Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

[Memori Idul Adha] MERANGKAI SENYUM HARAPAN

A very Amazing n unforgettable Ied el Adha 1432 H
Sabtu, 5 November 2011. Awal yang indah
Menjelang idul Qurban, makhluk berjenggot telah mengalahkan popularitas komodo yang katanya sedang diikutkan dalam ajang new7wonder: ajang yang berkembang lewat dunia maya dan dunia komunikasi nirkabel tanpa tahu siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap acara ini.
Hampir setiap orang berburu hewan qurban utamanya makhluk berjenggot. Tak terkecuali di sebuah kota kecil di lereng gunung Dieng, sekumpulan anak muda yang menyatakan mendedikasikan diri untuk bergerak demi da’wah islam. Cie.. keren banget kedengarannya.
Apa pula hubungan mereka sama makhluk berjenggot?! Eits! Sabar… mereka juga kebanyakan makhluk berjenggot dan berjilbab. Nah loh? Makhluk berjenggot apalagi ini?
Kalo yang ini tentu saja berjenggot beneran, bukan kaya jenggot kambing. Katanya mereka memelihara jenggot biar banyak malaikat yang bergelantungan di jenggotnya itu. Wuih… nggak berat apa?!.
Eniwei, demi kepedulian mereka terhadap masyarakat dan kaum lemah, mereka sepakat mengadakan agenda qurban bersama anak yatim dan dhu’afa kerjasama dengan lembaga yang mau menyalurkan hewan qurban.
Bak gayung bersambut, proposal yang dibuat sepenuh hati itu diterima. Jadilah kegiatan disusun rapi, survey-survey ke Desa yang tepat, lalu menginfokan ke setiap anggota, penjadwalan, hm.. perfectly preparation.

***
Sekali lagi Arin ngecek barang-barang dan perkap yang akan di bawa ke tempat eksekusi kambing-kambing qurban. Snack, anglo bakar sate, arang, tusuk sate, bumbu2, LCD, laptop, roll kabel, berkas-berkas, bla.. bla.. bla.. Alhamdulillah... beres.
Pukul 2 siang lebih sekian-sekian ketika Bu Inung, aktivis GOW yang akan menjadi narasumber pelatihan pemanfaatan limbah sampah rumah tangga siap untuk berangkat ke lokasi .
Bergegas mereka naik APV. Andri, seperti biasa menjadi driver, ditemani Budi jadi co driver. Di bangku tengah Sugi dan Ifat duduk nyaman menikmati pemandangan. Sementara di bangku belakang Arin sibuk mengagumi hasil kreasi limbah yang dibuat oleh Bu Inung.
Sepanjang perjalanan Wonosobo-kaliwiro diwarnai dengan obrolan-obrolan seru, melewati medan terjal dan berkelok tak membuat suasana berubah muram, cuaca yang cerah seolah melengkapi keceriaan siang menjelang sore itu.
Pukul 15.30
Alhamdulillah, kami sampai di Lamuk dengan selamat disambut oleh warga yang telah menunggu sejak pukul 14,00 siang tadi.
Dan wow! Sempat terkejut dengan antusiasme mereka menyiapkan segala hal untuk acara itu.
Waktu terus bergulir, sore semakin turun. Jadilah acara yang telah disusun harus dirancang ulang dalam waktu sesingkat-singkatnya. Jadilah pula Arina MC dadakan.. (huff… cukup grogi juga, coz gabisa pake Bahasa Jawa yang benar)
Acara berlangsung seru, meskipun tidak seperti yang diharapkan. Tentu, karena tidak ada alat yang bisa digunakan untuk praktek. Hm.. cukuplah untuk awalan ini pengenalan saja. Semoga selanjutnya ada follow up, baik dari LAZiS Jateng maupun dari GOW atau dari pemerintah Wonosobo (a huge wishing..^^)
Habis acara, yang selesai menjelang magrib (padahal Ibu-ibu peserta itu sebagian besar shaum lho…) mereka shalat magrib and having dinner di rumah Pak kadus, pak Agus Mundakir. Ber tiga balik lagi ke Wonosobo nganterin Bu Inung bersama Soleh yang juga harus pulang. Di masjid jami’ Wonosobo telah menunggu si Kikin, di tengah hujan di sela-sela takbir yang berkumandang dia setia menunggu jemputan dari jam 3 sore. Sabar…. Maaf ukhti… membuat anti menunggu sekian lama… (lebay.com)
Jam 8 malam lebih sekian, rombongan yang kini hanya bertiga Andri, Arin dan Kikin melesat kembali ke Lamuk. Gerimis, jalanan licin dan terjal, seolah hendak mengatakan bahwa maut menanti di mana saja.
Alhamdulillah, sampai kembali di Lamuk dengan selamat, sudah hampir pukul 10 malam. Ikhwan-ikhwan yang menhandle acara bersama remaja dan pemuda di sana ternyata belum usai. Gerimis pun masih turun.
Pukul 10 malam, acara bersama remaja ditutup. Takbir masih dikumandangkan dari Masjid, terdengar si seantero Lamuk. Subhanallah… merasakan malam Idul Adha di tempat yang asing. Its amazing! ^^. All crew kembali berkumpul di markaz (gaya.. padahal itu numpang di rumah pak Nurhadi). Ceritanya mau briefing nyiapain acara esok pagi, sebagian peserta yang sudah capek tingkat akut jatuh tertidur di arena briefing.
“tadi Pak Bos SMS, Tanya ada yang bisa jemput kambing ke kalicecep ngga?” Arin membuka suara
“Ngga ada Mba.. “ Kata Sugi
Mbok diomongin sama bapak2 sini, barangkali ada yang bisa bantuin”. Lanjut Arin (nadanya dah mulai ketus nih..)
“Ngga bisa, tadi dah diomongin. Kalo nyewa mobil ja gimana?” Ifat urun suara
Mahal ngga? Bugdet-nya mepet nih…” (dasar bu keuangan.. (^^)v)
Diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. (ato mungkin ngantuk, kecape’an)
Gini ja. Dah malem nih, beberapa coba nyari mobil sewa, yang lain memikirkan plan B, C dst”
Sugi dan Ifat beranjak keluar, masih dalam kondisi gerimis padahal…
Tiba-tiba Pak Bos SMS lagi. Alhamdulillah masih bisa masuk. Disini sinyal harganya lebih mahal dari towernya. Lho??!
Kata pak bos, ambil pake motor aja, berempat pake 2 motor kan pas. Katanya”
What?! Yang bener aja mba! Masa’ kita gendong-gendong kambing pake motor. Ogah!” entah siapa yang bersuara sekarang.
Masih berdebat soal ‘iya dan tidak’ ngangkut pake motor, Sugi dan Ifat kembali dari survey
“200 ribu”
Hm.. mahal ya? Pake motor aja lah..”
Boleh. Pake motor 200ribu ya?!” ternyata masih ada yang bisa becanda juga.
Perdebatan tak kunjung usai. Hampir tengah malam. Akhirnya diputuskan untuk mengambil pake motor. Sugi, Toni, Ifat, dan Budi bersiap berangkat.  
Arin dan kikin yang matanya tinggal 2.5 watt memutuskan segera beranjak tidur dan menyiapkan energy untuk esok hari.
Dan arin terbangun saat terdengar bunyi kambing mengembik dan suara-suara gaduh di luar rumah. Ternyata rombongan penjemput kambing telah sampai. Alhamdulillah…
“Mba.. ditelpon ko gabisa-bisa..” gerutu salah seorang rekan penjemput kambing.
Oia? Ga ada miscall dari antum ko..” jawab Arina dengan innocent.
Ooo…. Ternyata setelah Arin cek HP, ada beberapa miscall disana.
“Bosnya ga bisa ditelpon, eh, si Ibu juga ga ngangkat..” Teman yang lain ikut menimpali.

Maaf, Bro! Saya tidak dengar ada telpon masuk… yang penting syukur Alhamdulillah.. kambing sudah sampai sini, dan Teman-teman juga kembali dengan selamat…”


[Memori Idul Adha] MERANGKAI SENYUM HARAPAN _ Sabtu, 5 November 2011 Pukul 10 malam, bersama panitia acara ‘Sate Qurban Yatim’ LAZiS Jateng Cabang Wonosobo di Desa Lamuk Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo.**

Seluruh panitia serius mengikuti rapat dadakan malam itu. Mereka tengah dibingungkan perihal pengambilan kambing yang akan disembelih karena PJ pengiriman berhalangan. Setelah perdebatan panjang, diputuskan 4 panitia putra mengambil kambing dengan motor malam itu juga. Alhamdulillah, kambing telah sampai di tempat sebelum adzan subuh berkumandang, menyisakan aroma tak sedap di sekujur tubuh dan pakaian panitia putra yang membawanya.
Kambing
ilustrasi pixabay

Ba’da shalat subuh [Inspirasi Idul Adha]
Lantunan ayat suci al-qur’an terdengar sayup-sayup dari sela-sela tembok di tempat penginapan. Tiba-tiba gaung Maher Zein di HPku memecahkannya.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumsalam… Mba.. kambing sudah diambil ya? Itu bawanya salah.. harusnya bawa kambing yang lebih kecil. Yang besar itu punya RSU!” kata orang di seberang dengan nada tinggi menahan kesal dan amarah.
Waduh, terus bagaimana pak? sudah jam segini?”
Pokoknya saya nggak mau tahu. Sebelum jam 7, kambing harus ditukar dan dibawa ke RSU!”
‘Astaghfirullahal’adzim….kata yang ambil, semalam mau telpon Bapak tapi ngga diangkat Pak…”

