Roadtrip Denpasar - Semarang - Wonosobo PP: Serunya Mudik Tahunan
Mudik, menjadi salah satu kata "keramat" bagi kaum perantau. Ibarat kata orang di kampung menabung untuk masa depan, para perantau "terpaksa" menabung untuk mudik. Bukan mengeluh, hanya sekadar bercerita tentang kenyataan yang harus selalu dihadapi. Mau bagaimana lagi? Memang rezekinya saat ini harus dicari jauh dari kampung halaman. Cukup bersyukur dan berbaik sangka kepada Allah, selalu ada rezeki untuk birrul walidain. Mudik, menjadi rutinitas yang repot tapi juga dinanti-nanti. Setuju?
Drama Menjelang Mudik
Drama paling basic ((Halah basic)) bagi perantau untuk mudik adalah: menyesuaikan jadwal kerja Ayah dengan jadwal libur sekolah anak-anak. Maklum, suami saya kerjanya di lapangan di bagian pelayanan umum, dengan sistem kerja shift. Ambil cuti saat liburan tidak bisa fleksibel seperti jadwal kerja kantoran dengan sistem kerja office hour.
Setelah memastikan jadwal dan fix InsyaAllah mudik, drama baru muncul lagi: sudah kehabisan tiket bus untuk nomor kursi yang berurutan. Kalau harus berpencar, anak-anak belum bisa terkondisikan, terutama si Kecil yang masih suka mondar-mandir nyari ayah, kakak, dan bundanya meksipun di kendaraan umum.
"Gimana kalau nyoba roadtrip aja? Cari mobil rental, tapi Ayah capek banget pasti karena nggak ada yang gantiin nyetir," saya coba ngusulin opsi ini.
"Bisa sih, itung-itung nggak bayar driver, dana bisa kita alihkan buat yang lain. Tapi nyari mobil ke mana, ya?"
Saya coba menghubungi rental mobil langganan, ternyata tidak menyewakan unit untuk dibawa ke luar Bali. Setelah nyari info ke sana kemari, akhirnya suami dapat unit dari rental mobil milik rekan kerjanya. Alhamdulillah...
Bersyukur Akhirnya dapat Mobil Rental
Rasanya setengah beban sudah berkurang ketika dapat kabar ada mobil yang bisa disewa untuk dibawa mudik ke Jawa. Jarang-jarang kan, belum kenal tapi dikasih lewat kunci. Saat itu ada 5 seater (Honda Brio) dan 7 seater (Innova Reborn). Kami putuskan untuk ambil Brio setelah mencoba opsi lain belum dapat juga. Pertimbangannya tentu karena biaya sewanya lebih hemat.
H-1 mudik, tiba-tiba suami berkabar kalau temannya menghubungi, unit yang sedianya akan dibawa tiba-tiba dibatalkan oleh pemiliknya. Dengar kabar itu rasanya seperti balon yang tiba-tiba kempis. Mencoba mencari alternatif kendaraan lain lewat kenalan di sini pun nihil. Rata-rata orang tidak berkenan menyewakan kendaraan pribadinya untuk dibawa ke luar pulau apalagi sistem lepas kunci.
Pasrah. Akhirnya malam itu hanya bisa berdoa semoga rencana untuk mudik mendapatkan jalan dari Allah.
Kami bisa bernapas lega saat esok harinya, rekan kerja suami kembali berkabar, ada unit lain yang siap dibawa mudik. MasyaAllah, Alhamdulillah wasyukrulillah... Rasa syukur memenuhi dada, meski kembali terbersit rasa khawatir bagaimana nanti di jalan. Maklum, ini akan jadi pengalaman pertama kami roadtrip lintas pulau.
