Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Oh, Ustadzku Sayang




Oh, Ustadzku Sayang... 

Jangan-jangan yang ada di kepala saat membaca kalimat ini adalah bayangan seorang cewek gaul kece naksir guru ngajinya, atau gambaran seorang guru TPQ yang naksir sesama guru yang cakep, atau seorang santriwati naksir ustadz/Gus nya? maaf, anda salah!

Ini hanya kisah rekaan aliasn fiksi yang sebenarnya berawal dari kegemasan saya dengan seorang ustadz selebriti (istilahnya bener nggak ya? Untuk para ustadz yang sering nongol di TV dan sering menghiasi acara infotainment). 

Jujur awal melihat ustadz itu, merasa kagum karena beliau sangat fasih dan dandanannya gaul, nggak kaya ustaz pada umumnya yang musti berpakaian dan terlihat sangat ‘ustadz’. Tapi lama kelamaan jadi jengah juga terutama saat si ustadz bilang lagi ‘ta’aruf’ tapi yang terlihat seperti pacaran pada umumnya, bukan ta’aruf yang islami. Hm... sebenarnya kurang tau juga sih aslinya gimana.. ya emang hanya Allah yang tahu dan kita nggak berhak men-judge. Tapinya, namanya illfeel kan nggak bisa dirubah gitu aja? Hihi *ngeles.



Yup! Dan lahirlah cerpen ini, yang dikirim ke EMBUN tapi sampai lama nggak ada kabar, tahu-tahu ada SMS dari redaktur ngabarin cerpenku mau dimuat di Edisi Mei 2013. Alhamdulillah... semacam kado nikah gitu... wkwkwkwk. Ini dia cerpennya 

__________________________________________________________________________________

1

2
__________________________________________________________________________________
Oh, Ustadzku Sayang
Dengan mulut manyun bin muka ditekuk Lintang masih setia mengamati kotak hitam di depannya. Matanya awas mengikuti gerak-gerik idolanya, telinganya siaga menanti setiap kata yang keluar dari host ataupun dari si bintang. Sesekali manyun sepert tadi, sesekali tersenyum puas. Wulan, kakaknya yang sedang bersiap ke kampus hanya geleng kepala melihat ulah adik semata wayangnya itu. Berkali-kali ia mengingatkan tentang tidak dibolehkannya nonton gossip karena sama saja dengan ghibah alias ngomongin orang, tapi sebanyak itu  pula Lintang menutup telinga atau menuduh Wulan terlalu banyak mencampuri urusannya, sok alimlah, sok pinterlah, atau ungkapan kesal lainnya.

Semua bermula sejak Ramadhan kemarin..
“Alhamdulillah… Lintang ga tidur ba’da shubuh ini..” kata Wulan sembari ikut duduk disamping Lintang yang asyik menyaksikan acara special Bulan Ramadhan di Televisi.
“iyalah ka.. Lin juga bisa ga tidur ba’da shubuh. Eits! Tapi jangan suruh lintang baca Qur’an atau baca buku ya?! Kalo itu sih.. obat tidur buat Lin!” tegasnya sebelum Wulan berbicara lebih banyak lagi. Wulan hanya senyum dikulum lalu melanjutkan tilawah di kamarnya, meninggalkan Lintang yang masih setia di depan kotak hitam itu.

Esoknya, Lintang mendiamkan penghuni rumah gara-gara dia bangun jam 7 pagi. Padahal kak Hari, Wulan, Ayah dan Ibu sudah bergantian membangunkannya waktu sahur. Namun ia memilih tak bangun sahur dengan alasan haidh. Tak ada yang berani mengusik gadis 19 tahun yang baru semester 3 itu ketika sedang diam, apalagi dalam kondisi menstruasi.

