Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gagal Naik Perahu di Bukit Cinta Rawa Pening Ambarawa Semarang



Perahu yang antri di dermaga Bukit Cinta
doc. pribadi

Ditengah acara halal-bihalal berlangsung, Hasna yang berada di samping ayahnya tiba-tiba berjalan cepat. Matanya tertuju pada bangunan seperti kijing kuburan di sebelah kanan aula yang kami gunakan. Deg! Itu seperti makam, karena ada nisan, bunga-bunga dan lilin menyala. Sontak kukejar sikecil itu dan mencoba membujuknya untuk tidak mendekat.
“Mau ke sana, Bunda...!” katanya sembari meronta-ronta dan menunjuk tempat yang sama
“Mau apa kesana, sayang?” duuh..! ini si bunda benar-benar mulai parno. Bukankah katanya anak kecil bisa melihat apa yang tidak kita lihat? Tapi semoga tidak..
“ke sana... lihat itu..!” teriaknya masih mencoba meronta meski kugendong.
“Hasna kenapa mau ke sana? Apa ada yang ngajak Hasna?” entah kenapa tiba-tiba pertanyaan itu terlontar.

Si #anugerahdarisurga itu tak menjawab, matanya lekat memandangi tempat yang diberi tulisan ‘petilasan...(lupa namanya)..’ akhirnya kualihkan perhatiannya ke dermaga perahu dan bermain di arena permaianan anak sambil tak henti membisiki ayat kursi.
Fyuuh.. kenapa saya jadi parno begini? Hm.. bener sih, ada tempat-tempat begitu pasti ada jin yang menunggu, tapi kalau kita tidak mengganggu, mereka juga tidak akan mengusik kita, bukan?

***

Assalamu’alaikum,
Halo, Teman.. mau cerita-cerita seputar jalan-jalan lagi, nih.. mumpung masih hangat di kepala. Hihi.
Ceritanya bulan syawal kemarin warga RT kami mengadakan halal-bihalal di Bukit Cinta Rawapening. Lumayanlah, meskipun cukup dekat dari Semarang jadi bisa melihat susasana baru, nggak tembok sama kendaraan terus setiap hari.
Pagi-pagi kami berkumpul, warga yang mempunyai kendaraan sudah siap berbagi dengan yang tidak membawa roda empat. Ini nih point yang saya suka, karena jadi ada rasa kekeluargaan banget. Tahun sebelumnya juga sih, tapi waktu itu bukan ke tempat wisata jadi kurang asyik. Hihi.
Alhamdulillah, sejak tahu tujuan halbil tahun ini ke Banyubiru, maka saya pun menyusun rencana untuk membawa pakaian ganti kalau-kalau bisa sekalian ke Muncul dan mencoba river tubing di sana. Tapi.. akhirnya gagal ke Muncul karena berbagai hal. Hiks. Harus banget  nih dijadwalkan ulang jalan-jalan ke sana! kalau perlu ke Kampung Rawa dulu, trus ke Eling Bening, baru ke Muncul.
Oia, sudah pernah dengar cerita asal-usul Rawa Pening belum? Kalau belum, coba saya ceritakan secara singkat yes! Legenda ini adalah salah satu kisah yang sering diceritakan oleh Mbah dan keluarga saya waktu masih kecil dan saat berkumpul bersama keluarga besar.