![]() |
Terima kasih, Mr.X yang mengizinkan mobilnya dirental lepas kunci |
Roadtrip Denpasar - Semarang lanjut Semarang - Wonosobo PP
Pagi setelah Nyepi, ba'da subuh kami kembali bergelung di kasur akibat semalam lembur packing untuk mudik. Rencana jam 8 begitu mobil tiba kami akan langsung berangkat. Nyatanya, banyak drama pagi itu. Mobil diantar saat kami masih tertidur. Setelah itu, harus menghadapi kenyataan ada setumpuk pakaian kotor yang tak mungkin ditinggal. Jalan satu-satunya harus menyelesaikan cucian terlebih dahulu sebelum berangkat. Pukul 10.30 WITA, barulah kami bisa keluar. Setelah berdoa, menguatkan mental dan menghubungi keluarga, kami pun siap melakukan perjalanan.
Jalanan cukup lengang di Kota Denpasar, tetapi kami terjebak macet juga sepanjang Kediri Tabanan hingga hampir sampai pelabuhan. Lebih tepatnya banyak titik macet dan padat merayap karena banyak kendaraan kecil yang melintas. Pukul 4 sore kami baru memasuki area pelabuhan Gilimanuk. Antrean kendaraan masih cukup padat meskipun tak sebanyak puncak arus mudik sebelum Nyepi. Kami manfaatkan waktu antre untuk ke kamar mandi dan shalat di mushala pelabuhan.
Menjelang pukul 6, kami bisa naik ke kapal setelah merayap di jalur antrean mengikuti arahan petugas. Hujan rintik-rintik menemani kami naik ke dek kapal, mencari tempat duduk yang sebagian sudah dipenuhi penumpang. Beruntung masih dapat tempat duduk untuk kami berlima meskipun anak-anak harus share, 2 kursi untuk berdua.
Meski gerimis dan tak bisa menikmati pemandangan seperti saat cerah, kami bersyukur perjalanan lancar tanpa kendala. Saat memasuki waktu maghrib, petugas kapal memberikan informasi untuk berbuka puasa. Epic-nya, saya lupa membawa makanan dan minuman untuk berbuka, padahal pak suami belum berbuka puasa. Saya dan anak-anak sudah berbuka karena tidak kuat menahan mual di perjalanan akibat udara panas dan macet.
Pak suami membatalkan puasa dengan sebutir permen yang ada di tasku. Mau beli makanan ke kantin kapal kepalang tanggung karena sebentar lagi kapal akan sandar di Pelabuhan Ketapang.
Benar saja, tak berselang lama setelah adzan maghrib, kembali terdengar peluit dan informasi bahwa kapal akan segera sandar, penumpang dimohon untuk memeriksa barang bawaan.
Kami pun bergegas bersiap turun, karena posisi mobil di barisan depan. Saat berjalan turun dari kapal, ditingkah gerimis yang mulai mereda, lampu temaram di kejauhan, dan air laut yang sesekali terlihat berkilau, takbir telah berkumandang bersahut-sahutan dari masjid di sekitar pelabuhan. Terharu, trenyuh, sedih, juga bahagia dan entah perasaan apalagi yang berkumpul di dada. Benar-benar momen tak terlupakan, karena baru kali ini ramadhan terakhir masih di perjalanan, bahkan baru sepertiga perjalanan.
Shalat Maghrib dan Makan Malam
Berhubung belum makan, kami segera cari masjid untuk shalat maghrib dan isya lalu lanjut makan malam. Sayangnya tidak Nemu warung dekat masjid, jadi melanjutkan perjalanan sambil cari warung. Banyak warung yang tutup karena sudah masuk 1 Syawal. Alhamdulillah akhirnya dapat warung bakso. Cocok lah, dingin masih hujan makan bakso panas. Saat masuk warung, sedang sepi. Tak lama berselang, masuk 2 rombongan lain yang ternyata sama-sama bermobil plat DK.
