Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cinta Kami Berawal dari Masjid


Menuliskan kisah ini seperti harus membuka kembali layar yang sudah beberapa tahun hanya teronggok di pojokan kamar, menjadi sarang tikus.
Kami bukanlah siapa-siapa, hanya sesama teman kuliah yang (sok) sibuk berorganisasi dan tak banyak saling mengenal. Sampai suatu hari sebuah proposal nikah datang lewat email, bukan dari dia, tapi dari perantara yang entah bagaimana ceritanya membawa proposal itu padaku.

Dalam keraguan antara ya dan tidak untuk menerima proposalnya, rupanya orangtua memberikan lampu hijau untuk mencoba ta’aruf dulu. Perkara jodoh atau belum itu urusan nanti, kata mereka.
Bismillah, di hari yang telah ditentukan kami bertemu dengan didampingi perantara masing-masing. Saya bersama guru ngaji yang mewakili orangtua. Karena ta’aruf itu sifatnya top secret, saya harus mempercayakan kepada orang yang pasti bisa menyimpan rahasia.
Di sebuah masjid di pinggiran kota Wonosobo, pertemuan yang sangat singkat karena hanya sedikit pertanyaan yang muncul setelah sebelumnya kami mempelajari proposal nikah. Tak ada kesan mendalam hari itu, selain bahwa saya harus segera memberikan jawaban akan melanjutkan proses ta’aruf atau tidak. Jika ya, artinya dia akan segera ‘meminta’ kepada orangtuaku dan jika tidak artinya harus tutup buku.
Berhari-hari menimbang banyak hal dan meminta petunjuk Allah hingga timbul kemantapan hati, akhirnya kuucapkan “bismillah, saya melanjutkan ta’aruf.”
Dan disinilah kami kini, menjadi sepasang kekasih hingga surga, insyaAllah. Aamiin..  

(Jumlah tulisan 208 kata) 
Lombamenulis

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis : 1001 Kisah Masjid”

14 komentar untuk "Cinta Kami Berawal dari Masjid "

  1. Ngak berasa baca udah selesai aja ceritanya mba, perlu ditulis lanjutannya nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe. syarat lomba-nya cuma maksimal 210 huruf Mba..

      sudah pernah kuceritain tentang ta'arufku di blog yang lama :)

      Hapus
  2. Wuih luar biasa mba...tapi seperti kata Mba Arin, perlu ada sekuelnya dalam bentuk lain. Cerpen atau nopel gitu mba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi kilap.. mba Meutia maksudna. Jari ama pikiran ndak sinkron...

      Hapus
  3. asal Wonosobo to. Tiba-tiba aku ingin ta'aruf >_< *curcol*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, kalau ke Wonosobo kabar2 lah.. kali pas aku pulkam. hehe

      Aamiin.. moga-moga segera dipertemukan sama pangerannya ya Mba Tina :)

      Hapus
  4. Balasan
    1. Hehe. Iya Mba, karena syarat lombanya.. 😅

      InayaAllah nanti ditulis lanjutannya :)

      Hapus
  5. Terdengar romantis, tapi sayang hanya sepenggal ceritanya

    BalasHapus
  6. Saya sudah datang ke sini dan membaca tulisan ini
    Terima kasih telah berkenan untuk ikut meramaikan Lomba Menulis : 1001 Kisah Masjid di blog saya
    Semoga sukses.

    Salam saya

    BalasHapus