Cara Kami Menghadapi Rumah Kebanjiran
Tinggal di daerah rawan banjir itu sangat tidak nyaman, ya Temans? Saat
langit mulai menghitam mendung, rasa was-was menyelimuti. Setelah melafalkan
do’a turun hujan selalu terucap do’a semoga hujan segera reda dan tidak banjir.
Semarang merupakan daerah yang menjadi langganan banjir. Mungkin pernah
mendengar sebuah lagu ‘Semarang Kaline Banjir’? dan itu benar adanya, hingga
saat ini banjir terjadi di mana-mana bukan hanya daerah yang kena rob (luapan
air laut saat pasang) bahkan daerah Semarang atas yang berbukit pun pernah
mengalami banjir hingga parah.
Sebelum saya menikah, rasanya tidak pernah terpikir bagaimana caranya
mengatasi dan menghadapi banjir, tapi setelah tinggal berama mertua di Tlogosari
tentu saja pernah merasakan nikmatnya kebanjiran. Sejak dulu katanya daerah
Tlogosari, Genuk dan wilayah sekitar Kaligawe, Kecamatan Semarang timur dan
Semarang Utara hampir menjadi langganan banjir. Nggak enak banget ya, langganan
ko banjir.
Jika Teman-teman berkunjung ke wilayah sekitar tanah mas atau
kampung-kampung seputaran kota lama, sebagian besar sudah meninggikan jalan dan
rumah mereka. Miris juga melihat rumah yang hanya terlihat atapnya dari jalan
karena (mungkin) tidak mempunyai biaya untuk meninggikan rumah. Pun dengan wilayah tempat saya tinggal, tak
jauh berbeda dengan kondisi daerah rawan banjir lainnya.
Bagaimana dengan rumah yang kami tinggali? Posisinya sama dengan tinggi
jalan di gang depan rumah, namun lebih tinggi dari jalan di samping rumah. Biasanya
saat hujan deras dan cukup lama, air hanya masuk melalui saluran kamar mandi
lalu surut begitu hujan reda.
Tahun 2014 yang lalu, hujan turun lebih dari 24 jam tanpa henti hanya
berubah intensitasnya dari deras menjadi gerimis lalu deras lagi dan
seterusnya. Tiba-tiba sekitar pukul 5.30 pagi, saat sedang menyiapkan sarapan,
air masuk ke rumah melalui kamar mandi dan terus-menerus masuk hingga mencapai
mata kaki. Berhubung hujan masih belum reda dan kabarnya Banjir Kanal Timur
meluap, air pun tak segera surut malah makin bertambah.
Selama 24 jam kami terjebak dalam banjir dan hanya bisa duduk di ranjang,
tidur-tiduran atau duduk di kursi sambil menonton TV. Perut terasa lapar dan
tenggorokan haus tapi rasanya enggan untuk makan/minum karena khawatir
kesulitan ke kamar mandi. Waktu itu benar-benar jadi merasakan bagaimana
rasanya mereka yang kebanjiran dan hidup di pengungsian ataupun mereka yang
tidak mau mengungsi. Oia, waktu itu di rumah ada Mbah Kakung yang sudah sepuh
dan sedang sakit, sedangkan saya sedang hamil memasuki usia 8 bulan. Bisa membayangkan
ya Temans? Hihi.
Alhamdulillah sore harinya air mulai surut sehingga kami bisa sedikit
bernapas lega. PR selanjutnya adalah untuk membersihkan lumpur dan sisa-sia
banjir. Oia, waktu itu ada loker berisi buku-buku suami yang terlambat
diselamatkan sehingga satu loker penuh basah dan rusak, sebagian bisa
diselamatkan. Belum lagi lemari dan meja yang terbuat dari kayu lapis, semuanya
rusak, lapuk dan ambruk.
Menyedihkan sekali ya? Dan banjir itu menjadi banjir terbesar sepanjang
ibu mertua tinggal di perumnas Tlogosari sejak tahun 1989, menjadi kenangan
pertama saya juga mengalami musibah banjir yang dulunya hanya saya saksikan
dengan sedih lewat kotak ajaib.
