Roadtrip Balik Mudik Semarang - Denpasar

Daftar Isi

 

Roadtrip balik mudik Semarang Bali

Rasa enggan untuk kembali ke perantauan biasanya menghantui orang-orang yang tengah mudik. Mau balik mudik tuh berat, karena baru beradaptasi lagi dengan suasana di kampung halaman, belum habis rasa rindu pada keluarga, enggan harus mengulangi lagi rutinitas packing dan melakukan perjalanan jauh. Tetap saja semua prosesnya harus dijalani dengan penuh kesadaran.

Berat... sekali harus meninggalkan kembali bapak mertua yang tengah sakit dan ibu mertua yang sering kecapaian merawat beliau. Sementara beliau juga berharap anaknya bisa segera mutasi ke Jawa, sehingga lebih dekat dengan keluarga.

Tak hanya itu, beratnya balik mudik juga karena fisik yang belum sepenuhnya pulih dari capai, harus kembali diforsir. Bismillah, hanya bisa mengusahakan sebaik-baiknya.

Mampir ke Benowo, Surabaya Barat

Saat balik, secara umum kami sudah lebih enjoy. Saya bisa tidur khususnya di jalan yang masih saya kenal. Di luar itu, tetap ada beban mental ketika melewati jalan yang belum pernah dilalui. Fisik juga sebenarnya masih belum sepenuhnya prima.

Sebenarnya kami tidak membuat itinerary yang fix, serba menyesuaikan keadaan apalagi karena membawa anak-anak. Kami hanya berniat akan mampir ke Surabaya dan Kalibaru (Banyuwangi) jika waktu dan hal lainnya memungkinkan. Mumpung pakai mobil ini, kita manfaatkan buat banyak silaturahmi, gitu mikirnya.

Alhamdulillah akhirnya bisa terlaksana juga mampir dulu ke Benowo, Surabaya Barat. Keluar dari Benowo sudah ba'da Maghrib yang awalnya rencana hanya sampai jam 5. Begitulah, kalau ketemu saudara dan ngobrol gayeng jadi lupa waktu. Belum lagi memang jalanan yang macet sehingga memakan waktu lebih lama untuk sampai lokasi.

Istirahat dan Makan Malam di Rest Area KM 754 Sidoarjo 

Dari Benowo menuju tol memakan waktu yang cukup lama karena jalanan macet dan beberapa ruas jalan sempit. Ditambah banyak truk yang lalu lalang di kawasan industri. Sepanjang jalan sambil mengamati warung makan cari buat makan malam, tapi tak kunjung dapat yang pas. Akhirnya kami putuskan untuk makan malam di rest area, lagi-lagi sesuai rikues si Kakak, menu dari resto favoritnya.

Rest area KM 754 Sidoarjo ini terbilang luas dengan tenant yang beragam, hampir mirip di mall. Mulai dari kopi kekinian sampai resto semacam HokBen, Subway, dll. 

Gerai lokal pun beragam, tinggal pilih sesuai selera. Saking luasnya, ada area ruko yang kosong. Beberapa mobil memilih untuk parkir di area ini dan penumpangnya tidur beralaskan tikar di depan ruko. Ada yang pernah nyoba begini?

Nah, sebenarnya konsep awal mau roadtrip ya semacam ini, bawa tikar, termos, kompor portable, dll biar makin seru. Sayangnya dapat mobil kecil, jadi bagasi hanya muat barang bawaan penting saja.

Perjalanan Surabaya - Kalibaru yang Melelahkan

Jika saat menuju Semarang kami mengambil jalur bus dari Ketapang via Situbondo, maka saat balik kami ambil jalur satunya via Jember - Kalibaru - Banyuwangi. Lagi-lagi, ini jalur yang belum pernah kami lewati sebelumnya.

Terjaga Sepanjang Jalan Surabaya - Kalibaru, Melewati Alas Gumitir

Lagi-lagi saya sengaja membeli kopi supaya bisa terjaga menemani suami. Maklum, selain butuh konsentrasi tinggi karena menyetir di malam hari, pasti juga butuh ngobrol supaya mengurangi kantuk.

Prinsip kami masih sama, setiap 3-4 jam harus berhenti untuk istirahat. Sekadar ke toilet dan gerak-gerak badan, atau suami tidur barang 30 menit.

Namun setelah keluar dari jalan tol dan menuju Kalibaru, kami putuskan untuk tidak berhenti.

Senang rasanya bisa melewati jalan utama di Kabupaten Jember yang biasanya digunakan untuk Jember Fashion Carnaval (JFC). Meskipun sekadar numpang lewat aja, nggak menjelajah Jember dulu.

Selama perjalanan ini, kami mengandalkan Google Map. Maklum, belum pernah lewat dan jalur yang diambil pun berbeda dengan saat berangkat.

Rasa was-was menyelimuti ketika memasuki area Gumitir. Kebayang macam-macam seperti yang ada di cerita-cerita orang gitu loh.. hihi. Padahal penerangan sangat cukup di sepanjang Jalan Nasional 3 ini. Berbeda dengan saat lewat Baluran di mana banyak ruas jalan yang tidak diberi lampu penerang. Dengan medan yang berkelok-kelok dan naik/turun di perbukitan, konsentrasi pun harus makin terjaga.

Kendaraan padat merayap karena sudah banyak trus yang keluar. Berkali-kali kami juga berpapasan dengan bus malam dari arah berlawanan.Setelah berjam-jam mantengin Google map, akhirnya sampai juga kami di kediaman Om, adik bapak mertua yang tinggal di Kalibaru, Banyuwangi. Rumah beliau tak sulit dicari karena persis di belakang stasiun kereta api Api Kalibaru. Alhamdulillah, kami bisa istirahat beberapa jam sebelum melanjutkan perjalanan menuju Bali.

