Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hati-hati! Statusmu Harimaumu




'Statusmu harimaumu'
Pasti sering mendengar ungkapan ini ya? Menggantikan 'mulutmu harimaumu' yang kurang lebih bermakna apa yang kita omongkan akan kembali kepada kita. Baik/buruk perkataan akan kembali kepada yang mengucapkan. Ketika ucapannya baik, akan kembali sebagai hal yang baik, dan ketika ucapan tersebut buruk ia akan berakibat fatal bahkan bisa 'membunuh' seperti harimau yang menerkam mangsanya.

Julid Vs Niat Baik Mengingatkan

Niat baik tak selamanya diterima dengan baik. Kurang lebih begitu yang menggambarkan kondisi saat ini di era digital dengan arus informasi yang sangat deras.
Ketika muncul kritikan atau komentar yang tidak sejalan dengan pemikiran kita, seringkali dianggap nyinyir atau julid. Meskipun yang memberi komentar tidak bermaksud demikian. Kecuali ngasih komentarnya dengan bahasa yang tidak santun, minta di-kick deh dia.

"Aku tuh sedih, kangen dengan masa-masa kuliah dulu. Ketika budaya saling mengingatkan demikian kentalnya, bahkan meskipun dengan cara yang (kadang) kurang bijak, tapi yang diingatkan menerima dengan legowo. Pun yang mengingatkan tak merasa sombong. Setelahnya tetap menjadi teman yang baik, tetap saling mengingatkan."
Seperti inilah status seorang sahabat, yang juga saya benarkan dalam hati.
Ya, terkadang niat seseorang untuk mengingatkan rupanya diterima sebagai nyinyiran atau julid. Terlebih saat ini sering muncul kalimat:
"Ngapain ngurusin hidup gue? Urus aja dirimu sendiri!"
"Ih, nggak usah sok alim sok bijak ngingetin gue deh! Ngaca! Emang lu udah baek?!"
"Peduli amat sama kesalahan gue, situ Tuhan?!"
Dan komentar senada yang berakibat pada makin banyak orang yang menciut nyalinya ketika akan mengingatkan temannya. Pada akhirnya setiap orang akan berpikir, jika tidak mengganggu hidupku sok atuh mau ngapain.
Padahal sejatinya bukan begitu, kan? Saling mengingatkan hendaknya menjadi budaya yang melekat di masyarakat. Bukankah ketika ada kasus tertentu di masyarakat maka sekelilingnya juga ikut bertanggung jawab?
Pun dengan anggapan bahwa ketika seseorang mengingatkan maka dia haruslah orang yang 100% dijamin baik. Apa gunanya 'sampaikanlah walau satu ayat?'
Tadi, seseorang yang tidak saya kenal berkomentar di instagram saya, tentang keburukan seseorang yang ada di postingan tersebut, sebutlah Mba A. Saya kemudian mengatakan jika ada masalah dengan Mba A, silakan langsung ke akunnya, jangan di sini. Seseibu tersebut menghapus komentarnya namun tetap menambahkan komentar baru bahwa saya tidak mengenal sosok Mba A dan telah dibohongi oleh dirinya dan suaminya.
Saya mengenal Mba A sebagai orang yang baik, meskipun saya tahu masa lalunya kelam dan buruk. Masa lalu biarlah masa lalu *eh. Toh menurut Mbak A sendiri ia telah hijrah, telah bertaubat dan sekarang tengah berproses memperbaiki diri. Kurang bijak rasanya ketika seseorang sedang  dalam proses itu harus menerima stigma buruk dari sekitarnya terutama orang di nasa lalu.
Jadi, ketika mengingatkan orang lain harus sudah dalam kondisi sempurna, kapan bisa mengambil peran ini? Sementara tak ada seorang pun yang sempurna. Seorang ustadz, misalnya. Bisa juga melakukan kesalahan, karena beliau juga manusia, tempatnya salah dan dosa.
Seringkali ketika sedang badmood, saya baper dengan perkataan seseorang dan curhat kepada suami. Yang saya dapatkan justru ucapan "Santai lah Bund, bisa jadi maksudnya bukan mau nyinyir, tapi bentuk perhatian. Kita nggak tahu kan? Apalagi setiap orang punya gaya bahasa dan bicara masing-masing."
Uhuk! Jadi dongkol sih, tapi ada benarnya juga.
So, ketika berada di medsos maka kita harus siap dan berlapang dada dengan berbagai komentar dan masukan, terima dengan pikiran jernih dan kepala dingin. Pun ketika kita akan memberi masukan, pastikan menggunakan bahasa yang santun supaya meminimalisir terjadinya salah paham. Karena bahasa tulisan tidak ada intonasi, ya kan?. Duh, maafkan lagi sok bijak banget. Sungkem.


Bijak Menggunakan Media Sosial

Hati-hati, kecepatan jempol memencet tombol 'share' di medsos bisa berakibat fatal. Dan ketika sesuatu telah tersebar di dunia maya, maka jejak digitalnya akan tetap ada.
Jadi saat memutuskan untuk aktif mengelola akun media sosial, bukan hanya sekadar mengusir galau dengan status tidak jelas (((sesekali boleh lah...wkwkwkwk))), komentar sampah, menyebar hoax, dll. Boleh-boleh saja sih, toh akun masing-masing. Tapi di medsos kita tidak sendirian. Mending sharing yang bikin orang senyum aja deh, biar dapat pahala. Hihi.

