KULIAH GRATIS, WHY NOT?!*
Daftar Isi
Hajime mashite, Watashiwa Arina desu. Wonosobo sushin
desu. Doozo yorosiku onegaesimasu!.
Hi guys! Just wanna introduce myself. I’m Arina from
Wonosobo. Nice to meet you guys!.
Halah!
Sok pakai Bahasa Jepang n Inggris, hm.. itu sedikit ungkapan bahasa Jepang dan
Inggris yang kuingat di awal kuliah dulu. Tapi perjalanan dari kuliah sampai
sekarang kalau dibuat cerita bakalan puanjaaaaang…. So, bersiaplah! Nyiapin apa
aja. Cemilan, minuman, boneka bantal, de el el biar Kamu tambah nyaman
bacanya.
Keping-keping kenangan itu….
Tahun
2005, menjelang kelulusan. Harapan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
perguruan tinggi semakin menggebu di dada. Keinginan untuk mengabdi menjadi
ahli medis adalah cita-cita terpendam semenjak SD, tepatnya sejak aku menemukan
keasyikan di dunia dokter kecil. Menjadi dokter atau perawat atau bidan atau
apoteker dan apapun yang berhubungan dengan dunia medis selalu membayangi. Impian
yang lain adalah mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Al-Azhar Mesir.
Namun
harapan itu ibarat balon yang kehabisan angin saat orangtuaku menyampaikan tak
ada biaya untuk melanjutkan kuliah, kecuali bisa dapat beasiswa. Pesimis. Ya,
sangat pesimis waktu itu. Darimana bisa dapat beasiswa? Wong PMDK dari universitas negeri saja tidak pernah masuk MAN
Kalibeber, apalagi kami belum punya pengalaman bagaimana caranya masuk PTN. Hm…
Jika
rejeki takkan kemana, mungkin itulah yang terjadi padaku. Saat tiba-tiba wali
kelas 3 IPA (Pak Eko Sadu H) memanggil kami (kalau tidak salah ada Supriyanto,
Najmu Tsaqib, Vina, Rizqi, dan entah siapa lagi sudah lupa J) untuk membuat aplikasi BMU (Beasiswa Masuk Universitas, saat ini
Bidikmisi_red). Aplikasi itu cukup dengan fotocopy raport dan beberapa formulir
yang harus diisi. Selanjutnya masalah pengiriman berkas dan lain-lain dibantu
oleh guru.
Saat
mengisi formulir itu, entah kekuatan apa yang membuatku melingkari kolom
‘Regional II’ dan ‘Undip’ sebagai pilihan tempat ujian SPMB sekaligus sekaligus
salah satu universitas tujuan. Ingatanku beranjak pada suatu hari beberapa
bulan sebelumnya saat pulang dari Demak dan melewati jalan tol dekat kampus
Undip.
“Iki lho, kampus undip”, kata bapakku sambil menunjuk wilayah di
sebelah kiri jalan tol, meskipun kami tak melihat langsung kampusnya, hanya
melihat penunjuk arah ‘Undip’.
“Ah, kulo mboten pengen kuliah teng Undip, pengen teng UI napa UGM mawon (Ah,
saya nggak ingin kuliah di Undip, pengennya ke UI atau UGM)” jawabku tanpa antusias sama sekali.
Mengingat
itu saya
tersenyum geli, tapi orangtua pun menyarankan untuk memilih Semarang,
setidaknya untuk mencari pengalaman dan menjadi contoh untuk adik-adikku kelak.
Alhamdulillah,
menjelang ujian nasional pengumuman BMU telah keluar, saya dan Najmu lolos
seleksi dan berhak mengikuti seleksi SPMB gratis plus dapat tambahan uang saku.
Lalu setelah UAN dan pengumumannya (yang cukup mengecewakan, hehe) akhirnya saya bisa ke Semarang
bersama Bapak.
