Pengalaman Mengikuti Standardisasi Guru Tilawati di Bali

Table of Contents

 


"Khairukum man ta'allamal Quran wa 'allamahu"
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya".
(Al-Hadits)

Semangat Belajar dan Mengajarkan Al-Qur'an

Penggalan hadits di atas adalah sebuah penyemangat bagi saya yang hingga usia kepala tiga fase akhir ini masih terus belajar Al-Qur'a, dan sekarang belajar metode Tilawati.

Saya ingat betul, dulu saat kecil, minimal 5 kali sehari saya harus berjibaku dengan "Turutan" (Kitab belajar baca Al-Qur'an). Pagi setelah subuh, saya belajar di masjid, lalu ba'da dhuhur ngaji ke tetangga. Menjelang maghrib harus belajar dulu dengan Bapak. Ba'da Maghrib lanjut ngaji lagi di masjid. Malamnya setelah shalat isya ikut Madrasah Diniyah (Madin) yang juga bertempat di masjid.

Lalu, kapan main? Tenang... Sepulang sekolah biasanya masih sempat main sama teman-teman, menjelajah sawah atau main ke rumah teman yang rumahnya cukup jauh meskipun masih satu desa. Di Madin juga berasa main karena bertemu banyak teman sekampung. MasyaAllah...

Dulu sebenarnya sering merasa kesal karena dipaksa untuk terus ngaji meskipun sudah tidak ada teman sebaya yang ngaji di masjid lagi. Saat SMA, masih ditambah dengan ngaji kitab dengan bapak di rumah. Kadang jika bosan, saya "kabur" nonton TV ke tempat Bulek atau Budhe, tapi biasanya akan dicari oleh Mamak, disuruh pulang dan ngaji juga.

Belajar Al-Qur'an yang terus-menerus dan menjemukan itu baru saya rasakan manfaatnya saat kuliah. Saya bisa mengamalkan sedikit ilmu yang saya dapat dengan membantu mengajar di TPQ. Meskipun saat itu hanya memegang jilid rendah, saya senang bisa berbagi ilmu dengan anak-anak yang bersemangat belajar itu.

Saat kuliah pula, keinginan untuk menjadi hafidz Qur'an makin menggebu. Sambil sedikit-sedikit menghafal, saya pun belajar tahsin Al-Qur'an, untuk meluruskan tajwid yang masih kurang baik.

Tak lama menjelang lulus kuliah, karena gabut di kos, teman-teman mengajak untuk belajar Al-Qur'an dengan metode Qiro'aty di TPQ Al-Firdaus Pleburan. Kebetulan saat itu Ustadz dan Ustadzahnya bisa menerima kami pagi atau malam hari ba'da maghrib.
Tak lama, Ustadz menyarankan saya untuk ujian syahadah. Namun saya minder karena belum ada barengan. Alhasil saya pun belum ujian juga sampai pulang kampung.

Setelah menikah dan punya anak, saya pun sempat melanjutkan ngaji Qiroaty. Lagi-lagi hanya beberapa bulan karena akhirnya melahirkan anak kedua dan pindah ke Pulau Dewata.

Saat Kakak H masuk TK, metode belajar Al-Qur'an yang digunakan di sekolah adalah Tilawati. Saya pun penasaran karena saat itu benar-benar belum pernah dengar. Makanya saat Ikatan Wali Murid (Ikwam) mengadakan program belajar Tilawati, saya pun bersemangat untuk ikut. Minimal saya paham nada dan cara mengajarnya supaya bisa mengajar anak-anak di rumah.

Sayang seribu sayang, baru beberapa bulan program berjalan, pandemi menyerang, dan kegiatan luring pun dihentikan. Hasna kembali mengaji dengan buku Iqro' di rumah tetangga yang mengelola TPQ.

Sekilas tentang Metode Belajar Al-Qur'an Tilawati

Metode Tilawati disusun oleh empat aktivis guru Al-Quran dan penggerak TKA/TPA di Jawa Timur pada tahun 1990, yaitu: KH. Masrur Masyhud, S.Ag, KH. Thohir Al Aly, M.Ag, KH. Drs. H. Sadzili, dan Drs. H. Ali Muaffa. Saat ini, Tilawati berpusat di Yayasan Nurul Falah Surabaya.