Legenda Baru Klinting, Asal – usul Terbentuknya Rawa Pening

Naga yang melambangkan Baru Klinting sebagai penjaga Rawa Pening
Pada zaman dahulu... (ups! Ini bukan pembukaan acara pagi anak-anak yang ngehits itu ya :P ) di lembah Gunung Merbabu dan Telomoyo, terdapat sebuah desa bernama Ngasem. Tinggallah sepasang suami istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Mereka adalah orang yang sangat dihormati masyarakat karena kebaikannya. Mereka hidup rukun dan bahagia.
Namun demikian, Nyai Selakanta belum juga dianugerahi momongan, sementara ia merasa kesepian terutama saat ditinggal suaminya. Suatu waktu, saat Ki Hajar bertapa di Gunung Telomoyo, Nyai Selakanta mendapati dirinya hamil.
Singkat cerita, Nyai Selakanta melahirkan seorang anak, tapi ia berupa seekor naga yang bisa berbicara layaknya manusia. Naga itu asuh sepenuh hati tanpe sepengetahuan warga sekitar.
Suatu hari, anak yang diberi nama Baru Klinting itu menanyakan perihal ayah kandungnya. Maka Nyai Selakanta pun mengatakan bahwa ayahnya bernama Ki hajar dan saat itu ia tengah bertapa di Gunung Telomoyo. Berbekal pusata Klinting kepunyaan Sang ayah, Baru Klinting menyusulnya.
Sampai di sana, didapatinya seseorang yang sedang bertapa. Awalnya Ki Hajar setengah percaya dengan apa yang dilihatnya, namun benar bahwa klinting yang dibawa naga itu adalah miliknya yang ia titipkan kepada sang istri sebelum ia pergi. Untuk membuktikan bahwa naga itu adalah anaknya, Ki Hajar meminta Baru Klinting untuk melingkarkan badannya ke gunung Telomoyo, jika ia benar anaknya maka pasti akan bisa.
Benarlah, baru Klinting pun bisa melakukan perintah ayahandanya itu. kemudian ia pun bertapa di bukit Tugur atas perintah beliau.
Suatu hari, tersebutlah masyarakat dari desa Pathok yang akan mengadakan selamatan desa. Mereka berburu mencari hewan, namun setelah lama mencari hanya mendapati seekor naga yang melingkarkan tubuhnya di bukit Tugur. Mereka pun memotong naga itu untuk dijadikan santapan pesta.
Baru Klinting yang menjelma menjadi seorang anak kecil yang dekil dan menguarkan bau amis, datang ke pesta dan bermaksud ikut menyantap makanan yang ada. Masyarakat desa Pathok pun mengusirnya, hingga ia diselamatkan oleh seorang nenek yang memberinya makan.
Kepada sang nenek ia berpesan, jika mendengar bunyi gemuruh, gunakanlah lesung untuk menyelamatkan diri.
Baru Klinting kembali ke pesta dan untuk kedua kalinya ia diusir oleh warga. Tiba-tiba ia menancapkan sebilah lidi dan menantang orang-orang untuk mencabutnya. Tetapi tak ada yang mampu meskipun seluruh warga mencobanya.
Baru Klinting pun mencabut lidi itu dengan mudahnya. Setelah lidi tercabut, terdengar suara gemuruh bersamaan dengan semburan air dari bekas tancapan lidi. Gemuruh dan semburan itu makin membesar hingga air menenggelamkan seluruh desa, tak menyisakan apapun selain si nenek dan Baru Klinting yang menggunakan lesung sebagai perahu. Air itulah yang kemudian menjadi Rawa Pening (Bahasa jawa, air yang bening).
Sejak saat itu, Baru Klinting dipercaya kembali menjadi naga dan menjaga rawa pening.

Eceng gondok sejauh mata memandang

Perjalanan Menuju Banyubiru
Sekitar pukul 8 pagi seluruh warga telah bersiap, dan kami beriringan berangkat menuju Bukit Cinta melalui jalan tol supaya hemat waktu. Keluar dari Tlogosari, lalu melewati Jalan Supriyadi dan Jalan Majapahit, masuk tol Gayamsari dan terus sampai keluar di pintu tol Bawen. Dari Bawen, kami melewati jalur lingkar Ambarawa dan berbelok ke kiri ke arah banyubiru. Sekitar 5 KM kemudian, kami sampai di lokasi wisata Bukit Cinta dan disambut  dengan gapura besar dan area parkir yang luas.
Sebelum masuk lokasi, seperti biasa, para emak antri di toilet. Setor dulu ye! Ups!
Harga tiket masuk Rp. 7.500/orang, tapi saya tidak bertanya lebih jauh mengenai tiket rombongan. Apalagi panitia juga menyewa tempat sekaligus memesan makanan dari sana. Nggak enak mau tanya, karena warga diminta bayar _sekian – sekian_ dan sisanya dari beberapa donatur.

Gunungan yang menceritakan legenda Baru Klinting
Begitu melewati lobi penjualan tiket, kami disambut dengan air mancur yang diatasnya berdiri gunungan bergambar naga melingkar, seperti legenda Baru Klinting. Begitupun saat memasuki area Bukit Cinta, di bawahnya ada patung naga melingkar. Di sebelah kiri kepala yang menganga dan di sebelah kanan ekor yang menjuntai cantik.
Setelah melewati tangga, kita akan disuguhi pepohonan yang tertata rapi di bukit itu, juga aula-aula terbuka tempat wisatawan mengadakan acara bersama. Di sebelah kanan tergeletak lesung kayu dan ada kijing atau semacam rumah untuk kuburan.

