Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ibu-ibu Ngompol*, Apa Salahnya?



Assalamu’alaikum, Temans...Semoga sehat selalu, yes
Btw pernah nggak sih merasa jengah ketika di sebuah grup (entah itu WhatsApp, Line, BBM, FB, atau grup medsos lainnya) ada yang ngompol (baca: ngomong politik)? Duhh..! saya pernah! Tapi waktu itu di FB, karena saya punya smartphone juga belum lama ini. Iya, rasanya pengen left aja dari grup itu, tapi berhubung saya jarang menjamah FB (wektu itu) ya cuekin aja lah, palingan nambah notifikasi pun nggak masalah, tinggal lewat aja.
Sampai suatu hari saya ‘tersesat’ mengikuti kajian muslimah dengan pembicara dari Jakarta, Ustadzah Sitaresmi. Saya sudah lupa kebanyakan materi yang beliau sampaikan, tapi masih ada beberapa yang saya ingat, salah satunya adalah peran muslimah di Turki ketika presiden terpilih saat ini, Erdogan maju menjadi kadidat presiden.

Beliau memaparkan beberapa kebijakan Erdogan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, diantaranya adalah mengentaskan masalah utama di Turki yaitu tentang Air bersih dan Sampah. Sejak saat itu pikiran saya terbuka bahwa memang agama dan politik itu tidak bisa dipisahkan. Wong mau masuk dan keluar kamar mandi aja ada adab dan do’anya, termasuk urusan ‘dalam negeri’ keluarga, apalagi untuk urusan besar seperti bermasyarakat dan bernegara? Batin saya waktu itu.
Wah! Berat banget ngomongin negara segala. Hihi! Nggak ko, woles aja... saya Cuma mau curhat, eheheh.
Politik, bagi saya adalah sederhana saja, tak perlu dikaitkan dengan PARTAI POLITIK karena berbeda konteksnya. Intip dulu yuk, kalau menurut KBBI, politik itu artinya apa sih?
po.li.tik
n (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan): bersekolah di akademi --
n segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain: -- dalam dan luar negeri; kedua negara itu bekerja sama dalam bidang --, ekonomi, dan kebudayaan; partai --; organisasi --
n cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijakan: -- dagang; -- bahasa nasional (sumber: KBBI daring)
Saya lebih suka mengartikan politik sebagai ‘strategi’. Sebagaimana rasulullah mengatasi kecemburuan yang terjadi di lingkaran para istri, lalu beliau menemui mereka satu persatu dan memberi cincin untuk masing-masing mereka sembari berpesan untuk tidak mengatakan kepada yang lain perihal pemberian tersebut. Saat sedang bersama-sama, beliu mengatakan yang paling ia cintai adalah yang mendapatkan sebuah cincin, tentu saja masing-masing istri beliau berbunga-bunga dan merasa paling cdicintai oleh Rasulullah.
Politik, juga dilakukan oleh rasulullah dalam perjanjian hudaibiyah yang secara sepintas terlihat merugikan umat islam tapi nyatanya Allah memberikan keuntungan luar biasa bagi mereka. Juga dalam peperangan, dan dalam banyak urusan lainnya.
Ada yang pernah kongkalikong sama anak saat meminta dibelikan sesuatu sama si Ayah? Jadi biar dibelikan si Ibu dan anak-anak sepakat buat merayu dan merengek ke ayahnya. Ini.. politik juga nggak ya? Haha.

‘Males ih masuk grup itu, banyak yang bahas-bahas politik’
‘Aku keluar aja deh, nggak suka ngompol! Udah pusing sama urusan rumah tangga’
‘Ngurus pendidikan anak aja nggak ada habisnya, masih mikirin soal politik, duh pusing pala barbie!’
‘Ustadz apaan sih? Ngaji ko yang dibahas malah politik’
Ada nggak yang pernah ngomong gini? Mueheheheh. Cung! Saya pernah! Tapi sekarang nggak lagi. Karena saya sadar, bahwa segala huru-hara dan keriuhan di atas sana pasti ada imbasnya di kehidupan kita, entah sedikit entah banyak. Tapi sepertinya banyak juga. Harga barang pokok/sembako yang melonjak tinggi, harga kebutuhan lain yang jugatak kalah mahal, belum lagi regulasi seputar pendidikan, tenaga kerja, dll. Itu semuanya ada kaitannya dengan emak-emak yang tiap hari ngubek dapur endebrebre-nya bukan?
Belum lagi urusan anak, pendidikan anak, pergaulan anak dll, semuanya juga sangat terpengaruh dengan kebijakan yang dibuat oleh para pemangku kebijakan di atas sana. Memang, pondasi utama adalah pada seberapa kokohnya ketahanan keluarga, namun jangan mengesampingkan lingkungan dimana kita tinggal karena pasti akan berpengaruh pada pola pikir dan perkembangan anak.
Kita tidak ingin anak-anak terpapar pornografi, LGBT, miras, dll tapi jika ternyata Undang-undang yang berlaku membebaskan mereka, bagaimana? Juga undang-undang lain yang ada di Indonesia.


Karena Indonesia menganut sistem demokrasi dan pemilihan presiden, kepala daerah dll dijalankan melalui persa demokrasi yang keterwakilannya lewat partai politik (parpol) maka kita juga tidak boleh memandang sebelah mata terhadap parpol. Okelah, banyak oknum yang menjadikan parpol hanya sebagai alat untuk berada di pucuk pimpinan lalu setelah meraihnya malah menyalahgunakan dengan korupsi dll. Tetapi pasti masih ada orang-orang parpol yang benar-benar berjuang mengemban amanah rakyat yang telah memilihnya.
Buat apa ibu-ibu gabung partai? Mau gabung atau tidak, tidak ada salahnya juga toh? Hehe. Apalagi kaum perempuan pun boleh dan punya jatah sampai 30% untuk menjabat di pemerintahan dan menjadi anggota DPR/MPR.
Kalau nggak mau gabung bukan berarti harus menutup mata juga bukan? Paling tidak kita bisa melihat partai mana yang baik dan mana yang tidak. Melalui apa? Lewat visi-misinya dan lewat orang-orang yang mengusungnya.
Solusinya? Jangan males ngomong politik, itu aja sih. Eh, nggak ngomongin juga boleh ding yang penting melek politik. Btw saya nulis gini bukan karena saya ahli berpolitik, cuma miris aja sama sekeliling saya (baca: keluarga) yang banyak nggak mau berurusan dengan politik tetapi mengeluh ketika ada masalah dengan pemerintah dll. dan mereka juga datang ke TPS saat pemilu dengan kebingungan karena tidak mau mempelajari siapa calon yang 'bertanding'. Sayang banget menurut saya :) karena jika memilih yang tepat dan visi-misnya jelas, niscaya akan bertambah 1 kebaikan. 
Melek politik, minimal kita benar-benar memahami siapa orang yang akan kita pilih ketika pilkada atau pilpres misalnya. Atau paling ringan saat pemilihan ketua RT di komplek J kita bisa memperlajari visi-misinya, melihat latar belakangnya, ‘membaca’ lewat orang-orang dalam lingkarannya sehingga yang kita pilih adalah yang terbaik, meskipun itu dari dua pilihan yang buruk. Seperti makan buah simalakama ya? Tapi itulah.. dan hey! GOLPUT bukan solusi lho!
Trus kalau ada ustadz yang saat musim pilkada tiba-tiba getol ngomongin politik, gimana? Ya nggak apa-apa karena itu termasuk salah satu kewajiban mereka agar masyarakat tidak salah pilih. Yup! Karena dalam islam juga ada aturan mengenai memilih pemimpin (ulil amri) yang harus kita ta’ati.
Waduh, ko jadi serius sih ngomongnya? Mueheheheh. Sekali-kali tak pe lah... 
Ya, gitu deh, intinya mau atau tidak kita ambil bagian, semuanya akan berimbas kepada kehidupan kita. Dan jika pemimpin telah terpilih oleh masyarakat, maka kita juga punya hak (eh, hak apa kewajiban ya) untuk menegur/memberi masukan jika mereka melenceng. 
Maaf, curcolnya jadi panjang bin serius, lanjut makan siang dulu aja deh.

*Ngompol: Ngomong politik

Salam,



12 komentar untuk "Ibu-ibu Ngompol*, Apa Salahnya?"

  1. Kupikir ngomongin apa Mbak. ternyata ngomongin politik. Sama ya beberapa grup yg kuikuti juga ngmpol. Kadang serius juga. Hihihi.. lanjut nulis lagi Mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. yuhuu! yuk nulis lagi, galau DA turun nih *ups

      Hapus
  2. Balasan
    1. Hihi. isitilahnya itu sih memang yang sering dipakai XD

      Hapus
  3. Ya Allah, ternyata ngompol ini maksudnya ngomong politik? :v

    BalasHapus
  4. Siapa bilang emak2 nggak ngerti soal politik? Pengetahuannya malah lebih luas, Bang. :V Hihihihihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup! sepakaaaaat! harga cabe di pasar aja update terus apalagi politik ya Mba XD

      Hapus
  5. Yang bikin tutup mulut soal politik adalah kalimat gini, "Ah elo mah cewek. Kagak ngerti yang beginian." :'D Nyesek, Pak. Nyesek

    BalasHapus
  6. Aku pikir ngompol beneran :( taunya beda :( duh, si mbak mah lucu deh, hehehe

    Salam,
    Shera.

    BalasHapus