Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

AADC: Seni Meracik Kopi ala Strada Coffee

Tanggal 28 April, pasti sangat dinanti-nanti sama pecinta AADC karena sekuel kedua film yang ngehits 14 tahun yang lalu itu bakal tayang *sudah nonton belum, Teman?*. Tapi bagiku, ada yang lebih special karena hari itu adalah 3rd wedding anniversary kami. Ehm. Abaikan yang ini, Temans. Doakan saja semoga kami bisa terus bergandeng tangan saling melengkapi dalam mengarungi bahtera rumah tangga hingga kelak di jannah-Nya. 
Tuh, kan malah jadi panjang bahas yang satu itu? Yuk ah kembali lagi ke AADC. Apa hubungannya AADC  sama Strada coffee? Hihi. Yang ini beda, Temans. AADC yang ini adalah Ada Apa Dengan Coffee, yang ternyata seseru menantikan kabar selanjutnya si Cinta dan Rangga.

Mba Van, owner Strada Coffee dalam AADC
Senang sekali bisa datang ke sana dan ikut kelas AADC meskipun ada insiden hujan deras - nggak bisa dianterin naik motor karena Hasna nggak mau ditinggal daripada resiko dia kehujanan dan kena angin di jalan ya kan?! Pesan taksi pakai aplikasi nggak ada yang nyambung, tunggu punya tunggu telpon ke call center. 15 menit belum datang juga, telepon lagi buat cancel dan mau sedikit 'memaksa' Hasna buat tinggal dirumah sama Mbah Uti sementara ayah nganterin bunda. Tahu-tahu ada yang ngetuk pintu, taxi datang! Ow! Rupanya karena tidak ada taksi available di dekat rumah jadi yang datang taksi dari jauh. Dan lagi biasanya ada SMS masuk dari operator kalau taksi sudah meluncur, ternyata nggak ada juga. Yasudahlah, kasihan bapaknya sudah datang.
Jelas sampai Strada Coffee sudah telat, untung masih ditunggu sama temen-temen blogger Gandjel Rel dan Mba Evani Jesslyn, owner Strada Coffee yang akrab disapa Vani. Yuk, lanjut ada apa saja di AADC ini.

Sejarah Kopi

Sejarah kopi telah dicatat sejauh pada abad ke-9. Pertama kali, kopi hanya ada di Ethiopia, di mana biji-bijian asli ditanam oleh orang Ethiopia dataran tinggi. Akan tetapi, ketika bangsa Arab mulai meluaskan perdagangannya, biji kopi pun telah meluas sampai ke Afrika Utara dan biji kopi di sana ditanam secara massal. Dari Afrika Utara itulah biji kopi mulai meluas dari Asia sampai pasaran Eropa dan ketenarannya sebagai minuman mulai menyebar. (sumber, wikipedia)
Sejarah kopi di Indonesia sendiri pun telah melalui perjalanan panjang hingga sekarang jenis kopi robusta dan Arabica banyak ditanam oleh masyarakat.
Kata kopi sendiri awalnya berasal dari bahasa Arab: qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini. (Sumber: Wikipedia)
Kopi jenis Arabica adalah kopi terbaik, yang ditanam di ketinggian lebih dari 1000mdpl. Semakin tinggi tempat menanam kopi maka semakin rendah ia terserang hama dan akan mengurangi produksi kafein dalam biji kopi tersebut. Kafein sebenarnya terbentuk karena merupakan proses alami untuk melindungi diri dari serangan hama. rasa kopi Arabica pun bisa bermacam-macam, bervariasi sesuai dengan ketinggian dan daerahnya. Secara ekonomi harga kopi Arabica tergolong tinggi dibandingkan jenis lainnya yang di tanam di Indonesia.  
Kualitas kopi Robusta di bawah Arabica, dan penanamannya lebih mudah. Dalam ketinggian 700-800mdpl kopi Robusta sudah bisa tumbuh dan berbuah. Namun kadar kafeinnya lebih tinggi dibanding Arabica, dan rasanya pun lebih pahit.
Biji Kopi berkualiatas