Sejak saat itu, kami menyiapkan beberapa hal agar saat banjir datang (lagi)
(tapi semoga tidak) kami telah siap dan tidak ada lagi terlambat menyelamatkan
barang-barang. Apalagi sejak ramadhan kemarin jalan di depan rumah ditinggikan
lagi dan posisi rumah sekarang 30cm lebih rendah dari jalan.
Menyediakan Sepatu Boots
FYI, sekarang di rumah tersedia 4 pasang sepatu boots yang sewaktu-waktu
bisa kami gunakan saat banjir datang. Penting banget kan, terutama untuk
menjaga kaki dari terkena penyakit dll jika berkubang di dalam air. Selain itu,
bisa beraktivitas lebih leluasa.

Mengganti Furniture Kayu dengan Plastik/Besi
Ini penting juga, Temans.. karena pengalaman sebelumnya lemari dan meja
tyang terbuat dari kayu harus direlakan karena lapuk terendam air, maka saat
membeli lagi kami memilih yang terbuat dari plastik. Selain aman dari air,
harganya juga lebih terjangkau. Waktu itu beli dengan harga Rp. 1.200.000 untuk
almari baju besar dengan 4 rak. Bagian bawahnya bisa dikosongkan atau diisi
dengan barang-barang yang mudah diambil sehingga saat tanda-tanda banjir mulai
terlihat, cukup mengangkat barang yang ada di bagian paling bawah.
![]() |
![]() |
Mengganti Tempat Penyimpanan Barang dengan Container Box Plastik
Teman-teman biasa menyimpan apa di dalam kontainer plastik? Kalau ibu
mertua saya menyimpan gelas dan piring, sedangkan saya menyimpan buku dan barang
jualan.
Sebelum kebanjiran itu, saya lebih suka menyimpannya di rak dan di
keranjang bekas buah karena rak-nya tidak mencukupi. Jadi sementara belum punya
rak buku lagi, buku-buku masukkan ke kontainer plastik dan aman, tak perlu
memindah-mindah saat banjir.
Memberi Bantalan Kaki Dipan dan Almari dengan Cornblock
Kalau ini, ide dari bapak mertua, yang kepikiran jika banjir dan hanya
ada ibu bersama saya di rumah. Akhirnya beliau membeli beberapa
cornblock/batako untuk dipasang di setiap kaki ranjang dan sudut lemari. Alhamdulillah,
saat beberapa waktu lalu kebanjiran (lagi), cukup terbantu karena tidak
terendam air dan lebih mudah saat membersihkan.
Well, saya selalu berdoa semoga
tidak lagi banjir, tapi bagaimana lagi karena memang tinggal di daerah
langganan banjir? Pun entah kapan bisa meninggikan rumah, doakan ya Temans.
Saya juga pernah kesal dengan proyek peninggian jalan, saya pikir kenapa
nggak saluran airnya yang dibuat lebih baik sehingga saat banjir airnya bisa
lancar?! Rupanya kata yang lebih paham, kasusnya tidak sesederhana itu. Daratan
Semarang yang lebih rendah dari permukaan laut itulah yang menjadi penyebabnya.
Jika rob terus-menerus datang, makan jalan dan sarana umum lainnya pun akan
rusak.
Berarti memang harus melalui dua penanganan yaitu peninggian jalan dan
perbaikan saluran air. Semoga bisa diatasi yes, sehingga Semarang kaline banjir
biarlah tinggal kenangan.
Teman-teman ada yang pernah kebanjiran juga? Bagaimana mengatasinya? Sharing
yuk
Salam,
Rumahku yang bagian belakang masih sering kebanjiran juga Rin. Kalau pas ujannya deres air dari perumahan2 baru pada ngalir ke kampung lama :(
BalasHapusSedih ya Mba, kalau kena banjir. begitu hujan turun deras kadang bawaannya udah was-was aja :(
Hapussemoga setelah ada perbaikan, nggak banjir lagi ya Mba,,, kalau nggak salah kan lagi banyak perbaikan tuh di Semarang
Sedih banget kalo banjir. Alhamdulillah desaku nggak. Tapi desa mertua pantura selalu kena. Nyeseg banget deh. Tipsnya Mbak arina harus dicoba nih. Makasih ya Mbak :)
BalasHapusSemoga bermanfaat Mba, alhamdulillah kalau di Sumowono nggak banjir. lha kampungku di Wonosobo aja banjir Mba.. ^^
HapusTipsnya bermanfaat nih mb terutama u tempat yg sering kena banjir.pakdeku kg rmhe tlogosari.kebanjiran juga.
