Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nunggu Mapan, Kapan Nikahnya?

Assalamu’alaikum, Temans.
Pernah melihat Meme yang berbunyi kurang lebih sebuah ajakan untuk menolak menikah dengan laki-laki yang belum mapan dan ngajak hidup susah karena katanya wanita juga pontang-panting kerja dan orangtuanya pun tidak memberinya hidup susah?



Hm... jujur, saya sangat tergelitik dengan meme tersebut, tapi hanya sebatas diam dan membatin mungkin karena beda cara pandang soal pernikahan saja, sehingga saya pun tak pernah menanggapinya.
Tetiba kemarin seorang teman, adik kelas di kampus lebih tepatnya membuat status yang sehati dengan perasaan saya terhadap meme tersebut. Nih, saya copast-kan dulu ya, silakan dibaca :D 

Lagi Ngehits status di FB yang isinya kurleb "Jangan mau nikah sama laki-laki yang ngajak hidup susah"
Emmm saya rasa tidak ada satu laki-laki solih pun yang mau orang yang dikasihinya hidup bersusah-susah. Kalau saya lebih suka mengatakannya sebagai perjuangan😊. Kalaupun ada yang awal-awal menikah hidup terasa "susah" itu adalah hal yang sangat wajar, biasa, banyak yang mengalaminya. Ga usah baper, ga cuma kamu aja😊
Bukankah kebahagiaan terasa karena pernah merasakan kesedihan?
Bukankah kenikmatan terasa setalah melalui kesulitan?
Bukankah rasa haru datang setelah ujian datang bertubi?
Ga akan terasa nikmat steak 21 kalo kamu belum pernah menikmati kangkung dan pindang goreng jadi lauk sehari-hari.
Ga akan nyaman rasanya naik mobil yaris kalo kamu sebelumnya belum merasakan kesana-kemari naik motor vega R.
Ga akan terasa lapang jika sebelumnya kamu tinggal dipetakan, kemudian bisa mengontrak rumah yang sedikit agak legaan.
Ga usah sedih, semua ada episodenya. Ga akan selamanya Menangis, ataupun tertawa.
Jangan sampai karena yang datang belum mapan, lalu "ga mau diajak hidup susah" jadi alasan penolakan.
Hemmm saya kasih tau sedikit yah, sedikit karena yang saya lalui juga belum panjang. Belum ada apa-apanya, baru pemanasan.
Nikmat itu, ketika menidurkan dua balita sambil bercerita, mengenang bagaimana kalian beruda yang belum punya apa-apa menikah, tinggal dirumah yang tidak ada isinya dan akhirnya sampai beranak dua😂
Jangan takut kalau diajak nikah sama dia yang ga punya apa-apa, jangan khawatir. Bahkan dia yang sudah punya segalanya belum tentu akan membuatmu bahagia dan terbebas dari "hidup susah".
Ahhhhh apa sih susahnya buat DIA memampukan dan mencabut kemampuan hambaNya. Kecillll...bahkan yang kamu jamin dan kamu anggap mapan bisa hilang sekejap saja.
Nikmatnya hidup adalah ketika kamu menjadi penyemangat dan pendamping untuk dia yang belum punya apa-apa. Jadi ketika dia sudah berjaya, ada kenangan dan jejak-jejak lukisan pengabdian dari tangan dan doa-doa kita. (yogie)
Setelah baca tulisan ini pikiran saya melayang ke masa 4 tahun silam, saat bimbang harus memutuskan antara menerima pinangannya atau menolak dan menunggu laki-laki lain datang.
Sebelumnya maaf ya Temans, saya nulis ini bukan bermaksud bikin yang baca baper atau apalah, hanya sekadar berbagi pengalaman. Apalagi ada teman yang curhat dan nggak jauh dari masalah ini juga.