Indahnya pemandangan dari pinggir dermaga

Jika berjalan terus melewati jalan kecil dan anak tangga yang menurun, kita akan sampai di dermaga kecil tenpat untuk menyewa perahu. Harga sewa perahunya Rp. 60.000 dan maksimal bisa dinaiki 6 orang pengunjung, cukup murah untuk perjalanan memutari danau yang memakan waktu kurang lebih 30 menit.
Tentu dong, ingin segera naik perahu. Tapi sayang, bapak-bapak sedang rapat membahas acara 17 Agustus, ibu-ibu rempong menyiapkan makan siang, dan saya sibuk mengejar sikecil yang lari – larian kesana – kemari.
“Hasna naik perahu yuk, sama Ayah dan Bunda..”
“Ndak.. ndak mau, Bunda..”
Hfft... jawaban yang bikin bunda kecewa. Hiks.
Baiklah, bunda pun pasrah mengikutinya yang berlari dari satu arena permainan ke yang lain, tak puas hanya berdiam di satu arena. Melihat banyak orang memancing di pinggiran danau, ia pun meminta mainan pancing yang tersedia di penjual mainan.

Mainannya banyak! sayang sebagian ada yang rusak

Menjelang waktu makan siang dan rapat bapak-bapak telah usai, si ayah menyusul dan kami kembali ke dermaga. Sayang, menunggu-nunggu rombongan lain untuk sharing naik perahu ternyata tidak ada. Kebanyakan sudah naik saat tadi saya rempong ngejar-ngejar Hasna.
Menunggu, dan menunggu lagi, tak ada yang bisa barengan. Akhirnya, yeay! Kita naik perahu bertiga aja! *bunda jingkrak-jingkrak sambil selfie di pinggir danau.
Tapi...
“Ndak! Ndak mau... “ huhu.. lagi-lagi sikecil menolak walau sudah dibujuk berkali-kali. Malah makin kencang nemplok ke ayahnya.
Kami putuskan untuk makan siang dulu, shalat, setelah itu kembali lagi ke dermaga untuk naik perahu.
Oow! Setelah menunggu suami makan sambil nyupain Hasna, giliranku makan ternyata nasinya habis. Baiklah, harus nunggu diantar dulu sama si ibu yang bertugas. Perut sudah kruyuk-kruyuk dan ingin segera naik perahu, rupanya harus diam dulu nunggu makanan datang. *ngemil sambel dulu kali ya?
Sebenarnya, banyak penjual minuman panas dan mie instan di sekitar sana. Tapi sayang kan, sudah disediakan makan siang pakai ikan bakar masa mau beli mie instan?!
Setelah makan, masih harus antri wudlu dan shalat di mushala. Hoho... selesai shalat, mengganti diaper hasna yang kena pup, kami melihat-lihat barang dagangan dan cinderamata di sekitar mushala. Belum puas keliling kios-kios ada panggilan masuk dari ibu, yang menanyakan kami sudah selesai shalat atau belum, karena sewa aula sampai jam 2, dan sudah hampir jam 2 kami harus segera check out.
Efek nggak lihat jam kemana-mana nih.. tahu-tahu sudah hampir jam 2 siang. Nggak jadi deh balik ke dermaga, karena rombongan sudah kembali ke arena parkir, berkumpul di sekitar kendaraan masing – masing.
Huwaaaa!! Nangis kenceng nih.. coba kalau pulangnya bisa nanti-nanti biar bisa puas naik perahu dulu. Tapi kan sama rombongan...
Sedih... sudah gagal naik perahu, gagal pula river tubing.
“Sudah, nggak mau kulitnya makin item kan?”
Dueng! Tamparan keras dari pak suami. Baiklah, mari kita pulang.. setidaknya sudah puas berjalan mengelilingi Bukit Cinta bersama sikecil.

Aneka keripik dan rempeyek hasil ikan hasil tambak


Aneka buah tangan dari mendong dan eceng gondok

Beli oleh-oleh apa?! Nggak beli apa-apa... tadinya mau beli aneka keripik ikan nggak jadi karena ada telepon dari ibu. Mau beli tas/sandal nggak ada yang sesuai selera. Hm.. oleh – olehnya cukup kenangan saja ya, dan udara sejuk segar yang seharian terhirup menggantikan udara berpolusi Semarang.
Gagal naik perahu bukan berarti pikniknya gagal, bukan?
Salam,

35 komentar untuk "Gagal Naik Perahu di Bukit Cinta Rawa Pening Ambarawa Semarang"

  1. Terakhir ke sana sudah lama banget mbak, sempat naik perahunya juga. Asyik lho. Dongengnya lupa-lupa ingat, tapi jadi inget komplet lagi setelah diceritani mbak Arina :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyik ya, bisa naik perahunya.. tapi panas banget sih, hehe

      :)

      Hapus
  2. Pas ke sana belum jadi euy. Sekarang udah tambah keren ya Mbak :) fotonya bagus2 :)

    BalasHapus
  3. seru banget hbh-nya jalan2 gituu.. seneng deh jalan2 ke daerah yang ada riwayatnya gitu, terutama buat anak2 pasti jadi petualangan yang gak terlupakan ya mba Arina ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, anak-anak jadi belajar dongeng juga :)

      Hapus
  4. Wah seru ya ada legendanya di tempat wisatanya. Bermanfaat buat anak2 dan ortu utk belajar ttg kearifan lokalnya...