BalasHapusAlhamdulillah kalau bermanfaat Mba :)
HapusIya, tlogosari kan terkenal sering kebanjiran
Ya Allah mba, ndak tega bacanya. Semoga pemerintah segera menemukan solusi terbaik yaa mba bagi daerah yang rawan banjir.dan semoga kedepannya tidak kebanjiran lagi. Aamiin
BalasHapusAamiin... makasih Cha.. :*
HapusRumah saya juga pernah kebanjiran. Rempong ya, Mbak. Apalagi ada ruangan yang pakai karpet permanen di mana karpetnya itu masuk juga ke bawah lemari. Ya ampun.. Langsung heboh angkat lemari gede biar karpetnya bisa digeser. Hehehe.. Soalna kalau dibiarkan basah repot juga nyucinya. Apalagi musim hujan.
BalasHapusRempong pakai banget Mba, apalagi pasca banjir.. udah badan capek ngerasin kebanjiran masih harus beberes dan bebersih sisa banjir berlumpur -_- *aduh ko malah ngeluh..
Hapuskarpernya ditaruh di depan lemari aja Mba, biar nggak repot mindah-mindah, moga sih nggak banjir lagi.. aamiin..
Waktu pas di Bekasi sering banget kena banjir emang mba semua furniture jadi pada rusak mau diganjel apapun tetap aja air masuk sampe sedada. barang2 dibawah selalu habis :(
BalasHapusYa Allah Mba... sampai sedada.. :(
Hapussemoga nggak banjir2 lagi ya Mba,
beberapa hari yang lalu sempat lihat berita kebanjiran di daerah bekasi sih.. sediih...
Alhamdhulilah dari kecil ortuku kalo cari rumah sellau di daerah yg tinggi2 jd ga peenah ngerasain banjir. Moga2 ga pernah deh
BalasHapusAamiin... semoga Mba, kebanjiran itu nggak enak banget :D
HapusSabar ya rin, iya rumahku aman tapi jauh masuk Demak, karena dulu sempet kontraktor dari gemah kencana pedurungan, sendang guwo majapahit, candi tembaga pasadena, kembang arum wologito, kalau daerah atas air pam nya sering mati, kalau sekarang aman banjir cuma jauh dan sekarang suka macet hehe, iya semoga ada rezeki mending pindah aja rin, karena temannya suamiku udah ditinggiin juga tetep aja dan jalannya makin rusak daerah dempel akhirnya pindah ke pandanaran hilss
BalasHapusInsyaALlah Mba Vita... makasih banyak ya Mba :*
HapusYa Allah, gimana rasanya itu Rin, kita belum kenal baik ya. Padahal bisa ngungsi ke rumahku kan deket. Tempatku nggak pernah kebanjiran sih, apa karena lebih tinggi ya. Padahal satu lokasi ya perumahan kita.
BalasHapusHuum Mba, dulu kan masih baru di Tlogosari... belum punya kenalan dan belum gabung IIDN juga. hihi
HapusEh bener banget ya Mba? Aku ngga kepikiran soal kontainer plastik. Rumah nenekku di seberang Stasiun Tawang, waktu kapan itu nginep di sana trus ikutan merasakan kebanjiran. Tapi boleh ditiru idenya, soalnya aku pun di Jakarta tinggal di daerah rawan banjir :(
BalasHapusDuuh.. di daerah sana lebih parah dari daerahku Mba, tiap hari kena rob. kasihan yang nggak kuat ninggiin rumah :(
HapusKami nyetok kontainer plastik sedikit2, hihi. kalau beli langsung banyak kan juga lumayan harganya :P