Berebut Jalur di Dermaga Pelabuhan Ketapang

Pukul 8 pagi, setelah bebersih dan sarapan, kami menuju Ketapang. Prediksi perjalanan Kalibaru - Ketapang kurang lebih memakan waktu 3 jam. Sayangnya jalanan padat sehingga waktu tempuh menjadi lebih lama. Pukul 12 siang kami masuk pelabuhan Ketapang. 

Ekspektasi kami, pengaturan kendaraan yang akan menuju kapal seperti di Pelabuhan Gilimanuk. Ternyata, lebih semrawut. Entah karena sudah tidak masuk agenda lebaran, atau memang biasanya juga seperti itu. 

Kendaraan berebut jalur untuk menuju dermaga, tidak menggunakan sistem buka/tutup dan dibatasi tiap beberapa kendaraan sehingga yang datang belakangan bisa saja langsung meluncur. Pemotor ke sana - kemari mencari dermaga yang buka. Terlihat memang hanya sedikit petugas yang berjaga.

Setelah sekian lama antre sambil menahan dongkol karena kendaraan yang datang jauh setelah kami malah bisa masuk kapal duluan, akhirnya kami naik kapal juga. Kapal terisi penuh, penumpang berjejalan di dek dan di kursi penumpang. Penyeberangan kali ini lebih lama dari biasanya, Alhamdulillah sandar dan turun kapal dengan selamat. Setelah itu kami cari masjid untuk istirahat, shalat dan makan siang yang terlambat.

Bersaing dengan Truk di Jalur Gilimanuk - Denpasar

Kurang lebih pukul 3 sore kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Denpasar. Prediksi kami, sore sudah bisa sampai rumah sehingga malamnya bisa full istirahat dan esok pagi pak suami bisa kerja, anak-anak bisa sekolah. Qadarullah semua serba molor dari rencana. Kami terlambat berangkat dari rumah saudara di Kalibaru karena berbagai hal, macet di pelabuhan, lalu macet di beberapa titik jalan Gilimanuk - Denpasar. Niat ingin mampir ke Medewi, ke rumah teman blogger Bali pun batal karena sudah kesorean.

Jalan Gilimanuk - Denpasar ini memang sering macet khususnya saat peak season. Beberapa titik juga berkelok dan naik/turun. Tambahan lagi, saat kami balik mudik, larangan truk beroperasi selama lebaran telah dicabut. Otomatis kami harus "bersaing" dengan truk-truk besar yang keluar kandang setelah 10 hari ngendon di garasi.

Sudahlah berbagi jalan dengan truk, ramai pemudik balik ke Bali, medan jalan berkelok dan naik/turun, makin lama lah perjalanan kami. Masih ditambah terkena macet buka/tutup jalur akibat ada truk tronton yang mogok di tanjakan di Kabupaten Tabanan.

Badan yang makin capai, harus mencairkan suasana di dalam mobil supaya anak-anak tidak bosan (mulai dari "ngecuprus" ngajak mereka ngobrol, ngajak nyanyi, cerita ini-itu, dll), juga bertahan untuk terjaga menemani suami, benar-benar ujian fisik dan mental. 

Akhirnya saya meledak juga saat di pom bensin. Tiba-tiba anak-anak minta ke toilet. Kami pun mencari pom bensin terdekat. Namun si Kakak berdua tak mengindahkan instruksi untuk saling jaga khususnya di dalam toilet. Mereka tahu-tahu "ngunyur" semaunya sendiri meskipun sudah diperingatkan untuk menunggu sebentar. Belum lagi urusan lain yang bikin emaknya dongkol. Fyuuuh! Anak-anak belum tahu gimana orang tua khawatir saat mereka di luar pandangan di tempat umum. Belum lagi si Ayah yang juga menahan emosi karena lelah, kaki "njarem" terlalu lama injak gas/rem, ingin segera sampai, tapi kondisi jalanan dan penumpang di luar prediksi.

Sampai dengan Selamat, Kembali ke Rutinitas

Menjelang pukul 11 malam akhirnya kami sampai di rumah. Lega, bersyukur telah sampai rumah dengan selamat, senang telah berhasil roadtrip Bali - Jateng untuk pertama kali, juga ciut melihat banyaknya barang yang harus di-unpack dan tumpukan cucian kotor. Hahaha. Belum lagi pak suami yang harus segera mengembalikan mobil dan esok paginya masuk kerja. Anak-anak pun seharusnya sudah masuk sekolah. Subhanallah.... Nikmat!

MasyaAllah tabarakallah, semuanya berkat kuasa dan perlindungan Allah. Ternyata roadtrip meskipun hanya sekadar mudik memang seberat itu. Namun semuanya terbayar dengan kebersamaan bersama keluarga.

Sekarang telah kembali ke perantauan, saatnya menghadapi kenyataan eh rutinitas harian seperti biasanya.

Ketagihan Roadtrip

"Bunda.. ayo kita pulang ke Mbah lagi, naik mobil," kata si Kecil berselang 3 hari setelah sampai Denpasar lagi.

Saya tertawa. Rupanya anak-anak menikmati perjalanan roadtrip ini dengan segala dramanya. Semoga Allah mampukan kami punya mobil sendiri yang bagus dan nyaman, supaya lebih mudah untuk mudik. Aamiin.

Terima kasih telah membaca curhat random ini. 

Semoga bermanfaat,

Salam.


Posting Komentar

Link Banner Link Banner Link Banner Link Banner Link Banner Intellifluence Logo Link Banner