[REVIEW] Alamie, Mie Instan tanpa MSG
Daftar Isi
Halo, siapa nih di sini yang golongan #AntiMicin?
Hihi. Mau pro atau anti micin sih, suka-suka ya! Itu pilihan
masing-masing dan memang untuk lidah yang sejak kecil telah ‘dilatih’ untuk
mengecap lezatnya micin, dia tak bisa bohong kalau makanan yang diberi bumbu
tambahan itu akan muncul sensasi ‘umami’nya.
Saya termasuk anak yang dibesarkan dengan micin lho! Aduh bahasanya kok
‘dibesarkan’ ya. Hihi. Maksudnya ibu saya adalah orang desa yang terbiasa masak
dengan tambahan micin. Untungnya beliau bukan orang yang berlebihan untuk
memberi penyedap satu ini, secukupnya dan hanya untuk menyempurnakan rasa saja,
tanpa membuat lidah eneg atau ada rasa yang tertinggal setelah menyantap
makanan. kecuali rasa susah move on
karena masakan ibu selalu paling enak buat anak-anak dan keluarga.
Setelah ada kasus temuan zat yang mengandung babi pada salah satu merk
micin, ibu saya mulai sedikit mengurangi penggunaan micin dan beralih ke bumbu
kaldu. Meskipun sama saja, ada kandungan MSG-nya. Untunglah lama kelamaan
beliau makin jarang menggunakan bahan-bahan itu untuk masak kecuali masak sayur
bening dan saat menjamu tamu.
Setelah menikah dan tinggal di rumah mertua, baru saya temui keluarga
yang sejak dulu tidak pernah menggunakan micin dan sejenisnya. Salut! Meskipun
beliau tak menolak membeli makan di luar yang hampir pasti menggunakan bumbu
penyedap. Namun dengan tidak menggunakan micin, risiko-nya adalah pengeluaran
untuk membeli bumbu terutama bawang merah-putih menjadi lebih banyak dibanding
jika memakai micin. Iya, biar masakan makin sedap pakai bawang-nya banyak.
Tapi saya dan suami (terutama) masih tetap suka mie instan, lho! Makanan
satu ini selalu menjadi ‘penyelamat’ saat lapar melanda atau kehabisan makanan
di malam hari, atau sekadar tamba pengen alias ngobatin keinginan makan mie
instan yang sudah memuncak.
Tahu sendiri kan bagaimana kandungan bumbu mie instan yang kaya micin tapi
selalu ngenganin itu. Yah, gimana lagi. Lidahnya sudah terlanjur setia sama
mie instan. Meski begitu kami membatasi makan mie instan, mengusahakan agar
tidak sering-sering mengkonsumsi. Kalau bisa malah cukup sebulan sekali saja,
meskipun nyatanya kadang seminggu sekali/dua minggu sekali.
Suatu hari seorang teman memberi bingkisan yang di dalamnya terdapat mie
instan ALAMIE, mie instan tanpa MSG.
Saya penasaran, dong! Biasanya makan mie instan ya nikmatnya karena rasa
micin itu, eh ini ada mie instan tanpa micin. Kaya apa rasanya? Enak nggak ya?
Hihi.
Mie ini diproduksi oleh UKM di Jogjakarta dan kebanyakan dipasarkan
secara online ke seluruh wilayah Indonesia. Harganya relatif lebih mahal
dibanding mie instan biasa, yaitu berkisar 4-6ribu. Sama seperti mie instan
pada umumnya, memiliki varian mie instan rebus dan goreng.
Bumbu penyedapnya tidak terbuat dari MSG melainkan terbuat dari kaldu
jamur. Make sense sih ya, kalau kita
masak jamur tiram dan sejenisnya, tanpa diberi bumbu penyedap pun rasanya sudah
seperti diberi penyedap. Sedangkan minyak bawangnya asli terbuat dari minyak
yang diberi bumbu bawang.
Tak kalah unik adalah mie-nya yang beraneka warna. Warna ini dihasilkan
dari campuran pewarna alami yaitu dari sayur dan buah. Selain sebagai pewarna
alami, tambahan sayur/buah ini menjadi tambahan nutrisi di dalam mie. Sayur dan
buah yang digunakan diantaranya buah naga, bayam merah, bayam hijau, dll.
Namun mie-nya sendiri masih terbuat dari terigu sih, masih belum gluten free. Coba ya, masukan buat
produsennya untuk membuat Alamie versi gluten
free agar sehat dan aman dinikmati oleh setiap orang terutama ibu hamil dan
anak-anak atau untuk yang sedang diet dan menjalani program hidup sehat.
Bagaimana rasanya?
Hm... jujur waktu pertama kali mencoba, lidah tak bisa berpaling dari mie
instan berMSG yang biasa dimakan. Iya, rasanya tetap ingin membandingkan dengan
micin-micin itu. Apa ya? Rasanya cenderung taste
less (bukan no taste loh ya). Mungkin karena saking biasanya makan mie
instan yang berMSG dan rasanya cenderung asin.
Kali kedua mencoba, lidah sudah bisa mentolelir sehingga terasa lebih
nikmat dan terasa kaldu jamurnya. Meskipun untuk rasa keseluruhan tetap kalah
dengan yang bermicin. Wajar sih ya, namanya micin terbuat dari berbagai bahan
tambahan sedangkan mia Alamie terbuat dari bahan alami. Sayangnya saya belum
pernah mencoba Alamie rebus, sehingga belum bisa membedakan bagaimana rasanya.
Tapi si Hasna yang biasanya merecoki saat ayah/bunda-nya makan mie instan
pun tetap lahap makan Alamie, lho! Artinya bagi lidahnya mie ini lezat.
Yang paling saya suka adalah tekstur mie-nya yang lembut namun tidak
lembek. Jadi saat dimakan pun tidak membuat eneg. Porsinya pun tidak terlalu
besar untuk saya. Kalau untuk laki-laki sepertinya harus makan 2 bungkus supaya
kenyang. Hehe.
Untuk kemasannya, masih menggunakan plastik bening dengan tambahan kertas
berlabel di dalamnya. Keuntungannya, kita bisa melihat mie yang berwarna-warni
karena plastik bening tersebut. Namun kemasan jadi terlihat kurang eksklusif. Iya
sih, karena masih produk UKM untuk cetak plastik seperti mie instan yang full color itu pasti membutuhkan biaya
yang lebih besar.
Inovasinya sudah keren menurut saya. Karena ada yang peduli dengan micin
dan segala bahan tambahan yang terdapat dalam mie instan sehingga membuat mie
yang cukup sehat, tanpa micin dan tanpa pengawet.
Semoga sukses untuk produsen dan seluruh distributor/reseller Alamie.
Semoga makin kuat bersaing dengan mie instan keluaran perusahaan raksasa yang
sudah menjamur di Indonesia. Semoga juga tidak berhenti hanya pada Mie instan
tapi juga merambah produk lainnya supaya masyarakat disuguhi banyak alternatif
makanan sehat.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam