Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Viral karena Keburukan, Yay or Nay?

menjadi viral di Indonesia

Masih viral bin hangat kasus KDRT yang menimpa istri dari pasangan selebritis of the year, sekelebat muncul tulisan seorang istri yang pernah mengalami hal serupa di pernikahan pertamanya.

Beliau menceritakan sekilas bagaimana beliau bertahan setiap hari menjadi samsak dan luapan amarah suaminya. Membaca kisahnya yang tragis itu membuat hati ikut perih dan geram. MasyaAllah, beliau akhirnya berani speak-up kejadian tersebut setelah kurang lebih 2 tahun melewati masa -masa trauma.

Cerdas, beliau tidak memilih untuk menceritakan semuanya di media sosial. Beliau akan menulis novel agar kisahnya hanya dibaca oleh orang-orang yang tertarik dan membutuhkan pencerahan dari kisah hidupnya yang lolos dari KDRT tersebut.

Muncul pula kasus viral di Indonesia lainnya yang membuat jagad maya Indonesia terasa semakin sesak. 

Membahas soal viral, pasti orang yang aktif di media sosial banyak yang berharap untuk bisa viral untuk meningkatkan performa akun medsos-nya, juga sebagai jalan mulus mendapatkan penghasilan.

Mau Viral di Indonesia karena Hal Negatif?

“Bul 'alaa zamzam fatu'raf”

“kencingi sumur zamzam maka engkau akan terkenal," begitu ungkapan sebuah pepatah Arab yang telah lama kita dengar.

Rupanya, "rumus" ini juga sangat berlaku di media sosial khususnya di Indonesia. Siapa yang nyeleneh, beda dari yang lain, atau membuat kontroversi maka dia akan serta-merta menjadi buah bibir warganet dan (mungkin) seluruh penduduk Indonesia khususnya yang menonton televisi dan mengakses internet. Terlebih selebriti, yang hidupnya seringkali tak lepas dari gimmick-gimmick dan settingan supaya tetap mengudara di kancah entertainment. Seakan-akan media menyediakan panggung untuk mereka dan menjadikannya makin terkenal. 

Berbeda dengan hukuman sosial di Korea, misalnya. Public figure di sana sangat menjaga image di depan publik. Jika ada yang melakukan kesalahan hingga mencemarkan nama baik, pihak management dan production house/TV tak segan-segan untuk memasukkan namanya ke dalam daftar hitam. Karirnya seketika hancur.

Agak miris ya, di Indonesia ada artis keluar dari tahanan karena sebelumnya terkena kasus pelecehan pun tetap dielu-elukan meskipun akhirnya di-blacklist juga.

Karakter orang Indonesia memang kebanyakan pemaaf. Ketika seseorang melakukan kesalahan hingga menghebohkan se-Indonesia raya, kalau sudah minta maaf pasti banyak yang lupa. Muehehehe.

Ingat, Jejak Digital tak Mudah Hilang

Jejak digital itu kejam, Jendral! Seseorang bisa saja menguliti kita termasuk segala bobrok-bobroknya dari masa lalu sampai masa sekarang jika semua hal kita sebarkan ke publik melalui medsos.

Allah saja menutupi aib kita, kenapa harus mengumbar di medsos?

Viral memang ada rumusnya, dan yang paling ampuh biasanya adalah yang kontroversi. Namun tetap berhati-hati, alih-alih viral bisa mendongkrak performa di dunia maya, bisa-bisa malah keciduk aparat pasal UU ITE.

Saring sebelum Sharing 

Rumus saring sebelum sharing harus selalu diterapkan saat "nyemplung" ke dunia maya apapun medianya. 

Jangan sampai karena ingin mengejar keviralan, hal-hal tak senonoh dipertontonkan. Menyaring mana yang pantas untuk dibagikan ke khalayak, mana yang seharusnya hanya menjadi pembicaraan privat, harus dilakukan sebelum ada hal-hal yang tak diinginkan. 

Viral karena Prestasi Jauh Lebih Berarti

Viral karena hal buruk, konten prank alias ngerjain orang, kontroversi, menjadi tema yang disukai oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Tak heran prank menjadi sarana paling mudah yang biasanya dilakukan orang untuk membuat konten di YouTube atau di platform lain.

Saya pribadi sangat tidak suka dengan tayangan prank bahkan sejak masih di TV, saat YouTube belum menjamur seperti sekarang. Seingat saya dulu ada tayangan "Sup*rtrap* yang berisi video menjahili orang lain dengan berbagai cara, tayangannya sering bikin jengkel dan tak jarang ditegur oleh KPI. 

Nah, Ibu-ibu Indonesia kemarin lusa habis kena prank juga kan, sama si Couple of The Year?! Ups.

Well, alih-alih menjadi viral karena Keburukan kita, lebih elok jika dikenal karena prestasi yang diraih, karena hal yang menginspirasi, karena karyanya, dll.

Sebelum melakukan sesuatu, seyogyanya kita juga mengingat bahwa apa pun yang kita lakukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Ibarat petani yang biasanya memilih bibit yang baik untuk mendapatkan hasil panen yang baik pula, begitulah kita. Jika yang kita tanam adalah kebaikan, maka berlipat kebaikan yang kita dapatkan. Sebaliknya, jika yang ditanam adalah keburukan, begitu pula yang dituai. Sekecil apa pun perbuatan akan tetap ditimbang menjadi amal baik/buruk.

Jadi, masih mau viral karena Keburukan? Saya sih Big No

Semoga bermanfaat,

Salam,

Posting Komentar untuk "Viral karena Keburukan, Yay or Nay?"