Usut punya usut, ternyata kemarahannya ‘hanya’ karena ia tak bisa menikmati acara idolanya ***
“Kak, pernah jatuh cinta? At the first sight?” Tanya Lintang sambil mengedip centil di minggu pagi.
“kenapa Tanya begitu? Kita…”
“Eits! Ga mau denger ka Wulan ceramah!” memang begitu adatnya. Hanya ingin mengungkapkan sesuatu tanpa boleh orang lain memberi masukan.
“Nih, baca aja” Wulan menyodorkan  beberapa buku tentang ‘cinta’. Mulai dari pacaran islami, ta’aruf, sampai nikah dini.
Tak urung rasa penasaran menyerbu juga. Tidak biasanya anak itu bertanya tentang cinta apalagi at the first sight. What??  Ngga  salah tuh? Jangan-jangan gara-gara ustadz di TV itu? Hm..
Esoknya, sengaja Wulan ‘menemani’ Lintang di depan TV. Oh.. ternyata ini yang namanya Ustadz Somad? Yang diidolakan Lintang, dibicarakan ibu-ibu di arisan bahkan di warung, dan yang bikin teman-teman kampus mendadak alim.. (kalo yang terakhir sebenarnya patut disyukuri.. hehe).
Pantas saja, dengan gaya yang menawan, gaul, up to date, kata-kata yang enak didengar, bahasa Arabnya fasih, wow! Siapa yang ngga kesengsem?
OK, tak masalah dengan dampak positifnya, tapi perlu diwaspadai akibat buruknya, terutama untuk remaja seperti Lintang.

Dan sampai hari ini, demamsomad itu masih menjangkiti Lintang. Pagi, siang, sore, malam, yang dilihat dan dibahas hanya satu nama: Somad. Perkataan siapapun  tak pernah digubris. ***
Minggu pagi, hari keluarga. Seperti sebuah kesepakatan tanpa hitam di atas putih, semua orang mengusahakan untuk berada di rumah. Ayah, Ibu, kak Hari, Wulan, dan tentu saja si bungsu Lintang.
“hari minggu mana ada gossip?” kata Kak Hari demi mendapati remote di pangkuannya direnggut Lintang.
“Ah! Kak Hari taunya doraemon doang! Ada lah! Hari ini acaranya special. Sejam penuh. So…ngga ada yang boleh ganggu Lin!” kak Hari melirik Wulan, berdua mengedikkan bahu. Seolah sudah berunding sebelumnya, kak Hari berlagak ‘sibuk’ denganrubik, dan Wulan dengan proyek kain flanel, telinga  awas dan mata kadang mengawasi Lintang.
“Pemirsa….” Host mulai mengawali acara. Lintang semakin bersemangat menonton.
Ternyata itu acara talkshow yang menghadirkan si ustadz dengan seorang wanita berkerudung gaul yang diakui sebagai calon istrinya. Mereka terlihat mesra dan akrab.
Wulan melirik Lintang yang masih sibuk memperhatikan dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.
“Kami akan menikah sekitar 3 bulan lagi” kali ini si ustadz yang bicara. Ia  membiarkan waktu berlalu beberapa detik, membuat peserta yang hadir terlongo; dan bisa dipastikan para penggemarnya (termasuk Lintang) patah hati.
“Alhamdulillah, meskipun saya duda, Adinda tidak keberatan, orang tuanya pun setuju”. Berkata begitu, si ustadz melirik mesra ke wanita yang duduk tak jauh darinya itu, sementara ia hanya tersenyum simpul.
Brukk! Lintang melempar remote dan berlari mennggalkan TV. Menutup pintu kamar keras-keras lalu terdengan bunyi ‘klik’ kunci diputar.
Kak Hari mematikan TV, meminta penjelasan. Ya, Lintang pasti patah hati tak ubahnya remaja lain yang terserang demamsomad itu. Heran dengan negeri yang indah ini, Seorang ustadz yang harusnya jadi panutan malah hanya jadi idola dunia. Ups! Astaghfirullah…
Lintang yang malang..



***  

Posting Komentar untuk "Oh, Ustadzku Sayang"