Dan kembali sinyal menghilang, belum pun usai mengucapkan salam.
“Gimana mba? Kambingnya salah?” ternyata semua orang memperhatikan percakapan
“Iya.. kita diminta menukar sebelum jam 7 di kota. Penyembelihan di RSU jam 7”. Jawabku lemah. Perasaanku kacau balau dan ingin menangis saja. Alhamdulillah, teman-teman menguatkan.
Menjelang jam 6 pagi, masing-masing sibuk dengan pikirannya dan bingung harus berbuat apa. untuk meminta mereka kembali ke kota jelas tidak mungkin, kasihan.
Sudah Mba.. nanti saya minta tolong orang untuk antar ke kota, kita beri uang bensin. Mungkin 100 ribu mau karena harus bawa kambing… sekarang siap-siap shalat ‘ied saja, sudah hampir jam 6”.
Shalat ‘ied berjalan lancar dan hikmad. Ba’da shalat, anak-anak yatim dan TPQ berkumpul di gedung madrasah diniyah untuk mengikuti training mindset, sementara panitia putri bertugas membantu ibu-ibu menyiapkan bumbu dan memasak nasi, sebagian panitia membantu penyembelihan dan menyiapkan pembakaran sate. Semua aman terkendali. Namun, gerimis turun sepanjang hari itu.. bahkan semakin bertambah kencang di siang harinya.

Buktikan Cintamu!
Anak-anak yatim yang berjumlah 60 orang itu semakin gelisah menunggu waktu makan siang tiba. Aroma sate, gulai kambing, dan tongseng telah menguar kemana-mana. Beruntung setelah anak-anak shalat dzuhur berjama’ah di masjid; sepiring nasi, beberapa tusuk sate, gulai, dan lalapan telah siap menunggu. Dan begitu diizinkan untuk menuju tempat makan; mereka tak sabar lagi menghampiri piring-piring yang telah tertata rapi. Acara makan pun dimulai dengan berdo’a bersama terlebih dahulu dipimpin oleh pembina TPQ.
Setelah acara makan, saatnya sesi berfoto bersama peserta dengan panitia dan pembagian uang saku. Subhanallah… melihat keceriaan mereka membuat kami mampu melupakan keletihan-keletihan yang telah tercipta sejak beberapa hari yang lalu. Seolah rasa-rasa itu menguap begitu saja demi mendapati senyum-senyum simpul dan canda riang mereka.
“Terimakasih Kakak….. “ ucap mereka tulus sambil menyalami dan mencium tangan kami. Rasa haru muncul kala tangan-tangan kecil itu satu persatu menghampiri dan ucapan-ucapan do’a terlantun dari bibir mungil mereka.
Subhanallah.. apalagi yang perlu diragukan atas janji Allah terhadap orang-orang yang menyayangi anak yatim? Meskipun kecil apa yang dilakukan, meskipun kami belum mampu berbuat banyak untuk mereka, meskipun kami saat itu hanya bisa membuat mereka tersenyum sejenak, dan membuka fikiran mereka bahwa mereka adalah para pemenang, bahwa mereka adalah para pejuang sesungguhnya, para pemimpin masa depan.
Semoga Allah berkenan menerima amal sebesar dzarrah kami hari itu, dan mencatatnya dalam buku raport kami di atas ‘Arsy sana. Semoga amal itu menjadi tambahan timbangan kebaikan.
Kami akan selalu mengingat senyum mereka seraya tak pernah berhenti berharap suatu saat senyum itu akan menjadi senyum abadi. Tersungging di wajah 60 anak yatim dan dhu’afa itu. Senyum saat mereka telah menemukan siapa diri sejatinya, dan senyum atas kemenangan-kemenanganya, senyum atas keberhasilan mereka.
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Laa ilaaha illallahu Allahu Akbar
Allahu Akbar Walillahil hamd
Alunan takbir masih terus berkumandang, mengalir bersama angin yang mengantarkan do’a terbaik kami kepadaNya. Memuji kebesaran Allah.. dan terselip harapan semoga setiap saat kami mampu menjadi orang yang selalu memberi kebermanfaatan untuk oarng-orang dan makhluk Allah yang lain yang berada di sekitarnya..
Semoga kami mampu berbuat lebih banyak lagi untuk orang-orang yang membutuhkan…

Makan Sate dan Gulai kambing bersama anak yatim-dhuafa


Memori Idul Adha 1432 H
*dan kenangan itu akan terus ada di hati, insya Allah

** Tulisan ini dimuat dalam antologi ‘Hati yang Memilih’ yang diterbitkan oleh JPIN (Jaringan Pena Ilma Nafia)

10 komentar untuk "[Memori Idul Adha] MERANGKAI SENYUM HARAPAN"

  1. amin..
    semoga semakin banyak anak yatim dan kaum dhuafa yang tersenyum di hari raya idul adha yah Mba :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, sedih kalau mengingat mereka.. :( semoga mereka sudah hidup lebih baik sekarang

      Hapus
  2. Anyeees dan treyuh ya Mbak ketika melihat senyuman bahagia menerima dan lahap makannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, waktu itu jadi keingat ga ada alasan buat ngeluh. paling ga masih punya orangtua lengkap meskipun hidup tak bisa dibilang mudah :)

      Hapus
  3. Senyumnyaaa, ya Allah, bikin merinding, moga mereka mendapat kehidupan yang lebih berkah, aamiin

    BalasHapus