Seperti biasa, tiap berhenti kami harus ke toilet, memanfaatkan kesempatan istirahat, gerak-gerak supaya mengurangi rasa capai dan badan tidak kebas terlalu lama duduk. Kami pun berusaha untuk istirahat setiap kurang lebih 2 jam perjalanan agar anak tidak bosan dan pak suami bisa istirahat. Pukul 10 malam kami sempatkan untuk istirahat lagi dan menuruti keinginan anak-anak untuk makan mie instan. Sesekali makan mie dalam cup, karena bolehnya cuma saat bepergian. Saya pun minum kopi biar bisa melek menemani pak suami yang juga masih "buta" dengan jalan yang akan kami lewati.
Shalat Idulfitri di Kota Surabaya
Sudah berjam-jam di jalan tol, rasanya nggak sampai-sampai. Huhu.. menjelang jam 2 malam, kami baru sampai di Sidoarjo. Suami bilang kalau mau dipaksa terus sampai Semarang pun, nggak akan cukup waktunya untuk dapat shalat Ied. Setelah sekian menit menimbang-nimbang, kami putuskan untuk berhenti dulu di Surabaya, mampir ke tempat saudara untuk istirahat dan shalat Idulfitri sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke Semarang. Meskipun hanya punya waktu sebentar untuk istirahat, bisa selonjoran dan tidur beneran tuh lumayan banget mengurangi ketegangan di perjalanan.
Shalat Idulfitri kali ini rasanya berbeda, semacam ada yang kurang. Mungkin karena bukan di kampung halaman dan tidak kenal dengan orang-orang di sekitar. Belum lagi khatib yang khutbahnya lama sekali, jujur pagi itu rasanya pengen cepet-cepet tidur lagi, tapi apa daya harus melek dan lanjut jalan.
Sebenarnya ini kali kedua kami shalat Idulfitri di Surabaya. Dulu pernah waktu awal nikah tapi bersama keluarga suami dan saat neneknya masih ada saat. Saat ini tinggal saudara bapak mertua saja karena nenek sudah berpulang.
Melanjutkan Perjalanan ke Semarang
Pukul 8.30 WIB kami melanjutkan perjalanan menuju Semarang via tol. Jalan terbilang ramai lancar tapi kami tidak bisa melaju cepat, maksimal hanya 110 KM/jam. Maklum, mobil kecil full muatan, kami cari aman saja. Jalan pelan-pelan dan sering istirahat, biar anak juga tidak bosan.
Kurang lebih 2-3 jam sekali kami istirahat di rest area. Terkadang tak sampai 2 jam sudah berhenti lagi jika ada yang ingin ke toilet atau Pak Sopir mengantuk. Benar-benar definisi menikmati perjalanan, tak kan lari gunung dikejar.
Kami sempat mengalami hal yang menyeramkan: kena hujan badai di jalan tol. Hujan yang sangat lebat, hanya bisa melajukan mobil di batas kecepatan minimum jalan tol, 60KM/jam. Mobil terasa tidak berjalan, jarak pandang sangat pendek, tidak kelihatan ada kendaraan di depan. Satu hal yang kami takutkan: keseruduk mobil lain dari belakang. Saat seperti ini, hampir tidak ada kendaraan yang mendahului, saking lebatnya hujan dan kabut. Lampu hazard sudah dinyalakan sejak jarak pandang sangat sempit. Waktu 30 menit yang terasa sangat lama. Kami bernapas lega setelah hujan mulai mereda dan kendaraan di depan mulai terlihat lagi. Fyuuh..
Istirahat di Resta Pendopo KM 456 Salatiga
Salah satu wishlist-ku kalau roadtrip adalah mampir di rest area fenomenal dengan view cantik dan jembatan penghubungnya, Resta Pendopo KM 456 di Salatiga. Akhirnya kesampaian dong berhenti di sini. Sayangnya kondisi sedang gerimis dan full, sampai susah nyari tempat parkir dan berkali-kali ada pengumuman untuk pengunjung dibatasi hanya 30 menit supaya tidak terjadi penumpukan kendaraan di jalan tol. Anak-anak pun antusias turun karena dijanjikan untuk makan di rest area ini, late lunch sebenarnya, karena waktu istirahat siang belum berselera makan, giliran sudah lapar malah kejebak hujan.
