Menata Kembali Resolusi 2018
Daftar Isi
Bismillahirrahmanirrahim,
Penghujung Januari, saya malah ingin merevisi beberapa resolusi 2018 yang
sudah sebagian saya tuliskan. Kebetulan juga sesuai dengan tema #ArisanGandjelRel yang diadakan oleh komunitas Blogger Gandjel Rel kesayangan. Kali ini yang dapat arisan adalah si Mbak
kantoran Lestari yang akrab disapa
Taro dan yang sering bikin envy sama kisah jalan-jalannya.
Pertama, Menyiapkan diri dan
mental untuk hidup merantau di luar pulau
Iyes! Saya berencana untuk
pindah mengikuti suami yang ditugaskan di Bali. Ini sebenarnya kejutan di
pertengahan bulan Januari. kejutan yang membuat saya bengong, speechless antara percaya dan tidak. ya, selama ini selalu berdoa
jika suami mendapatkan pekerjaan lain, semoga cukup di Jawa syukur bisa di
Jateng supaya lebih dekat dengan orangtua. Namun ternyata takdir berkata lain.
Maka PR saya adalah untuk menyiapkan diri saya yang belum pernah merantau
jauh dari keluarga apalagi sampai luar pulau. Apalah kalau dibandingkan antara
Wonosobo – Semarang, yakan?.
Tak hanya menyiapkan diri sendiri, saya juga harus memikirkan masak-masak
mengenai dua balita yang harus kami bawa serta. Sebenarnya anak-anak adalah
penghibur sepi bagi kakek neneknya di Semarang. Namun tak tega jika kami menitipkan
si kakak yang aktif kepada Mbahnya, apalagi tanggung jawab pendidikannya adalah
di tangan kami. Mohon doanya semoga kami bisa bersabar dengan Hasna dan Hasna
pun bisa menemukan ritme yang lebih nyaman buat semua. Aamiin...
Sebenarnya, membayangkan merantau bersama dua balita dan suami yang
bekerja dari pagi sampai petang sudah membuat saya ketar-ketir. Namun, sebagai istri tentunya (jika memungkinkan)
membersamai suami itu lebih utama. Dan lagi, saya melihat teman-teman saya yang
memiliki anak lebih dari 2 pun bisa sukses mendidik anak-anaknya di perantauan.
Tentu bukan hal yang mudah, namun semua ada masanya dan badai pasti berlalu. Aamiin...
Kedua, saya harus belajar gaya
hidup minimalis
Saya termasuk orang yang sering merasa sayang ketika akan membuang
barang-barang tertentu apalagi yang saya anggap memiliki kenangan. Alasan yang
sentimentil! Namun begitulah kebanyakan perempuan (((nyari pembenaran))).
Ingin beres-beres kamar ala konmari, saya belum sanggup. Huhu... T.T ya
gimana dong, ada kertas cantik alias paper
doily saat dapat nasi kotak aja senangnya minta ampun dan kalau masih
bersih buru-buru mengamankan untuk props
foto-foto. Nahloh! Maafkan mamak yang sedang demen ngoleksi printilan foto dari
barang bekas, ya karena kalau mau semuanya beli modalnya gede, Buk! Untuk urusan
hobi fotografi, sepertinya harus dimulai dari nol lagi karena belum tentu
memungkinkan membawa semua props itu.
Yang jadi PR adalah buku-buku anak yang nggak mungkin minimalis banget. Yeah, padahal koleksi buku anak juga
belum banyak-banyak amat, tapi lumayanlah punya beberapa meskipun belum punya set
buku anak yang keren-keren itu. Hihi.
So, mulai hidup minimalisnya dari urusan sandang dan papan. Nyari rumah
kontrakan yang mungil aja (ini sih sebenarnya alasan ekonomis juga. ahahahah). Trus
punya perabotan rumah secukupnya dan seperlunya saja supaya saat harus pindahan
lagi tidak terlalu ribet memindahkan seabrek
isi rumah.
Untuk pakaian, sepertinya harus meniru Om Mark yang punya selemari baju
tapi warna dan modelnya sama. Hihi. Ya nggak gitu juga kali ya, tapi
benar-benar diminimalkan pakaiannya. Mungkin hanya membawa pakaian rumahan dan
pakaian warna netral untuk bepergian serta sarimbit batik dan setelan kebaya
untuk persiapan jika di sana ada acara formal yang butuh busana nasional.
Tapi, saya masih bingung bagaimana untuk anak-anak. Urusan pakaian, sehari
saja mereka berganti berapa kali. Belum lagi pakaian untuk bepergian, dll. Mainan
yang menggunung, sepeda, dan masih banyak lagi. Hfff... pusing....! hahahah.
Menyiapkan stok permainan anak
Jika saya ikut pindah sebelum Hasna selesai PAUD, artinya sepanjang hari
kami akan berada di rumah bertiga. Ini PR pentingnya karena si kakak yang super
aktif itu. Bagaimana caranya supaya betah di rumah karena pasti kami juga butuh
adaptasi dengan lingkungan terlebih dahulu sebelum membiarkan si kakak bermain
di sekitar rumah.
Masih banyak yang harus kami persiapkan sebelum mengantarkan si Kakak
bisa sekolah TK di sana. Sebenarnya, saya agak gentar dan galau. Tertohok juga
sih, karena sering sesumbar ingin bisa keliling Indonesia untuk traveling namun
begitu dikasih kesempatan untuk merantau ke Bali sudah kebingungan.
Tenang. Bali masih bumi Allah juga, kata teman saya waktu itu.
Benar, tak ada yang perlu ditakutkan jika kita menganggap setiap
rintangan sebagai tantangan yang harus dipecahkan dan teka-teki yang akan
mendewasakan kita.
Well, di manapun berada yang
penting selalu ‘di mana bumi dipijak di situ langit di junjung’.
Doakan kami ya Temans, dan semoga di belahan bumi manapun berada, ukhuwah
itu tetap nyata.
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Aq udah nyoba mengurangi beberapa barang di rumah, sebagian baju yang sudah jarang dipakai, aq bagi-bagi ke sodara di kampung, barang-barang juga sama. yang agak berat timbunan buku, setiap mau bersih2 kok masih sayang haha