warung sayur dekat rumah. Harga perkilonya
terbilang murah, hanya Rp 15ribu. Saya pun segera memilih yang menurut saya
terbaik.
“Kek mana itu rasanya, Mbak?” tanya ibu pemilik warung.
“Enak, Bu.. manis. Agak sepat kalau yang masih keras. Belum pernah
coba, Bu?”
Beliau hanya menjawab dengan gelengan kepala. Rupanya,
beberapa ibu yang tengah belanja pun mengaku belum pernah makan buah kesemek. Hm..
padahal ini buah lokal yang sudah ada sejak dulu, bukan macam buah salju yang
baru ada sekarang-sekarang ini di Bali.
Sampai rumah, kesemek itu saya kupas lalu saya potong-potong
setelah dicuci bersih. Sengaja saya simpan di kulkas, untuk mengecek siapa saja
yang suka buah ini. Ternyata dari 3 anak, hanya 1 yang menyukainya dan ingin
makan lagi. Sedangkan suami saya B saja, mau makan tapi tidak terlalu suka.
Esok lusanya, saat saya kembali ke warung, sekeranjang
kesemek itu terlihat tak berkurang sejak terakhir saya beli, akhirnya saya beli
lagi dengan kondisi yang sudah semakin empuk dan manis. Hm... jadi kangen
kesemek lagi ini.
Oh ya, pernah dulu saat hamil anak ketiga, saya auto ngiler
lihat kesemek di supermarket. Langsung deh ambil meskipun hanya sebiji, karena
belum pernah beli di sana khawatir sepat. Beneran ternyata, yang dijual di
supermarket itu kemungkinan kesemek lokal yang tidak direndam dengan air kapur
sirih, jadi masih sepat banget.
Mengenal Buah Kesemek Secara Umum
Buah kesemek adalah buah berwarna oranye yang manis dan kaya
manfaat, berasal dari Asia Timur dan dikenal juga sebagai buah kaki atau
persimmon. Kesemek yang Nama ilmiah Diospyros kaki ini berasal dari Tiongkok,
menyebar ke Jepang, Korea, dan Asia lainnya. Kini juga dibudidayakan di
Indonesia, terutama di dataran tinggi seperti Jawa Timur dan Sumatera Utara.
Ciri fisik yang paling mencolok dari kesemek adalah Bulat,
kulit tipis, warna oranye saat matang, daging buah manis dan lembut. Sering
kali tidak berbiji, atau bijinya sangat kecil.
Rasanya cenderung manis seperti madu, tapi bisa sepat jika
belum matang karena kandungan tanin. Teksturnya renyah/kriuk jika belum matang
sempurna. Akan makin lunak di bagian dalam, dan bisa sangat empuk seperti
tekstur jelly jika matang sempurna apalagi matang pohon.
Cara menikmati buah ini bisa dengan cara dimakan langsung
setelah diperam dengan air kapur untuk menghilangkan rasa sepat. Buah yang
beredar di pasaran biasanya sudah diperam sehingga rasa sepatnya sudah hilang
atau berkurang. Selain itu, kesemek bisa dikeringkan, dijadikan selai,
agar-agar, atau campuran es krim.
Kandungan Gizi (per 100 gram)
• Kalori: 78
kkal
• Karbohidrat:
20 g
• Serat: 3.6
g
• Vitamin C:
80% dari AKG
• Vitamin A,
B6, E, dan antioksidan seperti karotenoid, katekin, flavonoid.
Manfaat Kesemek untuk Kesehatan
• Meningkatkan
imunitas tubuh berkat vitamin C yang membantu produksi sel darah putih.
• Menjaga
kesehatan jantung dengan serat yang menjerat lemak pemicu kolesterol.
• Mencegah
kanker melalui antioksidan seperti flavonoid dan beta karoten.
• Mengurangi
peradangan dan membantu pemulihan tubuh.
• Menurunkan
tekanan darah dan kadar kolesterol.
Perbedaan Kesemek Lokal dan Impor
Saat ini, banyak orang mencoba buah kesemek impor (persimmon).
Di tayangan dari Korea/China/Jepang kita kerap melihat orang menikmati buah ini
secara langsung atau diawetkan dengan cara dikeringkan di bawah terik matahari.
Selain itu juga dibuat olahan lain misalnya selai atau topping aneka
makanan/minuman lainnya. Buahnya yang berukuran besar dengan kulit dan warna
oranye cerah terlihat ranum dan menggiurkan. Beberapa food vlogger Indonesia yang
pernah mencoba buah kesemek impor mengaku rasanya memang jauh lebih enak dari
kesemek lokal.
Secara umum, ukuran kesemek lokal dan impor pun berbeda. Kesemek
lokal cenderung kecil hanya 2–8 cm diameter, bobot 100–200 g/buah, sedangkan yang
impor lebih besar selayaknya buah apel pada umumnya. Ukurannya mencapai 7–15 cm
diameter, bobot 200–400 g/buah.
Dari segi rasanya, kesemek lokal terasa manis, sepat (kelat)
jika belum matang. Saat sudah matang tapi masih keras pun, tetap akan
menyisakan sensasi kelat di lidah setelah mengonsumsinya. Kesemek impor
umumnya sangat manis, sedikit atau tanpa sepat.
Tekstur kesemek lokal renyah, agak keras jika belum matang,
dan bisa seperti jelly yang lembek jika sudah sangat matang atau matang pohon. Buah
kesemek impor umumnya bertekstur renyah (untuk varietas Fuyu), sangat lembut (varietas
Hachiya). Beda varietas juga menentukan perbedaan rasa dan tekstur.
Buah kesemek lokal memiliki kandungan zat tanin yang tinggi.
Zat inilah yang menyebabkan rasa sepat pada kesemek, yang bisa dihilangkan/dikurangi
dengan merendam/memeram ke dalam air kapur sirih.
Harga kesemek lokal berkisar Rp15.000–Rp40.000/kg (ritel), harganya
lebih murah saat panen raya. Musim panen Sekali setahun (April–Juli). Sedangkan
kesemek impor bisa mencapai Rp75.000–Rp200.000/kg (ritel), harganya cenderung tinggi
& stabil. Musim panen sekali setahun (September–Desember, puncak November).
Saat ini, kesemek lokal cenderung kalah pamor dibanding
kesemek impor. Tentu, namanya sebenarnya sama-sama “persimmon” hanya saja memang
berbeda varietas. Kesemek impor dianggap premium, lebih prestisius, dan dicari
pencinta buah karena penasaran dengan rasa dan teksturnya.
Menurut beberapa orang dari daerah Sragen, salah satu daerah
penghasil Kesemek di Jawa Tengah, saat musim kesemek terkadang tidak dipanen,
dibiarkan saja sampai berjatuhan dan berserakan di sekitar pohonnya. Masyarakat
cenderung kurang menyukai buah satu ini.
Di tengah gempuran buah impor yang harganya terbilang cukup
terjangkau dan dianggap lebih prestisius, keberadaan buah lokal terbilang
mengkhawatirkan. Sebagaimana kesemek lokal yang kini kehilangan pamornya
dibanding persimmon impor.
Menjadi PR kita bersama, agar buah-buahan lokal mampu
bersaing di pasaran dengan produk impor baik secara kualitas maupun harga.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Posting Komentar
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam