Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lebaran Ceria di Kampung Halaman


Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum, Semangat pagi!
Apa kabar, Teman-teman?
Hampir sebulan idul fitri sudah beranjak dari kita, tapi rasanya masih belum bisa move-on dari segala kemeriahan dan kehangatan selama momen silaturrahim bersama keluarga itu.
Apa kabar hati? Semoga senantiasa terjaga imannya dan semakin kuat pasca penggemblengan amal di bulan ramadhan. Apa kabar THR? Sudahlah, tak perlu dibahas.. anggap saja sebagai ladang amal dan sesekali menikmati hidup. Apa kabar perut? Ups! Semoga tak menjadi sarana balas dendam setelah berpuasa sebulan penuh.
Cerita seru lebaran kami adalah saat pulang kampung ke Wonosobo. Pulang  kampung adalah momen yang mengesankan. Meskipun jarak Semarang-Wonosobo masih memungkinkan untuk dijangkau pulang-pergi dalam waktu satu hari, ingin rasanya selalu berlama-lama di sana, menghirup sebanyak-banyaknya udara segar dan dingin sebelum kembali ke Semarang yang panas. Bagaimana serunya lebaran di kampung saya? Here we are!

Shalat I’ed di Masjid Al-Huda
Masjid yang berada di tengah desa itu sudah ramai sejak subuh, ibu-ibu sepuh yang berjama’ah shalat subuh tak ingin ketinggalan untuk mengapling tempat shalat ‘ied nanti dengan sajadah dan mukena tergeletak di shaf. Menjelang pukul 06.30, warga yang berdatangan makin banyak dan memadati masjid, halaman, dan jalan di sekitarnya. Bisa dipastikan masjid ini makin ramai tiap tahunnya karena sebagian besar warganya merantau di Ibu kota maupun di kota besar lainnya.

Masjid Al-Huda Desa Wonokromo, Mojotengah, Wonosobo

Di kota (maksudnya di daerah saya tinggal) setelah melaksanakan shalat ‘ied para jama’ah biasanya buru-buru beranjak dan keluar dari area shalat. Lain halnya dengan di kampung, jama’ah akan berbaris rapi dan sabar menunggu hingga orang terakhir untuk bersalaman.
Sungkeman Orang Tua
Setelah shalat ‘ied, menjadi detik-detik yang menegangkan karena sungkeman dengan orangtua itu rasanya seperti ingin meluapkan segala permohonan maaf yang kadang tak tersampaikan oleh lidah di hari lain. Menyusun kalimat, lalu antre dan berdesak-desakan menjadi keseruan tersendiri bagi kami empat bersaudara.
Keparing matur, Bapak/Ibu.. sepindah kula ngaturaken sugeng riyadi, kaping kalih kula nyuwun agunging samudra pangaksami menawi kathah klenta-klentu kawula. Mugi-mugi saged kalebur wanten ing dinten riyaya punika, lan ugi nyuwun berkah do’anipun saking Bapak/Ibu” (Bapak/Ibu, pertama saya mengucapkan selamat idul fitri, kedua saya mohon maaf sebesar-besarnya atas segala kesalahan yang telah saya lakukan. Semoga dosa-dosa saya terlebur di hari raya ini. Saya juga memohon doa restu dari Bapak/Ibu).
Kurang lebih begitulah yang diucapkan, kadang cuma disingkat jadi ‘Ngaturaken sugeng riyadi.. sedaya lepat nyuwun pangapunten, berkah do’anipun Bapak/Ibu kula suwun..” setelah itu meng-amin-kan do’a-do’a yang terlantun dari mereka. Ah, indahnya silaturrahim... mulai dari do’a agar sukses dunia akhirat, do’a agar sekolah dan ngajinya lancar berkah, sampai do’a agar dapat jodoh, momongan, juga pengingat agar sabar dan tegar berumah tangga, menjadi keluarga sakinah, mawaddah, rahmah.
Sungkeman Keliling Kampung