"Seperti mau ke mall ya, Bun!" Kata Kakak S.
"Asyik! Ada Solaria!" Teriak si Kakak H melihat plang dengan logo restoran favoritnya. Kami pun memilih ke sana meski pengunjung juga berjubel. Biar anak senang, kami juga senang dan perjalanan lancar.
Sebenarnya, keluarga di Semarang juga sudah harap-harap cemas menunggu kami sampai rumah. Maklum, ini perjalanan roadtrip pertama kami. Namun kami juga tidak bisa gegabah ngejar segera sampai. Kami memilih tetap selow dan membuat anak-anak nyaman dengan sering berhenti.
Alhamdulillah, kami tiba dengan selamat di Semarang kurang lebih pukul 5 sore. Menyisakan rasa capai luar biasa dan pegal-pegal di kaki kanan Pak suami yang biasanya pegang mobil manual, kali ini pakai matic.
Mudik Semarang - Wonosobo
Setelah beberapa hari di Semarang, kami melanjutkan mudik ke Wonosobo. Pulang ke Wonosobo itu, seperti akan berlibur ke villa di pegunungan. Dapat udara segar nan sejuk macam pakai AC central, hehe, dan air yang bersih bening segar cenderung dingin menusuk tulang. Juga menikmati comfort food bikinan emak. MasyaAllah...
Perjalanan menuju Wonosobo Alhamdulillah lancar tanpa kendala dan tidak terkena macet, hanya sedikit tersendat di beberapa ruas jalan. Biasanya, tiap ke Wonosobo anak-anak pasti akan minta berhenti di pom bensin atau di warung makan. Kali ini, hanya berhenti di pom bensin untuk ke toilet.
Karena sebelumnya sudah jalan dari Bali ke Semarang, menuju Wonosobo yang hanya sekitar 4 jam perjalanan terasa sangat ringan. Tak lagi berkeluh kesah "Ko baru sampai sini, ya.." tapi berganti "Alhamdulillah, ternyata sudah sampai sini.."
Jalur Alternatif Bedakah
Mudik tahun 2024 kami pulang ke Semarang melewati jalur alternatif baru, jalur Bedakah dengan view yang indah dan menghemat waktu perjalanan kurang lebih 1 jam (belum terhitung macet). Lewat jalur ini beneran nagih karena memang seindah itu view-nya. Mulai dari pemandangan hamparan kebun teh sampai city view di bawah perbukitan saat cuaca sedang cerah. Sayang saat kami lewat sedang hujan sehingga sepanjang jalan kabut.
Kami sempat berhenti sejenak untuk beli makanan ringan saat belum turun hujan, malah kehujanan di warung. Jalur ini dibilang menghemat waktu karena tidak melewati tanjakan tajam di atas Kertek, tidak terkena macet di sekitaran Kertek, dan tidak melewati kota Wonosobo yang biasanya juga macet khususnya di sekitaran alun-alun. Jalur ini menyambung dengan jalur lingkar Utara, jadi bisa keluar di Mendolo (jika ambil arah Purwokerto) dan keluar di Andongsili-Jalan Dieng (untuk menuju Dieng).
Oh ya, jika Temans akan mengunjungi Gunung Cilik, jalan ini juga lah yang akan dilewati.
Di Wonosobo, memanfaatkan waktu yang sangat terbatas, kami hanya bisa silaturahmi ke saudara dekat saya. Seperti biasa, ibarat diambil intinya saja. Kami ke rumah saudara dekat bapak dan mamak. Inginnya ketika bawa mobil bisa silaturahmi ke saudara sepupu dan teman-teman yang masih stay di sana. Qadarullah, hanya punya waktu 3 hari 2 malam termasuk untuk perjalanan. Semoga lain kali bisa lebih longgar dan bisa lebih banyak silaturahmi. Aamiin.
Berhubung tulisan ini sudah sangat panjang, untuk perjalanan balik mudiknya, saya buat part 2.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Posting Komentar
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam