Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menu Lebaran Khas Keluarga Kami

Menu Lebaran khas keluarga Wonosobo


Ngomong-ngomong soal menu lebaran yang biasa kami santap setelah salat idulfitri, membuat hati terasa mencelos seketika.  Tahun kemarin kami merayakan lebaran di Bali, dan baru mudik setelah suami mendapat jadwal cuti kurang lebih sebulan setelah hari raya. Saya pun mencoba menyiapkan hidangan idulfitri seperti yang biasa disantap di kediaman mertua di Semarang, ketupat dan opor ayam.

Tahun ini, karena adanya larangan mudik, tentu kami tidak mudik. Rasa rindu bertemu keluarga harus kami simpan dalam-dalam, berharap bisa bertemu kembali dalam kondisi semuanya sehat dan sangat baik. Aamiin.

 

Menu Lebaran Kami Bukan Opor dan Ketupat

“Ketupat lebaran dengan sayap opor ayam

Disantap sepulang dari shalat idul fitri

Untuk kakek dan nenek, tetangga, sahabat

Senangnya, Subhanallah sungguh nikmat

Ketupat lebaran dengan sambal goreng hati

Tersedia di meja sepulang dari shalat

Memang sedap dan enak dan gurih

Cobalah ketupat, Alhamdulillah sungguh nikmat”

 (Lirik lagu ‘Ketupat lebaran’ dipopulerkan oleh Tasya Kamila)

Biasanya, menu lebaran yang paling khas di Indonesia adalah ketupat, dengan opor ayam dan sambal goreng hati, seperti lagu yang dinyanyikan oleh Tasya di atas. Namun di desa kami, di kaki gunung Bismo di pelosok Wonosobo sana, kami merayakan idul fitri tanpa ketupat dan opor ayam. Sebagian warga mungkin membuat opor ayam dan ketupat, tapi bukan itu menu yang menjadi tradisi.

Menu istimewa kami adalah gulai daging sapi, dan sebagian daging sapi khas dalam dibuat semacam bistik, dengan paduan rasa gurih dan manis. Pelengkapnya, umumnya ada sayur pecel, sambal goreng tahu, rempeyek teri, dan khusus di keluarga kami biasanya ada menu istimewa yang disuka banyak orang, lodeh kacang merah pedas. Terkadang pula banyak keluarga yang menyediakan lauk lain seperti ikan tongkol, ayam, serundeng, dll. Maklum, bagi kami orang desa, kami bisa makan dengan istimewa hanya saat idulfitri.

Sambil menuliskan ini air liur saya mengalir deras dan pikiran mengembara mengingat saat hari raya idulfitri dan kami disibukkan dengan menyiapkan aneka menu itu. Di sini saya tidak akan membahas resepnya karena urusan perdagingan hanya dipegang oleh mamak. Anak-anaknya hanya membantu menyiapkan menu lain.

Daging sapi biasanya dibeli dengan patungan sapi. Namun karena punya pengalaman buruk dengan patungan daging sapi, mamak memilih untuk membeli daging sapi ke pasar. Untuk idulfitri memang harus menyiapkan banyak makanan karena banyak sekali tamu yang berkunjung untuk bertemu bapak.

Biasanya di hari H kami sudah terjaga sejak pukul 3 pagi, menyiapkan ini-itu termasuk stoples-stoples yang kami isi dengan snack dan kue kering lalu ditata sedemikian rupa di atas karpet yang sudah dibentangkan di lantai.

Setelah ziarah ke makam simbah, bakda subuh kami sudah harus berkutat di dapur. Salat idulfitri yang dilaksanakan di masjid depan rumah membuat kami lebih mudah untuk datang mepet waktu_meskipun harus rela mendapat shaf di halaman rumah tetangga_.

Setelah salat harus segera buru-buru bersiap untuk menerima tamu dan mengidangkan menu yang sudah tersedia. Oh ya, biasanya untuk pagi hari mamak menyiapkan menu daging sapi dan ikan tongkol masak pedas khusus untuk bapak dan adik yang tidak menyukai daging sapi. Pelengkapnya, cukup sederhana hanya dengan sayur rebus untuk lalapan dan irisan timun. masyaAllah... menu lebaran yang bagi orang lain mungkin sangat biasa, tapi bagi kami sungguh nikmat apalagi ketika bisa menyantap bersama-sama.

 

Aneka macam jajajan saat lebaran di kampung

Aneka Snack Terhidang di Stoples

Tradisi yang cukup unik di sana adalah setiap rumah menyediakan jajanan lebaran di stoples-stoples klasik. Isinya tak hanya seputar nastar, putri salju, kastengel dan kue kering lainnya.ada rempeyek, rengginang, opak ketan, keripik tempe, keripik pisang, kwaci, kue semprong, telur gabus, pangsit, wajik, dan sederet jajanan lainnya.

Jika silaturrahmi daru rumah ke rumah, dijamin pulangnya akan kekenyangan karena makanan. pertama karena tak enak hati menolak makanan yang dihidangkan, alasan lainnya juga karena penasaran dengan menu yang tidak ada di rumah atau tidak ditemui di rumah yang sudah dikunjungi.

MasyaALlah, idulfitri di kampung halaman memang selalu menyisakan kenangan yang dalam. Menu-menu yang tersaji saat lebaran selalu istimewa di hati.

Semoga kita bisa sampai garis finish di bulan Ramadhan ini dan menjadi pribadi yang bertaqwa. Aamiin.

Semoga bermanfaat,

Salam,


4 komentar untuk "Menu Lebaran Khas Keluarga Kami"

  1. waah, sama dg aku mbak....jam 3 pagi ibu biasanya udah bangun, padhal baru tidur jam 12 an malam memastikan korden udah terpasang dengan benar, memastikan sprei dan sarung bantal udah sesuai, memastikan toples di meja udah pas susunanya....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak... sama banget ya Allah.. :D jadi makin kangen lebaran di kampung halaman nih :)

      Hapus
  2. Aku ga jago masak mba dan sbnernya ga suka masak. Tpi tetep maksain masak. Kalau untuk lebaran yang biasa masak menunya itu pak suami hihihi. Soalnya sayang kan beli daging mahal-mahal tapi gagal rasanya gara2 aku yg masak. Jdi mending pak suami aja yang masak karena dia seneng masak hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sejak tinggal sendiri nggak ikut mertua, aku jarang banget masak daging. Selain pertimbangan harga, nyoba masak beberapa kali gagal, jadi palingan masak opor ayam pake bumbu dasar atau bumbu instan 😁😁

      Hapus