HELP! Ya Allah... Saya Ingin Melahirkan VBAC
Daftar Isi
[Bukan Ibu Beneran]
Tak hanya sekali-dua kali mendengar
cerita seorang teman yang melahirkan dengan proses operasi caesar. Kisah
senada, bahwa mereka merasa mendapat verbal bullying dari orang-orang di
sekitarnya. Mulai dari dikatakan kurang iman kurang tawakkal kurang sabar
sampai harus menjalani sectio, juga dikatakan belum menjadi ibu beneran karena
tidak melahirkan pervaginam (oia saya ingat pernah membaca tulisan yang saya
lupa siapa penulisnya, tentang hal ini juga dan beliau mengatakan harusnya
istilah yang digunakan bukan normal dan sectio tapi pervaginam dan sectio.
Karena biasanya kata normal bersanding dengan abnormal sebagai lawan katanya.
100% agree with this quotation).
Seolah-olah melahirkan dengan cara
sectio adalah hal yang tabu bagi seorang ibu dan hanya perempuan manja-lah yang
melakukannya.
Dulu saya pun sempat merasa menjadi
ibu yang sangat buruk pasca SC. Himpitan perasaan juga tekanan batin dan ritme
yang berubah drastis membawaku sampai pada titik dimana dalam hati membenarkan
suara-suara sumbang itu.
Masih teringat betul bagaimana 3
tahun yang lalu 12 jam menahan kontraksi yang belum stabil lalu tiba- tiba
ketuban pecah di siang bolong.
Berakhir di IGD rumah sakit tentu
saja. Semua berjalan lancar, pembukaan jalan lahir sesuai waktunya. Siapa sangka
jika kemudian berhenti di bukaan 5, bahkan setelah diinduksi hingga dua kali
penambahan dosis.
Sakit? Jangan tanya. Setiap ibu
yang akan melahirkan pasti merasakan nikmatnya kontraksi dan itulah fitrah
sebagai jihadnya seorang ibu.
Dokter memutuskan untuk melakukan
tindakan SC jika sampai waktu yang ditentukan belum ada penambahan bukaan.
2 jam menjelang batas maksimal dari
dokter, tak henti saya berdoa dan meminta dukungan suami.
Namun Allah juga lah yang
berkehendak. Tak ada penambahan sementara kondisi saya sudah lemah. Sudah
pasrah dengan apa yang terjadi.
Maka begitu mendengar suara
tangisan bayi di ruang operasi, lega tak terhingga rasanya.
Seorang perawat menepuk lembut
lenganku.
"Selamat ya Mba, bayinya
perempuan, cantik sekali. Alhamdulillah segera tindakan, ketuban sudah kering
nggak ada setetes pun," kata beliau ramah.
Alhamdulillah.. bisikku pelan masih
dalam kondisi setengah sadar pengaruh bius.
Ah ya! Saya juga tidak melalui
proses IMD, mungkin karena menjelang tengah malam saya dimasukkan ruang
perawatan dan bayi pun 'diungsikan'. Esok paginya baru si mungil itu diserahkan
padaku.
Hei! Saya cerita seperti ini bukan
untuk menakuti calon ibu. Hanya ingin berbagi bahwa melahirkan melalui proses
apapun itu sudah digariskan, seperti rejeki tiap orang yang tak sama.
Yang perlu kita lakukan adalah
ikhtiar sebaik-baiknya, dan hasilnya kita serahkan padaNya.
Kalau berpikir ideal, tentu
inginnya melahirkan pervaginam saja. Selain biayanya lebih murah, proses
pemulihannya pun lebih cepat sehingga ibu bisa lebih berkonsentrasi mengurus
bayinya.
So please ya. Yuk saling
menghormati aja. Proses menjadi ibu yang baik bagi anak-anak masih panjang
dibanding urusan bagaimana melahirkan, bagaimana menyusui, MPASI apa
endebrebre.
Ada tugas mencetak batu bata
peradaban yang jauh lebih utama.
*****
Tulisan di atas adalah curhatan lama yang saya tulis kembali di instagram
dan facebook beberapa bulan yang lalu, setelah mendengar curhatan teman yang
sering mengalami perundungan bahkan oleh orang-orang dekatnya ‘hanya’ karena ia
(terpaksa) melahirkan dengan sectio. Pun cerita seorang teman yang sampai
diusir dari rumah mertuanya karena dianggap belum sempurna menjadi seorang
perempuan setelah melahirkan anaknya tidak melalui jalan lahir.