Itu
kepergianku ke Semarang yang sangat berkesan. Kami naik bis ekonomi yang bau
rokok dan panas. Peluh mengucur selama perjalanan, terlebih sudah lama sekali
aku tak menempuh perjalanan ke luar kota. Rasanya ingin berhenti saja di tengah
jalan.
Menjelang
dhuhur kami sampai di Semarang, masih melanjutkan lagi naik angkot menuju
kampus Undip Tembalang sesuai alamat yang tertera di surat penerima BMU. Sampai
di kampus Tembalang sepi bukan kepalang, dan ternyata registrasi SPMB di Kampus
Undip Pleburan bukan di Tembalang. Hm… dengan tampang bingung plus capek karena
perjalanan panjang dan kepanasan kami menuju kampus Pleburan.
***
Kelegaan
tak bisa disembunyikan dari wajah berpeluh mereka. Seorang remaja putri
berjilbab diiringi laki-laki paruh baya berpeci. Subhanallah walhamdulillah,
hampir sampai di tempat tujuan. Mereka terdiam cukup lama, sibuk dengan fikiran
masing-masing demi melihat sebuah gerbang megah dengan tulisan 'Universitas
Diponegoro' lengkap dengan patung Pangeran Diponegoro beserta kuda dan kerisnya
yang terkenal itu.
Angkot
kuning membawa mereka menuju kampus Undip Tembalang. Namun apa daya, setelah
berjalan dari depan Dekanat Teknik menuju rektorat di terik matahari menjelang
dzuhur, satpam penjaga rektorat dengan pendangan kasihan mengatakan registrasi
SPMB di kampus Pleburan. Kekecewaan dan kebingungan membayangi wajah bapak-anak
itu. Tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu mesti pergi kemana. Ternyata
tidak hanya mereka yang 'tersesat', ada beberapa orang yang juga mengalami
nasib yang sama.
Angkot
kuning mengantarkankan mereka sampai di depan kampus Pleburan, tepat ketika
adzan dzuhur berkumandang mereka sampai di depan auditorium UNDIP.
" Nduk, langsung shalat ja yuk,
dijamak sekalian. Kaya'e di depan situ ada mushala". Ucap sang bapak.
Si gadis hanya mengangguk mengiyakan dan
mengiringi langkah ayahnya ke mushala di sebelah auditorium Undip. Usai shalat
dengan bersujud lebih lama dari biasanya fikir dan fisik terasa lebih segar,
namun udara yang panas tak urung membuat tenggorokan terasa kering. Penjaja es
teh yang mondar mandir membuatnya semakin tersiksa.
"Kamu puasa ya nduk? Bapak pengen
beli es teh tapi mahal banget, ga jadi aja lah. Tadi dibawain air sama ma'e
kan? Sini Bapak minum".
Setitik air bening hampir menetes dari
matanya demi mendengar perkataan bapak. Buru-buru dialihkan pandangannya dan
diangsurkannya botol air mineral itu.
"Ayo pak, ke tempat registrasi,
sudah dibuka". Ucapnya seraya berdiri dan menuju tempat registrasi.
Masalah baru pun muncul. Memang mereka
berdua berangkat dengan modal nekat. Uang untuk registrasi di kantong pun tak
sebanyak jumlah yang tertera di formulir.
"Kita mengharapkan keajaiban hari
ini". Terngiang kembali perkataan bapak sebelum berangkat pagi tadi. Di
tengah kebingungan, seraut wajah dengan senyum rembulan menghampiri mereka.
Salam dan sapanya menyejukkan.
" Ada yang bisa dibantu De? Oia,
dengan Adik siapa?" kembali senyum bulan sabit itu menghiasi wajah yang
dibalut jilbab lebar itu.
Si gadis menjelaskan semuanya.
"Baiklah, nanti kaka' usahakan Adik
ikut advokasi keringanan biaya. Sementara Adik tunggu di sini dulu, jangan
kemana-mana sama minta tolong ini diisi ya...". Katanya sambil
mengangsurkan buku kecil berjudul 'kharisma' mini magazine nya UKM rohis Undip.
O... Jadi mba tadi dari rohis?