Metode Tilawati dalam pembelajaran membaca al-Qur`an yaitu suatu metode atau cara belajar membaca al-Qur`an dengan ciri khas menggunakan lagu rost (nada datar, naik, dan turun) dan menggunakan pendekatan yang seimbang antara pembiasaan melalui klasikal dan kebenaran membaca melalui individual dengan tehnik baca simak.
Metode ini aplikasi pembelajarannya dengan lagu rast. Rast adalah Allegro yaitu gerak ringan dan cepat. Metode Tilawati merupakan metode belajar membaca al-Qur'an yang menggunakan nada-nada tilawah dengan pendekatan yang seimbang antara pembiasaan melalui klasikal dan kebenaran membaca melalui individual dengan teknik baca simak. Dengan penerapan lagu dalam bacaan al-Qur'an siswa akan lebih senang dalam proses pembelajaran dan gemar membaca al-Qur'an sehingga berdampak pada hasil belajar siswa.
Pendekatan klasikal dan individual dan untuk mendukung dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif maka penataan kelas diatur dengan posisi duduk peserta didik melingkar membentuk huruf U sedangkan guru di depan tengah sehingga interaksi guru dan peserta didik mudah.
Format U dalam proses pembelajaran metode Tilawati sangatlah bagus karena peserta didik dapat terkontrol semua oleh pendidik baik klasikal maupun individual.
Adanya penekanan-penekanan dalam membaca Al-Qur`an dengan baik dan benar diperlukan latihan yang terus menerus dengan mengoptimalkan potensi anatomis yang ada pada diri manusia yaitu otak, mata dan mulut serta hati. Saat anak diminta untuk membaca secara berlahan-lahan, pada saat itu pula diharapkan terjadi “fokusisasi” atau keseimbangan pada komponen anatomisnya, sehingga menghasilkan bacaan yang benar.
Dengan latihan membaca secara terus menerus diharapkan membantu dan mempercepat proses kelancaran Tilawahnya, dengan kriteria, membaca dengan lancar, fasih, dan memahami hukum-hukum tajwid.
Selain itu, dalam metode Tilawati ini juga sangat mengedepankan kompetensi dan komunikasi yang baik diantara guru dengan muridnya. Untuk membentuk murid yang mampu belajar dengan baik dan tertib serta berlatih membaca terus menerus secara mandiri, bukanlah perkara yang mudah. Hal ini sangat memerlukan peranan dari seorang guru yang mampu menguasai dan mengarahkan anak didik atau santrinya untuk memahami tugas dan tanggung jawabnya serta menjalani proses belajar dengan perasaan yang menyenangkan sebagai langkah awal untuk memotivasi dan meningkatkan prestasi belajar.

Materi Pembelajaran:

Materi Tilawati dimulai dari pengenalan huruf hijaiyah berharakat, kemudian dilanjutkan dengan materi yang lebih kompleks seperti hukum tajwid.

Pengelolaan Belajar:

Metode Tilawati mengatur pembelajaran secara keseluruhan, termasuk media dan sarana belajar yang diperlukan, dengan dua tingkatan: dasar (Tilawati) dan lanjutan (Al-Quran).

Munaqasyah:

Tilawati juga melibatkan munaqasyah, yaitu proses evaluasi untuk mengukur pemahaman dan kemampuan siswa dalam membaca Al-Quran.

Perbandingan dengan Metode Lain:

Tilawati berbeda dengan metode iqra' yang lebih menekankan pada pembelajaran individual, sedangkan Tilawati menggabungkan pendekatan klasikal dan individual. Tilawati juga berbeda dengan metode Ummi yang menggunakan nada naik turun, sementara Tilawati menggunakan nada rost.
(Catatan: perbandingan ini sekadar untuk pengetahuan dan ciri khas masing-masing metode, bukan tentang metode mana yang lebih baik. Semua metode insyaAllah bagus karena semua punya dasar ilmunya masing-masing.)

(Disarikan dari berbagai sumber: https://repository.radenfatah.ac.id/12273/2/BAB%202.pdf, Google Gemini, dll)

Mars Tilawati

Ayo kita baca kitab Al Quran
Menggunakan irama menyenangkan
Baca Qur'anmu, pahami isinya
Amalkan dalam kehidupan (2x)

Mari kita mulai belajar Quran
Tidak ada kata-kata terlambat
Jangan tunda-tunda dari sekarang
Dengarkan, ikuti bersama

Bismillahirrohmanirrohim
Subata subatan subata
Nabata nabatan nabata
Syidada syidadan syidada
(Ulangi)

Ikut Standardisasi Guru Tilawati Level 1 di Bali

Suatu hari, saya nebeng mobil teman saya, Ustadzah Nur Azizah, yang akrab disapa Ustadzah/Bu Nunung. Beliau ini seorang aktivis sosial dan pendakwah, trainer pemulasaraan jenazah (di Bali dikenal dengan "fardhu kifayah"), juga mengajar Al-Qur'an dengan berbagai metode.

Bu Nunung beberapa kali memantik semangat anggota grup WA untuk mengikuti standardisasi guru Tilawati. Saya pun tertarik karena saat ini Kakak kembali menggunakan metode Tilawati di TPQ. Saya ingin bisa ngajarin anak-anak, dan PD untuk ngajakin ibu-ibu belajar Al-Qur'an.

Dulu, waktu Kakak masih TK, saya beberapa kali mengajak ibu-ibu yang mengaku belum lancar baca Al-Qur'an. Rata-rata pertanyaan yang muncul adalah: "pakai metode apa, Mbak?"
Saya pun menjelaskan tentang tahsin Al-Qur'an yang saya pernah dapatkan, sanadnya melalui ustadz Abdul Aziz Abdurrauf, LC Al-Hafidz.

Saat itu saya meringis juga sebenarnya, karena dulu setelah ujian, tidak ada kabar apakah lulus atau tidak, dan tidak ada kabar syahadahnya. Sedangkan di Qiroaty, saya pun belum sempat ikut ujian. Hm...

"Ikut, aja Mbak. Modal ilmunya sudah ada, tinggal nanti belajar metode Tilawati dulu sebentar," saran Bu  Nunung.

Maka ketika ada informasi akan diadakan kembali standardisasi guru level 1 untuk mengajar jilid 1-6, saya segera cek jadwal suami. Ternyata pas beliau masuk malam dan libur, saya pun dapat izin untuk bergabung.
Bersama teman-teman yang lain, kami mendapat bimbingan dari Bu Nunung khususnya terkait metode pembelajaran tilawati.

Drama Menjelang dan Hari H Kegiatan

Menjelang jadwal kegiatan, tiba-tiba badan saya meriang. Acara sedianya diadakan hari Sabtu, tapi hari Kamis saya hampir nggak turun dari kasur. Hari Selasa sebelumnya, Simbah saya meninggal di Wonosobo. Pak Suami menyarankan saya pulang berdua dengan si Kecil, tapi saya takut karena gelombang masih tinggi dan belum lama ada kejadian kapal tenggelam.

Rasanya sudah desperate apa akhirnya harus mundur nggak ikut? Esoknya, ada kabar kalau tim Tilawati Bali akan ada kegiatan di luar kota sehingga kegiatan diundur sepekan kemudian. Dengar kabar tersebut, sebenarnya antara senang dan gundah. Senang, karena saya bisa beristirahat lebih lama dan ikut kegiatan tidak dalam kondisi kurang fit, tapi juga gundah karena bapak mertua di Semarang sedang sakit, sementara suami saya ingin pulang tapi belum dapat jadwal yang pas karena harus bergantian juga dengan temannya.