Berjejaring dengan Baik

Apa tujuanmu punya akun medsos, Temans? Saya dulu buat akun FB karena ikut-ikutan teman, juga karena penasaran kalau mereka ngomongin efbi dan saya nggak paham. Tengsin kan? Akhirnya setiap ke warnet mencari bahan ngerjain tugas kuliah, saya sambil membuka efbi.
Mulai aktif lagi ketika bekerja dan dibekali laptop serta modem unlimited. Atas izin pimpinan, modem boleh saya manfaatkan meskipun di luar jam kerja. Saat itu saya memanfaatkannya untuk mengikuti berbagai lomba menulis di dunia maya.
Di masa menjelang pilpres seperti saat ini, medsos juga menjadi ajang kampanye para calonnya. Sudah menentukan pilihan tentu sangat boleh, namun harus bersikap sewajarnya, tidak berlebihan. Jangan sampai hanya karena medsos jadi rusak pertemanan. Kalau saya memilih untuk unfollow ketika banyak yang membuat saya tidak nyaman. Tapi di dunia nyata, teman tetaplah teman. Bukan munafik, hanya berbeda pendapat dan tidak ingin membahas lebih jauh, boleh kan? Apalagi atmosfer pemilu di dunia nyata tak sepanas dunia maya ko. Wkwkwkwk.

Manfaatkan untuk Berjualan atau Hal Positif Lainnya

Nah, ini pemanfaatan media sosial yang paling populer. Di tengah maraknya bisnis olnine, medsos yang gratisan menjadi lahan basah untuk meraup keuntungan.
Salut sama orang-orang yang bisnisnya besar lewat medsos. Karena mengelolanya nggak gampang, Temans. Butuh kekuatan lahir batin. Belum lagi kalau ketemu customer yang bikin makan hati. Saya belum kuat, makanya olshop vakum.
Selain itu, masih banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil di samping harus menghindari akibat buruknya.

Hati-hati Dampak Buruk dan Kemungkinan Penipuan

"Goreng ikan itu paling cepat jika sambil buka-buka medsos."
Ada yang sepakat? Hihi. Tahu-tahu sudah gosong ya, saking asyiknya scrolling.
Lupa waktu, itu salah satu dampak medsos juga, yang sering tidak kita sadari. Di luar itu, banyak modus penipuan yang mengintai. Terhadap hal-hal seperti ini, tentu kita harus waspada dengan tidak mengunggah hal-hal yang terlalu privasi. Apalagi terkait dengan data-data keluarga.
Terhadap orang asing yang modus pun harus waspada, yes. Sekarang masih terjadi juga motif-motif penculikan bahkan pembunuhan yang berawal dari media sosial.
Sebenarnya masih ingin banyak 'curhat' seputar media sosial, tapi jempol sudah pegal ngetik di HP. Hehe.
Sudah pernah sih saya bahas di sini juga: Menjadi Warganet Cerdas Berinternet
Udahan dulu aja ya kalau gitu.
Tetap bijak bermedsos, yak! Trus kalau saya sedang melenceng dari jalur yang benar, tolong ditowel lah, jangan segan-segan mengingatkan.
Semoga bermanfaat,
Salam,


#BloggerPerempuan
#BPN30DayChallenge2018

15 komentar untuk "Hati-hati! Statusmu Harimaumu"

  1. Yes,, medsos itu tergantung pemakainya. Kalo dipake untuk kebaikan ya jadinya baik, kl pemakainya nggak bijak ya jadinya ngeselin. Haha

    BalasHapus
  2. Rin..jadi kepo dengan seseibu dan sesembak itu .hehe.. Pokoke kita tetap berusaha memanfaatkan medsos dg baik ya.. klo pun merasa perlu mengingatkan mgkn lbh baik via japrian ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat. Naseihatin orang juga ada adabnya 😊

      Hehe. Udah dihapus ko Mba komennya. Maafkan jadi bikin penasaran. Tadi tiba2 terlintas aja jadi ikut kutulis

      Hapus
  3. Ttp ya mba bermedsos hrus dg bijak, kalaupun ad yg ingin kita smpaiakn ttp sesuai dg adab jg. Makasi sharingnya mba

    BalasHapus
  4. Nahh rules main sosmed: jgn gampang baper. Hehe

    BalasHapus
  5. Eeaa.. Dunia medsos memang penuh warna warni ya. Salah satunya aku dpt resep cara cepat goreng ikan 😂

    BalasHapus
  6. Setuju mba. Bahasa tulisan kadang menimbulkan persepsi lain. Pdhl kita maksudnya baik...

    Setuju juga sm Lulu. Sosmed ga sama dengan dunia nyata. Gak like, gak komen, gak nyolek di sosmed bukan berarti gak peduli atau gimana. Jadi memang dilarang baper.

    BalasHapus
  7. Sayang banget kalau sosmed dipakai buat nyinyir dan perang ya

    BalasHapus
  8. Aku pun jujur jarang buat status di FB, WA,jarang share info bukan karena tidak perduli, tapi karena takut kalau salah salah salah kata. Akan ku jaga jempolku sendiri hahaha

    BalasHapus
  9. Seruju nih, mesti berpikir dulu sebelum posting status

    BalasHapus