Alhamdulillah... Baiklah aku tunggu di sini, insya allah dia orang baik. Yakin
gadis itu dalam hati.
Tak
berselang lama, dia datang bersama kakak lain ber jas almamater. Seperti kerbau
dicocok hidungnya, dia ikuti saja kemana langkah kakak itu membawanya, dengan
berbagai harapan yang menggunung di hatinya.
Menunggu,
interview, lalu menunggu lagi di dalam gedung. Gelisah, tegang, berharap, dan
khawatir serta kasihan dengan bapak yang menunggu di luar.
Satu jam mengunggu lagi.. Dua jam
berlalu... Gelisah semakin membuncah.
Lalu seorang kakak yang tak kalah ramah
mengumumkan advokasi akan segera di tutup dan dilanjutkan lagi besok pagi.
Hm... Besok harus datang kesini lagi?
Bagaimana ini? Batinnya.
Bapak tak kalah bingung harus menginap
dimana dan terbayang dua kambingnya di rumah yang belum dicarikan rumput.
Alhamdulillah....
Lagi-lagi pertolongan Allah datang. Seorang saudara jauh _yang berhasil dicari
dengan sedikit kesulitan_ membantu segala yang belum sempat disiapkan, termasuk
mengantarkan cetak foto, beli pensil 2b, dll. Bahkan esoknya diantarkan sampai
tempat registrasi. Subhanallah....
Alhamdulillah,
pagi itu semua selesai dengan lancar. Bahkan
bisa bertemu dengan kakak-kakak dari Keluarga Mahasiswa Muslim Sastra
(KMMS) yang dengan senang hati mengantarkan mencari kos.
Sepanjang perjalanan pulang, kedua
bapak-anak itu tak henti bersyukur atas apa yang mereka dapatkan dua hari
terakhir.
'Seandainya aku bisa seperti
mereka.....' batinnya seraya mengembangkan senyum dan menerawang mengingat
kembali keajaiban-keajaiban yang menghampirinya.
***
Ehm.
Sedikit intermezzo diatas ya… itu
kisah awal registrasi kuliah yang kubuat cerpen dan pernah masuk antologi yang
diterbitkan oleh self publishing
(tapi sayangnya lupa self publishing
yang mana). Alhamdulillah, akhirnya registrasi berjalan lancar dan aku pun bisa
kuliah, bisa mudah nyari tempat kos karena bertemu teman-teman baru yang super
baik.
Taraaaa… akhirnya setelah menunggu dalam dag dig dug yang luar biasa sekitar satu
bulan lamanya, awal masuk kampus pun dimulai: Yey! Jadi mahasiswa UNDIP (cukup
bangga, karena alumni MAN Kalibeber belum pernah ada yang masuk Undip
sebelumnya. Ups! Nggak ujub loh!! Haha). Dari upacara PMB yang super crowded dan panasnya minta ampun (jujur,
waktu itu sangat belum terbiasa dengan cuaca di Semarang yang sangat panas),
sampai acara pengisian OSPEK, pengisian KRS (Kartu
Rencana Studi), ketemu dosen wali, dan memulai perkuliahan.
Rasanya
bingung, senang, sedih, takut, semuanya campur aduk. Terlebih teman-teman
kampus sering mengatakan bahasaku aneh (jujur, sekarang kalau dengar orang Wonosobo
ngomong Bahasa Indonesia pake logat wonosobo juga
pengen ketawa. Hihi. Piss Bro!!). aku
merasa menjadi orang asing di kampus, dan cukup minder di hadapan teman-teman.
Apalagi waktu itu belum ketemu teman se daerah.
Tentang
kuliah dan kampus
Semester
pertama berlalu dengan perjuangan yang sangat. Bagaimana tidak? Kemampuan
Bahasa Inggris yang pas-pasan tapi masuk Sastra Inggris. Bisa jadi itu
kesalahan di awal dulu hanya karena suka pelajaran Bahasa Inggris lantas masuk
jurusan Sastra Inggris yang belum sepenuhnya kuketahui. Tapi Alhamdulillah,
bisa dapat IP pertama 3 lebih (lebihnya berapa sudah lupa, intinya tiga koma,
belum cumlaude, tapi sudah cukup
bagiku).
