Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masih Mau Makan Bangkai Saudara Sendiri?


Ghibah (baca: rumpi) sudah menjadi makanan sehari-hari kebanyakan orang. Tak pandang bulu baik laki-laki maupun perempuan, remaja maupun dewasa seakan lupa waktu bila sudah membicarakan orang lain. Bumbu-bumbu penyedap ditambahkan sehingga semakin berbusa mulutnya, seolah tengah mengunyah makanan lezat dan tak pernah merasa kekenyangan.
Ghibah adalah membicarakan seseorang di belakangnya dan orang yang tersebut tidak suka jika mengetahui ia dibicarakan.
Sambil menunggu tukang sayur lewat, saat arisan, mengunjungi tetangga, atau bahkan duduk di rumah di depan televisi tak luput dari godaan untuk menyantap bangkai saudara sendiri.

Iya, sebagaimana firman Allah:
"Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Apakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allaah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Hujurat:12)
Juga dalam hadits tentang balasan bagi orang-orang yang ghibah.
Rasulullah SAW bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka dan dada-dada mereka. Maka aku bertanya: "Siapakah mereka ya Jibril?" Jibril berkata: "Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan mereka mencela kehormatan-kehormatan manusia." (HR Ahmad dari Jabir bin Abdullah).
***
"Duh Mba... Aku tuh bingung deh sama teman kita si Fulanah. Beliau selalu ada alasan untuk nggak datang agenda bareng kita. Aku galau... Padahal untuk acara kita besok aku jadi seksi acara dan ada beberapa hal yang harus beliau siapkan, tapi di-SMS nggak respon." Seorang gadis tengah mengadukan perasaannya kepada seseorang yang lebih tua. Mereka tak terlihat seperti kakak-adik meskipun sangat terasa keakrabannya.
"Sabar ya Dik, memang orangnya begitu,"
"Tapi mbok yo SMS ku dibalas gitu loh, perasaan beliau selalu punya pulsa deh!" terdengar nada sewot dari kalimat gadis ini.
"Yasudahlah. Mungkin memang pas nggak ada pulsa." lanjut si Gadis berusaha menenangkan diri.
"Iya sih, aku SMS juga nggak dibalas. Padahal kemarin... Aku kan jadi... Ya kan?"
"Betul. Kemarin sudah izin.. Masa mau izin terus.. Kalau nurutin agenda sama aktivitas pribadi aku juga pengen lah! Tapi nggak gitu juga kali.."
"Blablabla"
"Blablabla.."
“Terus....” “
“Iya tuh...”
“Kemarin juga gini....”
“Sebelumnya juga loh!”
“Aduh.. jadi gimana....”
“Ya memang.... “
Blablabla...”
Blablabla..”
Percakapan membahas Fulanah itu terus berlanjut. Mereka tak hanya berdua di dalam kendaraan. Ada empat orang selain sopir namun tak ada yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan ataupun mengingatkan mereka untuk berhenti membicarakan si Fulanah.
Esoknya, tiba-tiba si Fulanah membahas tentang ghibah dalah status facebooknya dan menandai si Gadis.
Si Gadis membalas santai "Kalau bahas seseorang untuk mencari solusi dan tidak berlebihan, tidak bisa disebut ghibah dong!"
Serta merta Fulanah memblokir pertemanan dengan si Gadis dan berubah membencinya. Si Gadis yang tak paham duduk permasalahannya merasa sangat sakit hati dan memohon maaf atas kesalahannya terhadap fulanah.
Usut punya usut, salah seorang teman perjalanan mengadukan apa-apa yang dibicarakan si Gadis terhadap fulanah. Yang disesalkan adalah teman tersebut tidak berusaha mencegah arena ghibah di dalam mobil tetapi justru mengadukan apa yang sudah terlanjur terjadi.
***
Siapa yang salah? Semuanya punya kesalahan masing-masing. Si Gadis tidak seharusnya membicarakan Fulanah berlebihan selain mencari solusi, dan si Teman pun seharusnya mengingatkan, bukan malah melaporkan setelah percakapan itu melebar ke mana-mana.
Akibatnya adalah tali persaudaraan yang kemudian mengendur atau bahkan putus. Siapa yang dirugikan? Semua orang yang berkaitan tentunya. Hati yang ibarat gelas kaca, ketika sudah retak ia tak akan lagi kembali seperti semula.

Ilustrasi

Adakah ghibah yang diperbolehkan?
Ada, yaitu menceritakan pengalaman orang lain agar menjadi pelajaran untuk kita. Atau ketika ada seseorang yang meminta pertimbangan (informasi) terkait seseorang untuk dijadikan suami/istri misalnya, maka harus diceritakan sebenar-benarnya baik dan buruknya.
Dalam era digital seperti sekarang ini, forum-forum rumpi bisa terjadi dimana saja bahkan dalam grup-grup di aplikasi smartphone. Sama halnya dengan rumpi di dunia nyata, di grup pun terkadang hingga menghabiskan waktu panjang dan menyisakan sekian banyak percakapan.
Saya senang ketika dalam salah satu grup dan tengah hangatnya membahas seseorang, tiba-tiba ada yang berkomentar ‘Sudahi yuk, kenyang deh dari tadi bahas si Mbak’. Makjleb rasanya, karena saya pun ikut berbalas percakapannya. Satu persatu kemudian mengubah topik pembicaraan. Alhamdulillah, beginilah seharusnya suasana ketika ada yang sudah kebablasan. Tidak cukup hanya dengan meninggalkan forum, tetapi harus mengingatkan dan mencegah makin berkembangnya ghibah tersebut.
Pun saat ada peristiwa atau apapun yang dibicarakan di dalam sebuah grup, tidak sepatutnya seseorang menyebarkannya ke luar grup dengan tujuan untuk mengadu domba maupun untuk dijadikan lelucon kecuali atas izin yang bersangkutan.
Well, hampir sama dengan kasus ghibah di atas yang mengakibatkan 4 orang menjadi saling memusuhi, meng-capture obrolan di grup pun bisa menyebabkan hal yang sama.
Setiap orang punya pandangan masing-masing yang berbeda dengan orang lain, untuk itu kita haruslah saling menghormati. Saat ada perbedaan pendapat, bukan berarti kita bebas membicarakan orang lain hanya agar kita merasa diri kita yang benar dan dia salah.
Perbedaan adalah sunnatullah, pun dengan dosa dan kesalahan yang tak pernah lepas dari manusia. Maka sepatutnya ketika ada orang lain melakukan kesalahan, tugas kita setelah mengingatkan adalah berbaik sangka dan mendoakannya.
Semoga kita terhindar dari menjadi seorang biang rumpi atau ahli ghibah. Jika butuh ngerumpi, banyak rumpi sehat agar kita mendapatkan ilmu dan inspirasi. 
Allahua’lam bish shawab,
Semoga bermanfaat dan menjadi pengingat bagi kita semua. 
Salam,



8 komentar untuk "Masih Mau Makan Bangkai Saudara Sendiri?"

  1. Daripada ghibah mending mikirin ide buat nulis blog ya mba :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya MBa Wuri.. nambahin dosa. Tapi kadang ga kerasa... tahu-tahu sudah ngomongin banyak

      Hapus
  2. SR di forgos termasuk nggak ya?
    *eh

    Doh, smoga aku bisa segra insyaf.
    Aamiin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi. Kurang paham deh Mba, tapi kalau kata suamiku termasuk.. sering banget diingetin buat ga baca2 berita hosiphosip :D

      Hapus