Third Wave Coffee

Buat pecinta kopi, sudah pernah dong merasakan nikmatnya menghirup aroma kopi yang baru diangkat dari roaster?! Hm.. aroma sedap wanginya membuat erdorpin bekerja dan merilekskan tubuh. Rasa nyaman dan nikmat tercipta seketika meski belum mencicipi seduhan kopinya. 
Ibuku di kampung, sering membuat kopi sendiri dengan alasan hemat dan terasa lebih nikmat dibanding kopi yang dijual di pasaran. Bapak memang memiliki sepetak kecil ladang kopi, saat masa panen tiba biji kopi yang sudah ranum akan dikeringkan lalu diambil bijinya. maka ibu akan menyisakan sedikit biji kopi untuk dimasak sendiri sedangkan lainnya dijual.
Cara memasaknya pun sangat tradisional. Dengan wajan yang terbuat dari tanah (semacam kendil) yang dipanaskan di atas arang. Biji kopi kering yang telah dicuci dan ditiriskan sekitar 1 jam dimasukkan ke dalam wajan panas lalu disangrai. Selama proses itu bara harus tetap menyala dalam kondisi sedang karena jika terlalu panas bahian luar cepat gosong tapi bagian dalamnya masih mentah. Biji kopi pun terus diaduk agar matangnya merata. Sekitar 1 jam kopi akan matang dan menguarkan aroma yang kuat.
Setelah itu bisa diangkat lalu didinginkan di dalam tampah (nampan bambu). Esoknya dihaluskan dengan mesin di tempat penggilingan tepung/kopi. 
Hm... meskipun membuatnya butuh waktu yang lama dan berat, tapi benar-benar puas saat menikmatinya.
Sedikit berbeda dengan pengalaman di kampung, kini ada istilah third wave coffee. Kalau saya pribadi sih masih tergolong 1st wave karena hobinya minum kopi instan (padahal secara kesehatan sangat tidak baik mengonsumsinya). Kedua, kedai kopi second generation/2nd wave, semacam kafe atau warung kopi yang bertebaran di masyarakat umum. Ketiga adalah third wave coffee, yaitu kafe kopi yang tidak hanya membuat dan menyajikan kopi tetapi juga memberikan pengalaman dan sharing. Seorang barista harus memahami kopi yang mereka jual, karakteristiknya, cara membuatnya, rasanya, dll. Kopi tidak hanya sekedar lifestyle tapi pengetahuan dan sharing. Keren kan?
See? Ternyata tak sesederhana yang kubayangkan, bahwa ngopi hanya pesan kopi – hirup aromanya – minum sepuasnya – bayar.

Roasted coffee beans di Strada Coffee. Aromanya Hmm... 

Racik Sendiri Kopimu

Kalau kamu mau ngopi di Strada Coffee, kamu bia meracik kopi sendiri dengan didampingi barista cakep. Mau pilih kopi yang mana saja boleh sesuai selera.
Salah seorang barista
yang mendemokan salah satu teknik menyeduh kopi
secara manual (manual brewing)
Oia, kopi yang disediakan di sana pun semuanya merupakan specialty coffee, yaitu kopi grade tertinggi yang merupakan kualitas ekspor. Untuk itulah mengapa dulu Vanny merasakan rasa yang berbeda saat menikmati kopi Indonesia di Amerika. Setelah ia pulang ia pun menjelajah kopi nusantara sampai ke Sumatera. Mendatangi langsung para petani untuk mengetahui proses hingga dihasilkannya specialty grade coffee. Ternyata tidak mudah lho, untuk melakukan coffee grading  ini. Indonesia sendiri merupakan penghasil specalty coffee terbesar di dunia, dengan kopi yang terkenal yaitu Gayo, Mandheling, Jawa, Toraja, dll.
Specialty Coffee yang tersedia di Strada Coffee
Kopi spesalti ini dipilih dari biji kopi (ceri)  yang sudah matang berwarna merah. Biji-biji kopi yang ranum itu kemudian dijemur untuk menghasilkan biji kopi masih dengan kulit dalamnya. Setelah itu diproses untuk menghilangkan kulitnya. Setelah semua kulit terkelupas dan menghasilkan biji kopi berwarna kehijauan, akan disortir lagi untuk memisahkan kopi yang rusak selama proses pengeringan. Itulah biji kopi berkualitas.
Hingga menjadi segelas kopi, prosesnya masih panjang yaitu melalui roasting (pemanggangan) baik dengan cara tradisional maupun dengan roaster. Setelah itu ditumbuk lalu diseduh dengan air bersuhu sekitar 92 °C.