Kegiatan
perkuliahan membuatku paham bahwa di perguruan tinggi, kita lah yang menentukan
nasib kita sendiri. Saat kita berleha-leha
dan hanya mengandalkan materi yang diberikan dosen, maka hasil ‘leha-leha’ juga yang akan kita dapat
(meskipun IPK bukan yang paling penting, tapi membanggakan jika mendapat IPK
tinggi apalagi cumlaude). Kita dituntut
untuk aktif mencari tambahan informasi tentang mata kuliah, banyak membaca,
banyak bergaul, mandiri, dll.
Sempat
merasa putus asa saat mata kuliah semakin sulit, dan merasa ‘salah jurusan’. Di
saat seperti itu, keinginan untuk menjadi paramedis kembali membayang di kepala
tapi saya harus menguatkan diri untuk bertahan,
demi orangtua yang telah membiayai masuk kuliah. Ehm, bukan bermaksud menakuti, tapi saat itu BMU memang hanya untuk
membayar biaya SPP selama 2 semester plus uang saku perbulan yang dicairkan
tiap semester. Biaya registrasi awal kuliah menjadi tanggungan sendiri.
Tapi
kuliah sungguh menyenangkan. Berbeda dengan saat masih berseragam putih-abu. Saat
kuliah tentu saja tidak pakai seragam, jadi harus pandai-pandai mengatur
pakaian supaya bisa dipakai saat kuliah dan bisa juga untuk acara lain (tapi
ini tidak berlaku bagi yang punya banyak uang dan banyak pakaian).
Jadwal
kuliah yang tidak seperti di SMA pun harus pandai-pandai kita siasati. Jika ada
jam kosong sebelum kuliah selanjutnya, bisa kita manfaatkan untuk mengerjakan
tugas kuliah untuk besok, membaca buku di perpus, menulis, browsing info terbaru, atau bahkan untuk tidur (terutama yang malam
harinya kurang tidur atau yang bekerja part
time).
Hidup
sendiri, jauh dari orang tua, mengatur keuangan sendiri, dll sangat mempercepat
proses pendewasaan karena saat kuliah itulah pertama kalinya aku harus hidup di
luar kota dan jauh dari keluarga.
Intinya,
kuliah itu TERSERAH ANDA. Mau berprestasi atau tidak, mau memanfaatkan waktu
atau berleha-leha, mau sekedar kuliah atau kuliah plus, mau dapat hardskiil saja atau plus soft skill, dll.
Alhamdulillah, meskipun dengan ngos-ngosan dan dengan tersendat
akhirnya bisa lulus kuliah dalam waktu 4 tahun lebih sedikit dengan IPK (Cuma)
3,2. Dan setidaknya aku pernah meraih 10 besar penerima hibah penulisan karya
ilmiah FS Undip (akhirnya…. Setelah berkali-kali ikut lomba menulis dan berkali-kali
pula gagal :P).
Dan yang
tak kalah penting, tersedia banyak BEASISWA d kampus. Kita lah yang harus aktif
untuk mencari info di TU atau di bagian yang mengurusi beasiswa. Alhamdulillah,
setelah 2 semester mendapat beasiswa BMU, semester selanjutnya kuajukan
beasiswa PPA dan diterima bahkan sampai semester 8 meskipun harus rajin
memperpanjang tiap tahun.
Ehm. Kalau
bicara tentang saat ini… sudah sekian tahun berlalu dari masa kuliah, tentu
saja sudah ada banyak perubahan di kampus. At
least, yang tak akan pernah pudar dari kampus: dinamis.
