Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenangan Idulfitri 1441 H, Lebaran di Bali saat Pandemi Covid-19

Kenangan Idulfitri 1441H, tahun 2020, Lebaran di masa pandemi covid-19

Ramadhan dan idul fitri 1441 H, menyisakan banyak kenangan di memori kita. Mulai dari pandemi yang diharapkan segera berlalu tapi masih betah menjajah, meningkatnya kasus covid-19, juga berbagai hal yang baru pertama kali kita alami. Bekerja dari rumah untuk para pekerja kantoran, belajar di rumah dan melakukan sekolah online, juga beribadah di rumah karena tempat ibadah rawan menjadi tempat berkumpulnya banyak orang dan dikhawatirkan menjadi klaster penyebaran virus corona. Rasanya sangat aneh tetapi juga harus kita lalui dan sebisa mungkin beradaptasi. 
Bismillah, meskipun sudah sebulan berlalu, saya mencoba untuk menyimpan kenangan lebaran saat pandemi. Mumpung masih bulan syawal walau sudah di ujung bulan. 

Idulfitri tahun 2019, di komplek tempat tinggal saya yang mayoritas pendatang, suasananya sangat sepi. Hanya tersisa 3 KK yang masih bertahan dan merayakan lebaran di sini. Rasanya trenyuh karena setelah selesai melaksanakan shalat id di lapangan, kami tak melakukan aktivitas silaturrahim dari satu rumah ke rumah lain sebagaimana yang biasa dilakukan di Semarang dan di Wonosobo. Hanya ada beberapa orang dan dilanjutkan dengan roadshow ke kenalan dan saudara jauh yang tinggal di Bali juga. 

Komplek Cukup Ramai karena Warga tidak Mudik

Lebaran tahun 1441 H ini, komplek rumah ramai karena semua penduduknya tak bisa mudik. Jika memaksa untuk mudik ke Jawa atau ke daerah lain, akan mendapat kesulitan saat kembalinya ke Bali nanti. Jadi masing-masing mematuhi anjuran pemerintah setempat untuk tidak mudik. Hanya tetangga yang kampungnya di Bali yang bisa mudik.

Jika biasanya malam takbiran sangat sepi, tahun ini justru ramai. Warga di gang sebelah menyalakan pengeras suara dan menyetel rekaman takbiran. Malam itu juga mereka bekerja bakti menyiapkan tempat untuk salat id dan pernak-pernik untuk merayakan lebaran.

Saya hanya di rumah menyiapkan menu lebaran. Ah ya, saya hanya masak seekor ayam pejantan ukuran sedang untuk dijadikan opor dan menggoreng kerupuk sebagai pelengkap. Bumbu opornya saya gunakan bumbu instan yang sudah sangat mainstream di kalangan ibu-ibu. Tahun ini rasanya enggan sekali menggerakkan badan untuk menyiapkan menu lebaran. Maka saya pun memesan ketupat dan sambal goreng kentang hati ayam. Meskipun kemudian pesanan saya yang datang lontong, bukan ketupat karena si Ibu salah merekap.

Supaya makin terasa suasana lebaran, saya pun menyiapkan kue kering. Hanya nastar dan putri salju, pesan di seorang adik kelas yang tinggal di Sukoharjo. Pesan kuker ini pun sudah mendekati idulfitri, karena awalnya tak terpikir untuk menyiapkan. Alhamdulillah kukernya datang lebih awal dari perkiraan jadi bisa kami buka saat lebaran. 

Pertama dalam sejarah, Salat Id di Rumah 

Warga komplek sudah menyiapkan tempat untuk salat idulfitri berjamaah, rencananya akan dihadiri warga 2 gang karena tidak memungkinkan mengumpulkan lebih banyak orang. Tempat relatif sempit, sedangkan kegiatan harus tetap mengedepankan physycal distancing dan protokol kesehatan lainnya. Awalnya kami berniat untuk salat di sana juga. Namun si Kecil yang sudah bangun sejak subuh malah kembali tidur. Si Kakak yang bangun belakangan ogah-ogahan disuruh mandi. Tiba-tiba si Ayah merasakan perutnya yang tak nyaman dan bolak-balik ke kamar mandi. Hujan pun turun. 

Fyuuuh! Akhirnya kami putuskan untuk salat berjamaah di rumah. Ayah sebagai imam, saya sebagai makmum diikuti si Kakak dan adik yang tumben kompak diam saat salat. Tak ada khutbah idulfitri. Kami sama-sama terdiam merasa trenyuh dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

Selepas salat dan makan, kami keluar rumah untuk bersalaman ala pandemi covid-19 *ups. Alhamdulillah... justru di tengah pandemi ini kami merasakan lebaran serasa di kampung halaman meski tak bebas untuk berkunjung. 

Kami hanya berjalan dari satu rumah ke rumah lain untuk saling bermaafan. Anak-anak senang karena mendapat banyak angpao. Kami pun senang karena kali ini lebaran banyak teman di rantau. Oh ya, dapat bonus foto keluarga di photobooth yang dibuat warga komplek sebelah yang super kompak.

Menyimpan kenangan foto bersama keluarga saat lebaran masa pandemi covid-19

Lebaran tak Ada Open House

Ya, itulah lebaran tahun 2020 saat pandemi yang sudah kita lewati. Kita terpaksa tidak open house dan menerima tamu. Beberapa rumah masih menerima tamu, tentu dengan tetap menjaga jarak. Jika Temans mengernyitkan dahi kenapa kami seberani itu? Adalah karena di sini zona hijau covid-19 dan mayoritas warga taat menjalankan protokol. Ada lah ya tetap yang ngeyel, tapi jumlahnya lebih sedikit dibanding yang taat aturan. 

Tahun ini kami tak mengunjungi guru ngaji, saudara, sahabat, dan yang kami kenal di sini. Kami menghabiskan waktu di rumah. Hanya menerima tamu saudara sepupu suami yang juga tinggal di Bali. 
Undangan untuk makan gulai bersama-sama seperti tahun kemarin dari seorang sahabat kami tolak dengan halus. Kami masih belum berani untuk pergi jauh selain hanya di sekitar wilayah tempat tinggal. Lebih-lebih menurut informasi, daerah sahabat saya itu adalah zona merah covid-19.

Silaturrahmi Virtual 

Selepas salat id kami menyantap lontong opor lalu melakukan video call dengan keluarga di Jawa. Bagi kami, cara ini bukanlah cara baru karena tahun sebelumnya pun sama. Kami merayakan lebaran di Bali, sementara keluarga besar semuanya di Jawa. 

Namun bagi sebagian besar orang, silaturrahmi virtual ini adalah hal baru yang sebenarnya mengesalkan. Sudahlah boros kuota internet, kurang efektif apalagi jika sinyal buruk, dan tetap tak bisa menggantikan pertemuan langsung. Setidaknya sudah menjadi sedikit pengobat rindu sampai waktu aman untuk bertemu. 

Alhamdulillah, satu bulan pasca idulfitri kita lalui dengan banyak ‘drama’. Namun hidup terus berjalan. Saya kesal dengan orang-orang yang menganggap new normal adalah back to normal, kembali beraktivitas seperti sebelum pandemi. Juga mereka yang menganggap pandemi hanyalah konspirasi.

Idulfitri 1441 H, Mei 2020. Lebaran bersejarah yang akan menjadi cerita hingga ke anak-cucu kelak. Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Mari kita lanjutkan hari dengan optimis. Semoga kita dipertemukan kembali dengan ramadan dan idulfitri tahun depan. Aamiin. 

Semoga bermanfaat,
Salam, 

Posting Komentar untuk "Kenangan Idulfitri 1441 H, Lebaran di Bali saat Pandemi Covid-19"