Cupping Protocol

Cupping protocol adalah sebuah cara/prosedur standar untuk mencicipi kopi. Seorang barista harus bisa melakukan cupping untuk mengontrol kualitas kopi yang akan diolahnya.
Bagiku, ini pengalaman yang sangat menyenangkan. Bagaimana tidak? Ternyata begitu uniknya untuk menentukan mana kopi yang berkualitas tinggi dan mana yang rendah.
Kami disediakan beberapa kopi dalam gelas-gelas kecil, lalu harus mencoba menghirup fragarance-nya untuk menentukan kopi mana yang paling disukai dan tidak disuka. Hm.. ternyata susah juga lho, pertama kali mencium berasa sama aromanya baru setelah benar-benar menghayati (ceileh) jadi tercium aroma khas masing-masing kopi. Setelah itu, kopi dituang dengan air panas bersuhu 92-95 dercel. Langsung diaduk? Tidak! Tapi didiamkan dulu selama 4 menit setelah itu diaduk atasnya saja sambil dihirup aromanya. Terakhir, buang endapan kopi di bagian atas dan kopi siap dinikmati, eh dicicipi.
Proses seperti ini tidak mudah lho, semacam sensory play-nya anak-anak balita itu atau seperti panelis yang bisa menguji dan mengetahui banyak hal hanya dengan mencicipi sedikit makanan. Seorang barista dituntut untuk bisa melakukan prosedur ini.
dari biji kopi pilihan, disangrai lalu ditumbuk
setelah dituang dengan air panas jadi mirip brownies ya?

cupping procedure, menghirup aroma kopi
Terbukti, dari beberapa kopi yang kami cicipi, kopi spesialti rasanya paling enak. Ada aroma dan rasa karamel yang membuat kopi terasa manis meskipun tidak ditambahkan gula. Yang lain rasanya sangat pahit dan tidak enak. Ingin tahu apa saja yang kami coba: ada kopi toraja yang dibuat oleh Strada, kopi yang sudah lama disimpan, kopi spesialti yang dibuat oleh kafe lain, lalu kopi toraja komersil (yang dijual di pasaran).
Hm... ingin mencicipi dan mengetahui banyak hal tentang kopi? Bisa banget lho gabung di AADC-nya Strada Coffee setiap hari Sabtu dan Minggu. Khusus untuk yang hari Minggu ada program charity juga. So, bisa menikmati kopi sekaligus beramal. Mentornya langsung Mba vani lho! Siapa sih yang nggak mau sharig sama owner dan barista profesional yang sudah melanglang buana ke berbagai negara ini? apalagi bulan Mei nanti Mba Vani akan mewakili Indonesia dalam ajang bergengsi barista di Eropa. Satu-satunya wakil dari Asia yang masuk 10 besar lho! keren kan?! two thumbs up! 
Wanna join AADC?!
Trus, apa sih sebenarnya manfaat kopi, cara menyeduh kopi yang baik, dan kalau punya penyakit mag gimana? Apa masih bisa konsumsi kopi? Hm.. Masih banyak yang pengen dibahas seputar kopi nih, tapi next update blogpost aja deh biar nggak kepanjangan J
Berpose bareng Mba Vani dan Mas Taro, salah satu barista
credit Lestari

Strada Coffee Semarang: Jl. S Parman No 47A Semarang
Instagram: @stradacoffee.id

10 komentar untuk "AADC: Seni Meracik Kopi ala Strada Coffee"

  1. Asyiekkk.... bisa buat belajar. Ya coffenya, ya tulisannya.

    BalasHapus
  2. Ih nyesel banget ga jd ikutan. Padahal aku udah ngimpi2 mo nyobain kopi2 Mandailing. Hiks.... gagal deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngupi sendiri aja Mba kesana, kmrn yg kita cobain yg Toraja ko, bukan yg Mandheling :)

      Hapus
  3. hahahaa, Mba bisa aja..kukira tadi judulnya


    gak kuat ngopi Mba, paling koi susu klasik aja sesekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe. saya juga lho Mba,

      etapi pasikut AADC itu dikasih tahu punya sakit mag juga bisa ngopi, insyaALlah next aku buat postingan lagi:)

      Hapus
  4. wah kopinya pasti komplit itu ya, :)

    Salam kenal,

    BalasHapus
  5. Wah serunya bisa racik kopi sendiri, jadi penasaran nih, menarik banget buat saya yang doyan ngopi :)

    BalasHapus
  6. wah asyiknya bisa menambah ilmu ya

    BalasHapus