Tentang
kegiatan di luar kuliah
Saat
semester pertama pula saya mulai aktif di kegiatan kampus, tergabung menjadi anggota KMMS
(Keluarga Mahasiswa Muslim Sastra) alias Rohisnya FS Undip, KSSI (kelompok
Studi Sastra Islam) dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia)
komisariat Sastra. Melalui kegiatan intra dan ekstra inilah saya mulai ‘menemukan’ diri sendiri.
Dulu, untuk berbicara di depan umum rasanya sangatlah susah dan enggan, nggak PD juga. Saat acara di sekolah dan
didaulat menjadi moderator, saya
selalu ‘melarikan diri’ di dapur sekolah dengan alasan membuatkan kopi daripada
tidak ada PJ-nya. Jujur, waktu itu ada alasan lain selain menyediakan kopi:
menghindar dari tugas menjadi moderator. Alhamdulillah, dari hal-hal kecil di
organisasi aku mulai berani untuk berbicara di depan umum. Di sana pula kudapatkan banyak soft skill yang tentu saja tidak
kudapatkan jika aku hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu alias
kuliah-pulang-kuliah-pulang.
Sore hari
saat tak ada kegiatan di kampus, aku membantu mengajar BTA di TPQ masjid
sekitar kos. Sungguh, bertemu anak-anak kecil dan mendengar celoteh mereka,
mendengar suara mereka mengeja a-ba-ta
dengan tersendat-sendat adalah hiburan tersendiri buatku.
Waktu itu
rasanya energiku tak pernah habis. Kuliah jam 7 pagi (bahkan kadang sebelumnya
rapat organisasi jam 05.30 atau jam 06.00), kegiatan organisasi setelah kuliah,
ngajar TPQ, les privat, pulang kos jam 9 malam (atau lebih), mengerjakan tugas
kuliah (jika ada), review makul,
siap-siap buku untuk kuliah besok, kadang masih ngobrol dengan teman hingga
tidurnya larut, tapi esoknya masih bisa beraktivitas seperti biasa. Kadang dijuluki
mahasiswa angkatan 79 (berangkat jam 7 pulang jam 9), atau 66, dan 69. Tapi
sungguh, semuanya sangat menyenangkan dan bisa mengalihkan pikiran dari banyak
masalah termasuk homesick.
Oia,
keluargaku bukan keluarga berada, hanya keluarga petani sederhana. So, uang
bulanan yang kuterima pun tidak selalu lancar. Karenanya, saya mulai memutar otak untuk mendapatkan uang tambahan. Jualan
jilbab, mengajar les privat, jual pulsa, bahkan pernah julaan krupuk dan buah
di Simpang Lima (it’s unforgettable
moment). Alhamdulillah, setidaknya untuk beli pulsa, fotocopy, dll bisa
kugunakan uang hasil semua itu.
Hm… saya baru punya HP tahun
2007 (itu pun setelah sebulan ikut bekerja di pabrik punya saudara jauh). Alhamdulillah, akhirnya bisa beli HP dengan
hasil keringat sendiri. Sebelumnya, untuk berkomunikasi dengan keluarga, kami
berkirim surat atau menumpang SMS lewat HP teman/saudara.
Me,
today
Saat ini, saya tengah disibukkan dengan kehadiran seorang
bidadari kecil di keluarga kami (silakan memberi selamat dan do’a! Haghaghag. *mamirempong :P ). Yup!
Bidadari kecil nan cantik itu sudah berusia 3,5 tahun.
Sedang masanya ingin tahu segala hal. Si kecil anugerah dari surga itu kami
beri nama Hasna Kurnia Faradisa, dengan sebuah do’a agar ia menjadi perempuan
yang baik dan shalihah, yang dirindu syurga. Aamiin.. kenapa ada nama ‘Kurnia’?
Karena ayahnya bernama Adi Kurnia. (sorry,
out of topic, intermezzo lagi guys!)
Satu hal
yang tak pernah terbayang di otakku adalah menikah dengan teman kampus. Yup! Teman sekampus, seangkatan,
sejurusan, bahkan sekelas denganku. Ups! Lagi-lagi sorry guys!.
Intinya sekarang saya masih melanjutkan hobi menulis yang sudah muncul
sejak SD itu. Alhamdulillah, puluhan antologiku telah terbit (sebagian besar
terbit self publishing), ada antologi
yang diterbitkan oleh ‘Pro-U media’ Jogjakarta, dan beberapa yang lain tak
kuhafal penerbitnya.
Antologi itu memang proyek dari hasil lomba di
dunia maya yang rajin kuikuti sejak tahun 2011. Meskipun masih self publishing, sungguh sangat bersyukur karena impianku terkabul
sedikit demi sedikit. Wahda Khadija Salsabiila itu nama penaku (catet ya! :D )ehm, tapi sekarang lebih suka menggunakan nama asli, Arina Mabruroh J
Beberapa
bulan setelah lulus kuliah dan pulang ke Wonosobo, saya dilamar untuk kerja di LAZiS Jateng Cabang
Wonosobo. Sedikit tidak nyambung dengan jurusan kuliah,
tapi kujalani saja untuk mendapatkan pengalaman dan mengaplikasikan beberapa
ilmu yang masih nyambung (untung di kampus dulu pernah dapat kuliah tentang
administrasi, meskipun yang diajarkan dalam Bahasa Inggris, hampir sama lah). Dua
tahun bertahan di LAZiS Jateng, lalu pindah ke Semarang ikut suami. Saat ini
menjadi Ibu Rumah Tangga sambil membantu suami yang membuka biro penerjemah
bahasa asing ‘Nusantara Translator’.
For
You, Guys!
Fiuh…. !! lega! Akhirnya hampir selesai. Sorry Bro,
kalau bahasanya bikin bored! Tapi asyik
kan? *haha.makasa*.
Mungkin di benak kalian muncul pertanyaan
besar: ‘Ngapain Mba, udah kuliah Cuma jadi IRT?’ mbok jadi PNS atau jadi
Karyawan perlente gitu!’. Eits! Ngaku nggak? Ada yang Tanya gitu? Hehehe.
Karena, perempuan itu fitrahnya menjadi
pendidik bagi anak-anaknya. So, kudu sekolah setinggi-tingginya biar bisa
langsung mendidik anak dengan ilmu yang dimiliki. Tentu, harus seimbang antara
ilmu agama dan ilmu umum.
Dan,
jangan berkecil hati untuk yang mau kuliah tapi terkendala biaya. Sekarang ada
beasiswa Bidik Misi (Beasiswa Pendidikan mahasiswa berperstasi) dari dirjen
dikti. Bidik misi ini lanjutannya BMU dan dibayarkan full plus dapat uang saku
tiap bulan (jadinya tinggal mikir buat bayar kos aja, apalagi kalau yang bisa
hemat, okesip dah!). tinggal hubungi guru yang mengurus di Sekolah saja karena
daftarnya kolektif. Dan jangan lupa, tingkatkan nilai raport khususnya di kelas
tiga, karena seleksi Bidik Misi pakai nilai raport.
Semoga,
adik-adik semua alumni MAN kalibeber bersemangat untuk melanjutkan kuliah
terutama ke PTN. Ayo, kibarkan nama MAN Kalibeber ke seantero Negeri!.
Ingat, sebelum menentukan PTN dan jurusan yang
akan dimasuki, pelajari profil kampusnya, cari info selengkap-lengkapnya
tentang lingkungan sekitar, tempat kos, dll. Yang lebih sulit adalah seleksi
masuk kuliahnya, bukan setelah kuliah. So, siapkan dirimu, guys!. Lets seize the world!
*Tulisan ini adalah salah satu proyek Alumni
MAN Kalibeber Wonosobo untuk menyuntikkan semangat kepada adik kelas yang ingin
melanjutkan pendidikan ke bangku perguruan tinggi (dimana masih banyak adik
kelas kami yang terkendala biaya *seperti saya dulu* juga lingkungan yang belum
mendukung untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya.
Allahua’lam, semoga bermanfaat
Salam,
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Aisyah baru akan mulai kuliah september nanti insya Allah..