Hari H, akhirnya saya datang diantar suami. Namun dapat kabar kurang mengenakkan, kondisi bapak mertua kurang baik, sehingga harus dirujuk kembali dan harus operasi. Saat itu tepat sebelum acara dimulai, saya sudah kehilangan fokus. Teman saya berusaha menenangkan saya dan mendoakan bapak mertua.

Saya pun terus berkomunikasi dengan suami, tak apa jika besok saya tidak ikut lagi, yang penting beliau bisa segera pulang ke Semarang.
Sayangnya, ada jalan ambles di jalur Denpasar - Gilimanuk yang bikin arus darat tersendat. Opsi untuk naik bus, travel, atau naik kereta dari Ketapang bukan pilihan yang tepat.
Alhamdulillah, masih dapat tiket pesawat Denpasar - Bali di malam hari, yang hanya ada di akhir pekan. Jadwal ini cocok dengan kereta yang berangkat pukul 6 WIB dari Pasar Turi Surabaya. Sampai di Surabaya, pak suami bisa beristirahat sejenak di rumah Om, lalu paginya kembali melanjutkan perjalanan ke Semarang dengan kereta.

Alhamdulillah, win win solution. Pak suami bisa pulang dengan waktu yang lebih efektif, siang hari di hari Senin sudah akan sampai di Semarang, dan saya tetap bisa ikut kegiatan di hari Ahad full dari pagi sampai sore pukul 17 WITA.

Ujian Munaqosyah dan Microteaching

Setelah mendapat bimbingan singkat cara mengajar jilid 1-6, kami juga dibekali dengan metode dasar pembelajaran tilawati. Misalnya seperti bagaimana metode pengajaran pertemuan 1-15, halaman yang harus dibaca, urutan pengajaran, dsb.

Tentu, rasanya degdegser sebelum menuju ujian microteaching dan munaqosyah. Pesan dari Bu Nunung cuma 1: "Jangan grogi. Pede aja, seperti ngaji biasa aja."
Memang sih, saat grogi biasanya otak seperti tak bisa berpikir jernih. Yang sebenarnya bisa, jadi seperti tidak bisa. Namun, membayangkan akan diuji di depan Munaqisy (orang yang menguji munaqosyah) memang bikin jantung "lompat-lompat" nggak karuan. 

Saya pun berusaha untuk PD saat microteaching dan seperti sedang membaca Al-Qur'an sehari-hari saat munaqosyah. Meskipun saya belum menguasai semua nada rost khas tilawati saat membaca ayat yang panjang, saya tetap percaya diri membaca dengan nada semampu saya, seperti tilawah saya biasanya.

"Sudahlah, yang penting sudah berusaha yang terbaik." Kataku setengah desperate menyadari beberapa kesalahan khususnya saat microteaching.

Akhirnya Lulus Syahadah Guru Tilawati Level 1

MasyaAllah, rasanya seperti bisul yang pecah ketika 2 pekan setelah kegiatan, panitia menginformasikan peserta yang lulus dan tidak lulus, sekaligus nilai yang didapatkan.

MasyaAllah tabarakallah, terharu... ternyata saya dapat nilai yang cukup memuaskan. Semuanya tentu berkat pertolongan Allah, dukungan suami dan anak-anak, bimbingan Bu Nunung, dan persiapan yang matang. Alhamdulillah wa syukrulillah.

Semoga dengan syahadah ini, makin luas memberi manfaat dengan mengajar Al-Qur'an. Saat ini, saya hanya mengajar anak-anak saya sendiri dan anak tetangga yang kesulitan menyesuaikan jadwal sekolah dengan jadwal TPQ.

Pengalaman mengikuti kegiatan standardisasi guru tilawati level 1 ini sungguh luar biasa. Saya terharu karena di Bali, banyak sekali kaum muslim yang bersemangat mengajar Al-Qur'an. Saya pun bersyukur bisa mendapatkan ilmu mengajar Al-Qur'an dengan mudah dan menyenangkan, yakni metode Tilawati.

Semoga bermanfaat,

Salam,

Posting Komentar

Link Banner Link Banner Link Banner Link Banner Link Banner Intellifluence Logo Link Banner