    TFS Mbak:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru... jadi ngebayangin kisah yang dulu sering diceritakan sama orangtua :)

      Hapus
  5. Ish..lain x kode2 lah kalo mo jalan2..bumil lg butuh refreshing nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayuk bumil... aku pengen banget ke Mangrove edupark Maron :P

      Hapus
  6. Seru ya, Mbak halal bi halal sambil halan-halan.

    Meski gagal kali ini, siapa tahu karena akan ada kunjungan lainnya yang entah kapan :)
    #staypositive

    Eh tas enceng gondoknya cantik, anyway..

    BalasHapus
    Balasan

    1. Aamiin.. Makasih Mba,

      itu tasnya cantik Mba.. dan yang bahan eceng gondok lebih mahal harganya. mungkin karena pembuatanya lebih rumit dibanding yang lain ya :)

      Hapus
  7. Sejak SD suka sama cerita baru klinting...

    Mb tasnya yg oval berbunga itu bagus loh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Toss Mba..! sejak dulu saya juga penasaran sama Baru Klinting yg 'hanya' nyabut lidi tapi jadi danau :)

      iya cantiik.. hihi

      Hapus
  8. Waah kompak yaa...halal bi halalnya jalan2...seru.
    Waah kenapa nih Hasna gak mau... Tp mmg moodian anak2 mah

    BalasHapus
    Balasan
    1. huum Mba, smoga terus rukun ya satu RT :)

      haha begitulah, sering moody dia

      Hapus
  9. Aku baru tahu tempat wisata ini mba
    Btw, tas yang terbuat dari enceng gondok emang keren banget ya. Kreatif :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau ke daerah Semarang sempatkan mampir dulu Mba, deket jalan raya ko :)

      Hapus
  10. Wah..Rawa Pening dan Kolam Renang Muncul hanya 10 menit dari rumah Simbah saya, Mbak.
    Baca ini, jadi kengen simbah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oia Mba? kalau pulang kampung ke Mbah mampirlah ke Semarang:)

      Hapus
  11. aahh sudah lama sekali ga kesana, biasanya setahun sekali pas mudik always mampir dah.
    ahh jadi kangen alm si mbah jugaaa

    BalasHapus
  12. Inilaaah pada jaman dahuluuu. Hihi, aku suka lho nonton itu Mba, wkwkwk

    Kalo liat postingan tentang jalan-jalan dan tempat wisata gini, jadi makin bangga Indonesia tu banyak bangeeet pariwisatanya ya. Pertanyaanya: kapan aku berkesempatan untuk menjelajahinya? Doakan suatu saat bisa ya Mba ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha. Toss Mba! tiap pagi aku nonton sampai hafal :P

      semoga suatu saat bisa menjelajah Indonesia. Aamiin..

      Hapus
  13. Biasanya suatu tempat memiliki cerita legenda dibaliknya, dikarenakan di tempat tsb terdapat suatu peninggalan. Hmmm masak di rawa itu pernah dijumpai naga ya hihihi, saya jadi berkhayal sedikit nih mba hehe :D

    BalasHapus
  14. wahhh, jadi penasaran pengen coba naik perahunya juga Mba, sayang tempatnya jauh bingits :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. sesekali ke Jawa yuk Mba, menjelajah keliling Jawa :D

      Hapus
  15. keripik dan rempeyeknya dari ikan semua, aku suka banget tuh mbak..jadi gagal fokus :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emak enak Mba.. sempat icip-icip, tapi karena di rumah masih banyak makanan jadi nggak beli.. takut nggak kemakan

      Hapus
  16. perjalanannya asyik banget mba. Seru dan banyak cerita ya...kebayang kalau saya sendiri yang main ke sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Indah, semoga suatu saat bisa traveling ke sana Mba.. ;)

      Hapus
  17. senang dengan cerita legenda seperti ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sambil mengingat-ingat lagi dan bisa persiapan buat dongengin anak-anak :)

      Hapus
  18. aku pernah kesana dan nggak beli oleh-oleh.hahaha

    BalasHapus