Khusyuk mendengarkan nasihat dari salah satu tokoh masyarakat

Bahagianya didoakan oleh banyak orang
Tak cukup bertemu di masjid lalu bersalaman dan meminta maaf di sana, kami akan keliling kampung dan sungkeman kepada hampir semua orang terutama yang sudah sepuh. Saat saya kecil dulu, sungkeman keliling kampung selalu menjadi momen yang menyenangkan sekaligus menegangkan. Beberapa hari sebelum idul fitri kami (anak-anak) sudah membicarakan akan bersama siapa saat keliling kampung. Dapat teman banyak atau tidak, tergantung level tenarmu saat itu, hehe. Setelah itu, pamer baju baru di hadapan teman-teman_apalagi hampir setiap orang dari kami hanya membeli baju baru saat lebaran, termasuk saya :D_ dan bersiap keliling.
Yang kami takutkan hanya satu: MERCON! Ya, apalagi orang desa jago sekali membuat mercon yang besar-besar dan bunyi ledakannya memekakkan telinga, bahkan tanah di sekitarnya pun bergetar.  
Ups! Maafkan saya yang jadi bernostalgia ke masa kecil juga *sungkem*.
Rupanya sejak setahun yang lalu, remaja dan anak-anak tak lagi menggerombol beberapa orang dan antri sungkeman satu persatu. Kebayang kan ya, betapa rempongnya saat orang-orang bertamu untuk sungkeman satu-persatu. Antre, riuh rendah suaranya, dan yang pasti si-Tuan rumah kasihan terus-menerus menjawab sungkem dan mendo’akan sembari mempersilakan tamu lain yang datang. Sekarang hampir semua sungkeman dengan jama’ (bersama), satu rombongan _biasanya remaja satu gang karena anak-anak memilih untuk bersama orangtuanya_ memilih pemimpin dan juru bicara yang akan menyampaikan maksud kedatangan mereka.
That’s simpler, right? Tak ada lagi antre satu persatu seperti dulu, yang ada jika antre serombongan bisa menunggu di halaman terlebih dahulu. Seru sekali! Selain bisa bercengkerama dengan teman-teman sebaya yang jarang bertemu, kelompok-kelompok itu juga menandakan pemuda-pemuda desa yang kompak dan menjaga tradisi kampung meskipun mereka bekerja di kota besar. Ssst! Dan sekarang juga jadi lebih enjoy buat wefie lho, apalagi sambil menunggu antrian saat mau sungkeman ke tokoh masyarakat :P
Jangan lupa, saat sungkeman ke orang lain, teks sungkeman ditambah “sepindah silaturrahim...” atau “partama untuk silaturrahim...”
Hal yang membahagiakan lainya adalah halal-bihalal keluarga besar, yang meskipun sudah tersebar di berbagai kota biasanya tetap menyempatkan diri untuk datang. Sesuatu yang kusebut berkah, saat bisa bertemu mereka, bersalaman, cipika-cipiki lalu saling mendo’akan. Lupakan segala bentuk pertanyaan ‘kamu kapan nyusul?’ ‘kapan punya momongan?’ ‘kapan nambah anak lagi?’ dan sebagainya karena akan menjadikan suasana tak lagi nyaman. Semacam karena nila setitik rusak susu sebelanga, bukan?
Bersama sebagian keluarga besar

Narsis dulu yuk..
Satu hal yang selalu kutunggu saat momen idul fitri: Traveling! Well, jangan dibaca sebagai traveling-nya para traveller kece ya... bagi kami mah intinya jalan-jalan. Bisa silaturrahim ke rumah saudara besar, silaturrahim ke teman-teman, jalan ke taman, makan, atau jalan-jalan murah meriah lainnya.
Alhamdulillah, karena keberkahan Ramadhan jua lah di bulan syawal hampir semua umat islam meluangkan waktunya untuk menyambung persaudaraan, bertemu dengan orang-orang terkasih, menjadi lebih dermawan dan peduli dengan orang-orang tidak mampu di sekitarnya,  dan banyak kebaikan lainnya.
Semoga kita bisa menjaga budaya tanpa meninggalkan syariat islam. Dan memafkan orang-orang di sekitar kita, dalam sebenar-benar maaf. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ali Ibn Abi Thalib, bahwa memaafkan itu ibarat seseorang yang berjalan di tengah gurun pasir dan meninggalkan jejak di sana, namun sesaat angin meniupnya dan terhapuslah jejak-jejak itu.
Ah, belum ada sebulan berlalu, tapi saya sudah merindukan lagi suasana lebaran di kampung halaman. Semoga tahun depan masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bersua lagi dengan Ramadhan karim. Aamiin..
Toples-toples inilah salah satu nuansa khas lebaran di Wonosobo
Wanna?!




29 komentar untuk "Lebaran Ceria di Kampung Halaman"

  1. Paling seru kalau bisa ngumpul2 gitu ya mbak. Jadi kenal satu sama lain, kadang berteman lama, ndak tahunya saudara juga :)

    Tahun ini mercon Yang besar2 itu ada lagi, (sebelumnya dilarang). Ngeriii kalau pas lewat pas dinyalain :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huum Mba.. padahal dilarang ya, tapi ko masih pada seneng main mercon..

      Hapus
  2. gagal fokus sama jajanannya XD
    banyak banget mbaak :D

    dirumah kakeku juga selalu ada mercon, merconnya gede gede banget bikin kaget kalo denger suaranya -__-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi. hampir di setiap rumah begitu Mba.. sampe bingung mau makan yang mana :D

      Hapus
  3. Hah..sampe ada acara ngapling untuk sholat ied ya..? Seru juga :)
    Memang lebih khusyu kalo semua jamaahnya tertib, gak langsung bubar. Saya pernah mengalami di suatu tempat, khutbah sholat ied belum selesai, tapi jamaahnya udah bubar aja. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu ibu-ibu sepuh gitu Mba.. takut telat.. kalo telat kan dapatnya di belakang. kalo sdh ngapling, datangnya agak telat tinggal maju aja nyari sajadahnya :)

      Hapus
  4. Aku lebaran nggak brani icip banyak2, jaga perut

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha. habis lebaran aku dikira hamil lagi gegara perut buncit Ups -_-

      Hapus
  5. Walah kampungnya di Wonosobo ya. Saya pernah ke Wonosobo. Suka sama hawanya yang dingin. Pemandangan di sana indah karena dikelilingi gunung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, dingin banget di Wonosobo :)

      kapan-kapan ke Wonosobo lagi Mba, semoga pas sy di Wonosobo juga

      Hapus
  6. Belum pernah ngalamin sungkem lebaran gitu. Beda tradisi kayaknya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, kalo di Semarang juga ada sungkeman, tapi sama ortu dan keluara dekat aja. kalo sama tetangga/kerabat jauh cuma salaman sambil ngucapin maaf lahir batin gitu..

      Hapus
  7. Mbak Arina orang Wonosobo? Wonosobo-nya mana, Mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Ratna, saya Wonokromo Kec. Mojotengah Mba..
      Mba Ratna ada sodara di Wonosobo?

      Hapus
  8. Kaya kampungku mba unik cara lebaranannya warga warganya makannya kalau lebaran lebih seneng di kampung ^_^

    www.leeviahan.com

    BalasHapus
  9. Waah seru ya Rin, kalo lebaran di kampung. Masih menjaga tradisi banget :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banget Mba.. lebaran ini aku pulang cuma 4 hari, nggak cukup buat silaturrahim ke sodara :) paling ga butuh waktu seminggu.. hehe

      Hapus
  10. Wuaa suasana di kampung mba arina masih hangat bangt ya. Berasa banget kekeluargaannya. Sampai2 bisa sungkeman keliling kampung.. hihi kampung memamg selalu dirindukan ya..

    BalasHapus
  11. Wuaa suasana di kampung mba arina masih hangat bangt ya. Berasa banget kekeluargaannya. Sampai2 bisa sungkeman keliling kampung.. hihi kampung memamg selalu dirindukan ya..

    BalasHapus
  12. mampir kostku Kaliwungu mba kalo mudik :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaAllah Mba, semoga kapan-kapan bisa diagendakan ke sana lagi :)

      Hapus
  13. wonokromo kampung istriku mbak dan kebetulan d tulisan mbak ada foto mertuaku juga hehehe jadi kangen pulang k wonokromo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Looh.. Ketemu tetangga..! Salam kenal, Mas.
      Sampean suamine sinten? 😊

      Hapus
    2. aku menantunya pak nur khamid nama istriku nur khasanah

      Hapus
    3. Oh, Nggih..
      Salam buat istrinya ya Mas

      Hapus
  14. Kerennn... Ny wong wanakrama hhe

    BalasHapus