Tips Berdamai dengan Mertua ‘Cerewet’
Daftar Isi
Assalamu’alaikum, Temans. Semangat pagi!
Melanjutkan #ODOP nya #Bloggermuslimahindonesia nih, kali ini ingin
membahas sedikit hal yang cukup sensitif, tentang hubungan antara menantu
dengan mertua. Ada yang merasakan tinggal serumah dengan mertua?
Tinggal bersama mertua memang hal yang susah-susah gampang. Karena ada ‘keluarga’
lain selain lingkaran keluarga inti kita. Banyak pakar mengharuskan seorang
yang sudah berumah tangga untuk tinggal terpisah dengan orang tuanya karena
lebih mudah menuai konflik jika bersama mertua atau keluarga yang lain
(misalnya ipar). Namun pada kenyataannya, bagi sebagian orang tidak semudah itu
untuk tinggal dengan keluarga kecilnya. Ada banyak hal dan kondisi yang harus
diputuskan. Jika kemudian (terpaksa) tingga dengan mertua, bukankah itu bukan
akhir dari hidup? Anggap saja moment tersebut adalah kesempatan bagi kita untuk
berbuat baik kepada kedua orangtua dan berharap keberkahan dari Allah untuk hal
tersebut.
Seringkali, konflik antara mertua Vs menantu menyudutkan mertua sebagai
kambing hitam dari masalah tersebut. Padahal belum tentu, karena bisa juga
salah satu atau keduanya. Bersyukur, saya memiliki mertua yang baik hati meski
tentu saja banyak pula hal yang harus dimaklumi oleh masing-masing kami untuk
menghindari masalah.
Mengutip kata seseorang, suatu persoalan tidak akan menjadi masalah jika
tidak dipermasalahkan. Termasuk dalam urusan mertua-manantu ini. Seorang mertua
merasa ‘memiliki’ anak laki-lakinya tentu saja wajar karena beliau lah yang
telah melahirkan dan membesarkan anaknya hingga menjadi manusia dewasa yang
siap mengarungi bahtera rumah tangga dengan orang yang dipilihnya. Adanya ‘orang
baru’ yang masuk dalam lingkaran keluarga tersebut tentu bukan hal yang mudah,
perlu adaptasi dan pemakluman karena berbeda latar belakang dan pengasuhan
keluarga. Semacam gegar budaya atau shock
culture.
Namun bagaimana jika kita mendapatkan mertua yang super cerewet dan
setiap hal yang kita lakukan selalu saja mendapat komentar dan seolah-olah kita
selalu diawasi? Atau bagaimana kita menyikapi saat (terpakasa) tinggal di rumah
mertua kita bisa nyaman?
Berbaik Sangka
Berbaik sangka terhadap Allah adalah yang utama. Bisa jadi tinggal di
rumah mertua adalah jalan terbaik yang diberikanNya saat ini. Belum tentu jika
kita sudah tinggal sendiri pun bisa lebih nyaman dari saat tinggal bersama
mereka. Atau bisa jadi memang kita yang tengah membutuhkan penopang. Atau bagaimana
jika kondisi mereka yang sudah renta, atau tengah mengalami post power
syndrome? Bukankah kehadiran cucu dan
sebagian anak akan sedikit mengalihkan perhatian mereka dari masa-masa jenuh
setelah purna dari pekerjaan? Lalu kita hanya berharap Allah memberikan
keberkahan lewat apa-apa yang kita lakukan terutama terhadap orangtua.
Selanjutnya, berbaik sangka kepada kedua orangtua. Mereka ‘menyereweti’
tentu bukan tanpa alasan, bukan karena rasa benci terhadap kita atau hal
lainnya, tapi karena mereka menyayangi dan tidak ingin anak-anaknya mengalami
kesulitan yang sama dengan mereka.
Zaman telah berubah dan cara pengasuhan anak pun berbeda. Inilah yang
perlu kita komunikasikan kepada mereka. Terlebih, kakek dan nenek umumnya
merasa lebih ‘memiliki’ cucu dibanding anak-anaknya. Bisa jadi karena mereka
pernah melewatkan masa kecil anak-anak mereka sehingga ingin mencurahkan kasih
sayang terhadap cucu. Sesekali perlu lah kita bercerita apa yang kita inginkan
dengan anak-anak, bagaimana cara kita mendidiknya, dll.
Menjalin Komunikasi
Jika kita diam dan orang tua juga diam saat ada masalah, bagaimana
persoalan akan mendapatkan solusi? Adanya malah terpendam dan bisa meledak
sewaktu-waktu. Maka menjalin komunikasi yang baik dengan mereka adalah kuncinya.
Saat ‘diceramahi’ lebih baik diam dan dengarkan apa yang mereka katakan,
setelah itu ada waktu bagi kita untuk ‘menjawab’ atau memberikan sanggahan dan masukan.
Perlu diingat dan digarisbawahi bahwa kedudukan mertua adalah sama dengan
orangtua kita, karena dia adalah orangtua dari pasangan kita yang wajib
dihormati.
Bekerjasama dengan Suami
Jika sebagai istri yang tinggal di rumah orangtua suami, maka jalinlah
kerjasama dengan suami terkait komukasi-komunikasi yang tidak bisa kita handle. Misalnya mertua adalah orang
yang keras dan sifatnya cenderung otoriter, maka suami sebagai anaknya pasti
lebih memahami bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan ayah/ibunya tanpa
menyinggung kedua belah pihak.
Mendoakan Mereka
Selalu mendoakan kedua orangtua setelah shalat wajib? Sudahkah menyematkan
nama mertua kita juga di dalam doa-doa itu? Berdoa agar Allah melembutkan hati
mereka, agar Allah menjaga mereka, dan agar Allah menyatukan hati mereka dan
kita. Bagaimana kita bisa melakukan sesuatu tanpa campur tangan Allah?
Bayangkan kita berada di posisi mereka, saat anak-anak telah dewasa dan
memiliki keluarga sendiri, dan artinya kita memiliki menantu. Akankah kita bisa
lebih baik dari mereka atau justru malah merasa menjadi mertua yang lebih baik
dari menantu?
Selamat menyiapkan dan memantaskan diri, menjadi apapun kita.
Semoga bermanfaat, tulisan random hari ini untuk #ODOP
#bloggermuslimahindonesia
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Suka sama akhir tipsnya, mendoakan mereka. Kadang kita suka lupa, saking keselnya malah jadi nyinir. Padahal didoain agar mereka lebih lembut kan lebih baik ya. Makasih udah sharing.
mertuaku galak soalnya. suamiku juga nggak akrab..soalnya statusnya ibu tiri, sementara ayah mertua sudah meninggal