Menerima atau menolak lalu menunggu yang lain datang?
Ya, ini kegalauan yang membuat hari-hariku terasa tak tenang selama beberapa saat.
Sebenarnya keinginan untuk menikah telah ada sejak masih kuliah, pernah berencana untuk ta’aruf atas rekomendasi dari sahabat tetapi orangtua belum mengizinkan maka saya fokus untuk menyelesaikan kuliah. Menjelang lulus kuliah, kakak sepupu mengenalkan dengan temannya tetapi tak ada rasa ‘sreg’ di hati sehingga saya pun menolaknya. Alasan lain sih sebenarnya ingin bekerja dulu setelah kuliah, hihi. Alasan klasik banget.
Dua tahun bekerja meski dengan perjuangan berat jalan kaki pulang-pergi kantor demi ada uang gaji yang tersisa, proposal nikah datang lagi atas rekomendasi seorang teman. Bismillah, saya menerima proposal yang diajukan lebih karena merasa sudah cukup umur dan sudah berkali-kali didesak orang tua untuk segera menikah.
Memang, menikah bukan perlombaan lari dimana yang tercepat dialah pemenangnya. Urusan jodoh adalah rahasia ilahi yang berbeda setiap orang. Ada yang menikah muda langsung sukses, ada yang sampai berumur baru menemukan tambatan hatinya, ada juga yang harus melalui jalan panjang berliku.
Ketika proposal itu sampai di tangan dan membaca nama yang tertera di sana, terbersit kesombongan diri ingin bersuamikan orang yang lebih dari nama itu. Iya, rasanya menolak lalu menunggu pinangan laki-laki lain yang lebih baik darinya.
Tapi kemudian saya berkaca. Sudah benar-benar baikkah diri ini?! Ingin yang bagaimana lagi?! Mau memilih yang seperti apa?! Lalu akhirnya kemantapan hati itu datang setelah istikharah dan memohon petunjukNya berkali-kali.
“Bukankah tidak ada alasan syar’i bagi saya untuk menolak pinangan seorang laki-laki shalih?!” ucapan seorang teman yang menerima perjodohan dari orangtuanya itu terngiang kembali. Dia yang kini telah hidup bersama keluarga kecil dengan dua orang putra, yang dulu mengorbankan masa-masanya demi seorang laki-laki shalih, karena ibadah, katanya.
Ketika kebimbangan kembali datang
Dalam proposalnya, dia menuliskan pekerjaannya sekaligus gaji bulanan. Dalam hati saya meringis, gaji sebesar itu untuk hidup di Semarang pasti mepet bahkan mungkin minus. Tapi bukankah rejeki bisa dicari? Asal mau berusaha sekuat tenaga tak mungkin Allah tak memberi jalan, kataku menguatkan hati.
Ya, manusia hidup butuh uang, karena tubuh butuh makanan, tak hanya cinta. Namun bukankah cinta itu yang bisa menggerakkan energi untuk mengais rejeki yang halal? Tanpa memikirkan malu, memikirkan gengsi, dan tetek bengek lainnya.
Kurang dari 2 bulan menjelang hari-H yang telah ditentukan, dia memberi kabar bahwa usahanya bangkrut dan status pekerjaan serta gaji yang sebelumnya tertera di proposal sudah berubah drastis. Penghasilannya tak tentu bahkan minus. Lewat telepon dia menanyakan apakah akan terus melanjutkan atau akan memutuskan rencana pernikahan itu.
Seperti harus menelan mentah-mentah biji kedondong, eh simalakama. Jika dilanjutkan artinya saya harus menanggung risiko masa-masa awal menikah tanpa kepastian punya penghasilan atau tidak (karena saya juga resign dari pekerjaan dan ikut ke Semarang). Tapi jika putus, bagaimana dengan persiapan yang sudah mulai diurus? Bagaimana dengan reaksi keluarga besar? Bagaimana dan bagaimana...
Akhirnya melalui petunjuk Allah dan diskusi dengan orangtua, saya katakan sejujurnya bagaimana kondisi calon suami saat ini, saya memantapkan hati untuk melanjutkan. Bismillah.. yakin ada jalan, all is well! Harapku saat itu.


Reminder

‘Hidup susah’ di awal menikah itu adalah perjuangan
Harapan untuk memiliki rumah sendiri setelah menikah harus kubuang jauh-jauh karena kondisi keuangan yang belum memungkinkan. Beruntung, bapak dan ibu mertua sangat pengertian dengan kami yang belum stabil. Beliau berdua support apapun yang kami usahakan.
Pernah merasakan tak punya uang sepeserpun?! Sering!
Pernah menangis karena kegagalan?! Berkali-kali! Mulai dari ditipu tengkulak kentang di Wonosobo, mobil pinjaman yang menabrak gapura karena belum mengenal jalan (dan artinya harus keluar biaya berlebih untuk servis mobil), lalu hutang yang diniatkan untuk membantu meskipun sama-sama dalam kondisi kekurangan tapi justru tak jelas dan yang berhutang tak bisa dihubungi lagi, kulakan gamis dan busana muslim lain yang hanya terjual beberapa lembar, klien yang tidak membayar, dan seabrek ‘kenikmatan’ lainnya.
Saya yakin masalah yang kami hadapi itu belum ada apa-apanya dibandingkan banyak pasangan lainnya. ya, kami hanya berbagi bahwa hidup tak selamanya berjalan seperti yang kita inginkan. Ada kalanya kita harus mengalah ada kalanya juga harus berjuang hingga darah penghabisan.
Jodoh memang urusan Tuhan, tapi jangan sampai karena ingin mengharapkan berlian, sebutir mutiara yang telah kita dapatkan justru dibuang dan kita tak mendapatkan apa-apa pada akhirnya. Kapan menikah itu juga sudah ditentukan olehNya, maka saya pun tidak suka dengan pertanyaan ‘kapan nikah?’ karena itu urusan Allah sebagaimana beroleh momongan dan sebagainya.
Bagaimana jika menikah tanpa ada rasa cinta?
Hhmmm... pembahasan ini bakalan panjang sih, karena dalam islam juga disarankan untuk ada rasa ‘sreg’ atau sesuatu yang bisa menumbuhkan perasaan cinta kepada pasangan. Kalau saya artikan rasa klik itu adalah bagian dari rasa cinta, atau sumber tumbuhnya cinta. Kamu punya pendapat lain, Temans?
Semoga bermanfaat, ya.
Dan semoga yang sudah berkeinginan menikah segera dipertemukan dengan belahan jiwanya. Aamiin...
Salam,

24 komentar untuk "Nunggu Mapan, Kapan Nikahnya?"

  1. Justru rezeki lebih lancar mengalir sesudah menikah. :V

    BalasHapus
  2. Wah, justru mapan akan datang setelah nikah, soalnya keuangan lebih tertata. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurutku juga begitu Mba, benar-benar belajar dari 0 mengelola keuangan dll

      Hapus
  3. Setuju sama quote nya. Memang begitu adanya. ^_^

    BalasHapus
  4. Mbaaa..., artikelnya keren! aku juga kepikiran soal meme2 itu. di satu sisi aku setuju bahwa sebaiknya laki2 memang memapankan diri sebelum menikah, tapi kalau memang belum mapan ya nggak berarti dilarang nikah juga kaleee... Trus emang ada yah cowok yg ngajak nikah pacarnya pake kata2 "saya mau ngajak kamu susah sama2" hihihi, ada2 aja. Aku pun duluuu banget pas nikah sama suami dia belum punya apa2 bahkan kerja pun masih part time, tapi karena rasa cinta dan percaya bahwa calon suami berniat baik, punya kemauan keras dan skill yang bisa memapankan rumah tangga, dll, ya aku terima dengan senang hati.

    Lah kok jadi curhat di komen ini, hihihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju sama komen Mba Zata ini :)

      dulu, saya mau nikah sama suami saat dia belum punya apa-apa tapi saya tahu dia punya keahlian dan kemauan keras yang saya yakini bisa memapankan rumah tangga kami :)

      Hapus
    2. Setuju banget Mba Zata dan Mba Ira :)

      Makasih banyak sharingnya ya, semoga yang masih galau baca kisah2 di sini jadi mantap. aamiin..

      Hapus
  5. I know lah Mbak. Aku juga merasakannya. Jeleknya diriku kadang aku menyesal di usia segini sudah menikah sedangkan teman2ku masih pada melalang buana. Tapi ku pikir itu hal wajar. Asal tak membuatku melupakan kewajibanku saat ini.


    Banyak sabar, sabar, dan sabar.

    Aku masih sangat labil soal hal ini. Tapi aku yakin dengan berjalannya waktu semua akan indah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, setiap orang punya ujiannya masing-masing, dan insyaAllah sudah disesuaikan dengan porsi kita *hugnkises

      Hapus
  6. Udah pernah menjalani hidup prihatin di awal.pernikahan..dinikmati aja..dan disyukuri ....akhirnya sekarang terasa makin nikmat berkat kesabaran

    BalasHapus
  7. Dulu mikirnya juga mapan dulu baru nikah..
    Tapi memang bener rejeki makin lancar setelah menikah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaALlah semua dikasih jalannya masing-masing :)

      Hapus
  8. Wah aku juga dulu menikah delapan taun yang lalu dimulai dari nol, waktu 2007 lulus kuliah profesi, januari 2008 suamiku baru kerja, aku duluan yang kerja, suami waktu itu bilang mau gitu diajak hidup kere, aku jawab insyaAllah yakin kalau mau menikah ada rezekinya, pesta pernikahan dibiayai ortuku dan sedikit sumbangan dari mertua, tapi barang seserahan dan mas kawin dari suamiku semua, setaun pe desember ngumpulim dari hasil kerja, aku waktu itu resign karena mau menikah diboyong ke semarang, Alhamdulillah dari mobil second jadi mobil grees, dafi motpr supra jadi beat, dari ngontrak pe punya rumah sendiri, semuanya hasil jerih payah kami dan doa ortu, bahkan suamiku sudah mengajak umroh uang sendiri dan jalan2 ke thailand walau itu hadiah dari kantor karena dia berprestasi, menurutku nikah itu ibadah dan menyempurnakan agama, dan pasti insyaAllah rezekinya nambah terus insyaAllah asal berdoa, berusaha dan tawakal pada Allah ☺

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah.. semoga yang galau baca kisah Mba Vita ini, biar yakin :) Makasih ya Mba Vita :*

      Hapus
  9. Tapi sayangnya ... ketika calon perempuan sudah mengerti bahwa mapan itu bisa dicapai sama-sama, orang tua perempuan belum mengerti. :D

    Jadi kadang-kadang laki-laki itu bukan menunggu mapan, tetapi berempati pada orang tua yang sudah membesarkan, memberi makan, menyekolahkan tinggi-tinggi, masa mau dikasih sama laki-laki yang tidak jelas? Begitu mungkin pikir mereka. :D

    BalasHapus
  10. Menikahlah jika sudah dipertemukan dengan jodoh, jangan ditunda-tunda lagi, hehehe

    Salam,
    Rasya

    BalasHapus
  11. Rejeki tidak akan pernah tertukar asalkan kita percaya pada -Nya..Insyaallah All Is Well hehhee...kalau nggak pernah ngerasain hidup susah itu nggak seru..susah senang itu tergantung dari sudut mana kita memandangnya sih menurutku.. Yang jelas harus banyak bersyukur..dikasih nikmat sehat aja sudah jadi rejeki tak ternilai lho..krn bs cari rejeki :D

    BalasHapus
  12. Artikelnya bagus dan bermanfaat mba :)

    BalasHapus