Lalu saya tergelitik lagi karena beberapa hari terakhir cukup banyak yang
membahas sebuah video kajian dari seorang ustadz yang mengatakan bahwa SC adalah
salah satu bentuk intimidasi jin terhadap manusia.
Sebenarnya, setelah saya mengunggah artikel di atas ke instagram dan
facebook, ada seorang teman yang menanggapi di WA grup (WAG) dengan video
tersebut. Jelas waktu itu saya sangat terkejut dan merasa takut sekaligus makin
baper setelah menyaksikannya. Tak ayal hal tersebut menjadi topik hangat yang
dibahas, dan sempat ada yang menyinggung jika video tersebut viral tentu akan
menimbulkan kontroversi yang makin menambah panjang deretan masalah di dunia
persilatan kaum ibu.
Bagi saya, karena ini menyangkut tentang ruqyah (baca: sunnah nabi) maka harus
ditelusuri juga barangkali ada kisah serupa pada masa rasulullah dan sahabat. Juga
menjadi pengingat bagi kita untuk memperbanyak berdzikir kepada Allah terlebih
saat sedang mengandung. Banyak juga kan kasus ibu-ibu hamil yang tiba-tiba
bayinya hilang karena ‘dipindah’ oleh jin? Na’udzubillah
min dzalik.
Meski begitu, tak bisa juga dikesampingkan perkembangan dunia medis yang
semakin canggih yang seiring dengan banyaknya penyakit (untuk membahas ini,
akan sangat panjang karena terkait dengan lifestyle
dan banyak sisi lainnya_kita serahkan saja pada ahlinya). SC adalah salah satu
upaya untuk menekan angka kematian ibu dan bayi, bagian dari wujud ikhtiar dan
tawakkal manusia kepada Allah terutama saat ibu dan bayi mengalami resiko
tinggi dalam persalinan.
Terlalu buru-buru rasanya jika mengatakan setiap ibu yang pada akhirnya
menjalani proses SC adalah ibu yang kurang tawakkal dan kurang iman. Astaghfirullah, bukankah upaya telah
dilakukan? Maka jangan hanya melihat proses melahirkannya saja, tapi juga
proses yang mengiringi mengapa seseorang sampai (terpaksa harus) menjalani prosedur
medis yang satu itu.
Saya setuju jika ruqyah bisa menjadi alternatif ikhtiar sebelum memutuskan
untuk SC, untuk memasrahkan segala keputusan kepada Allah.
Nah, saya jadi mau curhat (lagi), karena beberapa waktu yang lalu sempat
menanyakan kepada dokter yang dulu menangani saya lahiran anak pertama. Saya mengatakan
saya ingin melahirkan pervaginam, kondisi persalinan pertama sectio dan usia
anak sudah 3,5 tahun.
Sayang, jawaban beliau membuat saya down
karena kasus saya yang KPD (ketuban Pecah dulu) lalu partus terhenti (hanya
sampai bukaan 5), menjalani prosedur induksi hingga dua kali tambah dosis obat
namun hingga 10 jam setelah KPD tak ada kemajuan maka ditempuhlah prosedur
terakhir, sectio. Beliau mengatakan biasanya dengan kasus anak pertama yang seperti
itu, anak selanjutnya pun sama, akan macet di tengah jalan.
Hiks. Sontak saya memutuskan
untuk mencari second opinion dSOg
lainnya yang pro-VBAC (vaginal birth after cesarian-section) yang sampai sekarang di
usia kehamilan memasuki 7 bulan belum dapat yang ‘pas’ dalam artian pas di hati
dan pas di kantong (Rumah sakit untuk melahirkan). Salah satu dokter cocok,
tapi rumah sakitnya terlalu sulit dijangkau, ada rumah sakit yang cocok
ternyata dokternya kurang recommended.
Hm.. bismillah, semoga segera bisa bertemu dengan salah satu DSOG yang selalu ‘diincar’
ibu-ibu hamil. Aamiin..
Doakan ya, Temans... semoga ikhtiar untuk melahirkan pervaginam
dimudahkan oleh Allah dan sehat selamat semuanya. Aamiin...
Mohon tidak menyematkan link hidup dan spam lainnya :)
Salam
Siapa sih yg mau cs kalau bisa pervaginam kan ya? T_T