Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hadapi MEA dengan MEA

Hadapi MEA dengan MEA. credit sundanestech.coid

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah dimulai sejak tahun 2015 dan sampai sekarang masih menjadi topik hangat yang dibicarakan banyak orang.  MEA yang dalam bahasa mudahnya adalah perdagangan bebas antar negara anggota Asean tentu akan mempunyai imbas besar dalam perekonomian Indonesia.
Menghadapi berbagai tantangan MEA ke depan, masyarakat Indonesia dituntut untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing. Selain itu, pada pelaku usaha seperti UKM pun harus siap untuk meningkatkan mutu produknya demi bersaing dengan produk dari negara lain.
Bagi saya sendiri, terkadang merasa was-was dengan adanya MEA ini. Ditengah banyaknya masyarakat yang tidak bekerja (baca: pengangguran) mereka harus bersaing dengan tenaga kerja dari negara ASEAN lainnya. padahal jika melihat di sekeliling terutama di tempat kelahiranku di pelosok Wonosobo sana, masyarakat umumnya masih belum melek pendidikan. Bagi mereka, hidup adalah sekolah cukup sampai kelas 6 SD lalu merantau ke ibu kota dan kota besar lainnya. sebagian lainnya memilih untuk menjadi kuli bangunan, kuli angkut di pasar, atau menikah sebelum usia matang.
Hm... bisa jadi kondisi ini tidak hanya terjadi di kampung halaman saya, tapi juga di berbagai wilayah di Indonesia terutama daerah terluar. Sanggupkah kita menghadapi MEA? Terutama bagi Ibu rumah tangga seperti saya yang tengah merintis bisnis? Bagaimana dengan mereka di pelosok? Bagaimana dengan ini dan itu? Ah, sudahlah... pusingnya lebih dari rutinitas awal bulan membagi jatah belanja bulanan dalam pos-pos yang sudah tersedia.
Bagaimana kita menghadapai MEA?

MEA (MEndekat Allah Saja)_meminjam istilah pak Saptuari Sugiharto.

Mungkin terlalu mengada-ada menyambungkan hal ini dengan MEA tapi dalam kacamataku, seseorang yang siap menghadapi MEA tidak hanya butuh berbagai macam skill tapi yang paling utama adalah mental/karakternya. Seseorang yang religius diharapkan akan lebih kuat mental dan karekternya.
Semoga saya bisa benar-benar menerapkan ini dalam hidup, termasuk dalam menghadapai MEA sehingga bermental kuat untuk menghadapai berbagai masalah ditengah arus komunikasi dan ekonomi yang semakin berkembang.

Belajar Bahasa Inggris (Lagi)

Malu sebenarnya mengakui saya seorang lulusan Sastra Inggris. Entahlah, bisa dibilang masuk jurusan ini bukan karena benar-benar ingin menguasai Bahasa Inggris tapi karena tidak ada pilihan lain dan saat melingkari prodi pilihan di formulir SPMB seperti menghitung kancing baju karena tidak ada bayangan tentang masing-masing jurusan yang ada di PTN pilihan. Sudahlah, sudah pernah kuceritakan bahwa dulu sampai harus Mundur SelangkahUntuk Melesat Maju.
Intinya, menjelang lulus kuliah malah getol sekali mempelajari jurnalistik dan menulis fiksi. Setalah lulus aku pun mendapat pekerjaan tetapi  tidak sesuai bidang keilmuan lalu resign karena menikah. Praktis setelah itu hampir tidak pernah berinteraksi dengan english kecuali percakapan ringan bersama suami.
Jadi, menghadapi MEA artinya setiap orang bisa lebih mudah bekerja di negara tetangga yang tentunya menggunakan bahasa pengantar Bahasa Inggris, bukan bahasa negara masing-masing. Tentunya jika bisa berkomunikasi dengan bahasa internasional ini akan lebih meningkatkan kesempatan bersaing.

Terus berkreasi dan Inovasi

Ibu rumah tangga harus melek teknologi dan informasi agar ia bisa memahami dunia anaknya dan mendidik dengan cinta. Seorang blogger pun harus senantiasa mengikuti perkembangan dan trend, agar bisa memberikan informasi menarik kepada banyak orang.
Bagaimana dengan pebisnis? Tentu mereka pun dituntut untuk terus berinovasi dan berkerasi agar bisnisnya bisa diterima oleh masyarakat internasional. Pun dengan bisnis yang tengah dirintis oleh kami bertiga kakak beradik dalam bidang crafting. Jika selama ini kami hanya memproduksi souvenir dan kreasi lainnya dari bahan kain flanel, pita satin, dan paper quilling untuk konsumsi dalam negeri semoga bisa terus meningkatkan produk agar bisa berlaga di kancah internasional.
Bagaimana? Kamu sudah siap hadapi MEA? Sharing yuk, apa saja yang sudah teman-teman lakukan?. 

4 komentar untuk "Hadapi MEA dengan MEA"

  1. wah serem juga ya Mbak. Nggak usah jauh-jauh deh, sebelum bicara persaingan antar negara ASEAN sebetulnya generasi kita sudah sedikit tertinggal dibanding generasi Z. Mungkin kita memang perlu meningkatkan kualitas diri, mulai belajar lagi. Aku juga malu Mbak, bisanya reading aja. Kalau listening apalagi writing masih beuuh.. jongkok *lalu merenung*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba.. bener2 kudu upgrade diri sendiri nih :)

      Hapus
  2. Setuju banget Mbak. Hadirnya MEA bukan cuma soal pertukaran barang dagang atau jasa tapi juga merembes ke budaya. Kalau kitanya gak kuat dengan budaya dan agama kita, bisa-bisa kita malah terwarnai oleh pendatang dari luar negeri. Yang paling pertama disiapkan adalah karakter, setelah itu baru skill :)

    Salam kenal Mbak Arina, jika ada waktu luang mampir juga ke blog saya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga...

      sudah berkunjung.. blog dan tips nulisnya keren2 :)

      Hapus